Thursday, June 23, 2011

“ Rasional Emotive Behavior Therapy ”


A.         Sejarah Perkembangan

Rasional Emotive Behavior Therapy (REBT) sebelumnya disebut rational therapy dan rational emotive therapy, merupakan terapi yang komprehensif, aktif-direktif, filosofis dan empiris berdasarkan psikoterapi yang berfokus pada penyelesaian masalah-masalah gangguan emosional dan perilaku, serta menghantarkan individu untuk lebih bahagia dan hidup yang lebih bermakna (fulfilling lives). REBT diciptakan dan dikembangkan oleh Albert Ellis (1950an), seorang psikoterapis yang terinspirasi oleh ajaran-ajaran filsuf Asia, Yunani, Romawi dan modern yang lebih mengarah pada teori belajar kognitif. Asal-usul terapi rasional-emotif dapat ditelusuri dengan filosofi dari Stoicisme di Yunani kuno yang membedakan tindakan dari interpretasinya. Epictetus dan Marcus Aurelius dalam bukunya “The Enchiridion”, menyatakan bahwa manusia tidak begitu banyak dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada dirinya, melainkan bagaimana manusia memandang/menafsirkan apa yang terjadi pada dirinya (People are not disturbed by things, but by the view they take of them).
Pada mulanya Ellis menggunakan psikoanalisis dan person-centered therapy dalam proses terapi, namun ia merasa kurang puas dengan pendekatan dan hipotesis tingkah laku klien yang dipengaruhi oleh sikap dan persepsi mereka. Hal inilah yang memotiviasi Ellis mengembangkan pendekatan rational emotive dalam psikoterapi yang ia percaya dapat lebih efektif dan efisien dalam memberikan efek terapeutik. Ellis mengembangkan teori A-B-C, dan kemudian dimodifikasi menjadi pendekatan A-B-C-D-E-F yang digunakan untuk memahami kepribadian dan untuk mengubah kepribadian secara efektif. Pada tahun 1990-an, Ellis mengganti nama pendekatan tersebut dengan Rasional Emotive Behavior Therapy atau yang biasa kita singkat menjadi REBT. Sampai saat ini, REBT merupakan salah satu bagian dari cognitive behavior therapy (CBT).











B.         Hakikat Manusia

Manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Emosi menyertai individu yang berpikir dengan penuh prasangka, sangat personal, dan irasional. Berpikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Ellis mengemukakan 12 Ide Irasional yang menyebabkan dan memperparah neurosis:
1.            Ide bahwa tiap orang dewasa pasti merasa ingin dicintai orang lain atas segala yang dia lakukan – bukannya gagasan yang memfokuskan perhatian pada apa yang dia lakukan demi mencapai tujuan-tujuan praktis demi kepentingan orang lain, atau gagasan untuk mencintai orang lain ketimbang selalu menuntut cinta dari orang lain.
2.            Ide bahwa ada tindakan-tindakan tertentu yang jelek dan merusak, dan pelakunya mesti dikecam karena tidak tahu malu – bukannya gagasan bahwa tindakan-tindakan tertentu ada yang merugikan diri sendiri atau anti sosial, dan pelakunya pastilah tidak punya pertimbangan yang sehat, masa bodoh atau neurotik, dan seharusnya mereka ini dibantu mengubah diri. Buruknya tindakan seseorang belum tentu menyebabkannya menjadi individu yang tidak berguna.
3.            Ide bahwa “dunia akan kiamat” kalau segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana – bukannya gagasan bahwa segala sesuatu walaupun berjalan tidak sesuai keinginan, akan lebih baik kalau kita berusaha mengubah atau mengatur kondisi buruk tersebut sedemikian rupa seingga setelah itu besar kemungkinan kita akan berhasil mengatasi segala kesulitan. Kalaupun kemungkinan itu tidak ada, kita pun akan lebih baik bersabar menerima kenyataan dan tetap berusaha mencari jalan keluar.
4.            Ide bahwa hal-hal yang membuat manusia menderita pasti datang dari luar dan ditimpakan pada diri kita oleh orang lain – bukannya gagasan bahwa sikap neurotik itu disebabkan oleh pandangan=pandangan kita sendiri akibat kondisi yang tidak menguntungkan di sekeliling kita.
5.            Ide kalau satu hal sangat menakutkan atau berbahaya, maka kita seharusnya sangat terobsesi dengan hal itu – bukannya gagasan bahwa kita seharusnya dengan tabah menghadapi keadaan itu dan memandangnya sebagai bukan akhir dari segala-galanya.
6.            Ide bahwa lebih mudah menghindar dari kesulitan hidup dan tanggung jawab ketimbang berusaha menghadapi dan menaklukannya – bukannya berpegang pada gagasan bahwa jalan yang mudah pada akhirnya akan menyusahkan diri sendiri.
7.            Ide bahwa kita membutuhkan sesuatu yang lebih kuat atau lebih besar dari kita sendiri yang dapat dijadikan pegangan – bukannya gagasan bahwa lebih baik berpikir dan bertindak sesuai kehendak sendiri dengan apa pun resikonya.
8.            Ide bahwa kita harus selalu punya kemampuan dan kecerdasan serta selalu berhasil mengelolanya dengan baik – bukannya gagasan bahwa lebih baik bertindak sesuai dengan kemampuan ketimbang hanya punya keinginan melakukan hal terbaik dan tidak mau menerima kenyataan bahwa diri kita adalah makhluk yang tidak sempurna dan pasti melakukan kesalahan.
9.            Ide bahwa ketika satu peristiwa besar terjadi, peristiwa tersebut pasti berbekas dan mempengaruhi kehidupan kita selamanya – bukannya gagasan bahwa apa yang terjadi di masa lalu mesti dijadikan pelajaran buat hari ini dan masa yang akan datang, serta tidak selalu terpaku pada peristiwa masa lalu.
10.       Ide bahwa kita harus mampu mengatur sesuatu dengan baik – sebagai pengganti dari gagasan bahwa dunia ini penuh dengan kemungkinan-kemungkinan tak terduga dan kita tetap bisa menjalani kehidupan dengan segala kemungkinan ini.
11.       Ide bahwa kebahagiaan bisa dicapai dengan bakat alami yang ada dalam diri seseorang sejak lahir dan kebahagiaan itu ditujukan untuk diri sendiri – bukannya gagasan bahwa keinginan kita untuk bahagia ditentukan oleh kemauan kita mencapai tujuan secara kreatif atau selalu berusaha memproyeksikan usaha mencapai kebahagiaan itu keluar.
12.       Ide bahwa kita pada akhirnya tidak dapat menguasai perasaan sendiri dan perasaan kecewa terhadap sesuatu pasti tidak bisa dielakkan – bukannya gagasan bahwa kita sebenarnya mampu mengontrol perasaan-perasaan buruk jika kit amau mengubah pengandaian-pengandaian yang menyebabkan lahirnya perasaan-perasaan buruk itu.
Secara ringkas, Ellis mengatakan ada tiga keyakinan irasional:
a)           “saya harus mempunyai kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”.
b)           “orang lain harus memahami dan mempertimbangkan saya, atau mereka akan menderita.”
c)            “kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa.”
Ellis juga menekankan pentingnya “kerelaan menerima diri sendiri”. Dia mengatakan bahwa tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita haus menerima diri apa adanya, menrima sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan.














C.         Perkembangan Perilaku

1)           Struktur Kepribadian
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.



Gambar 3.1
Proses Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dan Struktur Kepribadian Manusia


Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan karena itu menjadi produktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau sistem berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Disputing (D), terdapat tiga bagian dalam tahap disputing, yaitu:
1)           Detecting irrational beliefs
Konselor menemukan keyakinan klien yang irasional dan membantu klien untuk menemukan keyakinan irasionalnya melalui persepsinya sendiri.
2)           Discriminating irrational beliefs
Biasanya keyakinan irasional diungkapkan dengan kata-kata: harus, pokoknya atau tuntutan-tuntutan lain yang tidak realistik. Membantu klien untuk mengetahui mana keyakinan yang rasional dan yang tidak rasional.
3)           Debating irrational beliefs
Beberapa strategi yang dapat digunakan:
ü   The lecture (mini-lecture), memberikan penjelasan.
ü   Socratic debate, mengajak klien untuk beradu argumen.
ü   Humor, creativity seperti: cerita, metaphors, dll.
ü   Self-disclosure: keterbukaan konselor tentang dirinya (kisah konselor, dll)
Activating  Event
Beliefs
Consequence
Mendapat nilai “A” ujian  psikologi
Memiliki kemampuan dalam bidang psikologi
Merasa bahagia dan mengantisipasi ujian psikologi berikutnya
Gagal saat ujian psikologi
Hal ini buruk, karena gagal dalam tes
Merasa frustrasi – belajar lebih giat
Gagal saat ujian psikologi
Saya seharusnya (pokoknya) mendapatkan nilai yang baik jikalau tidak saya adalah orang yang gagal
Merasa depresi, dan tidak ada harapan.


2)           Pribadi Sehat Dan Bermasalah
a.            Pribadi Sehat
Individu yang dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi setiap rangsangan terhadap dirinya.
b.           Pribadi Bermasalah
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Ciri-ciri berpikir irasional : (a) tidak dapat dibuktikan; (b) menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu; (c) menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional : (a) individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi; (b) individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain; (c) orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
Indikator keyakinan irasional : (a) manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan; (b) banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum; (c) kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya; (d) lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk mengahadapi dan menanganinya; (e) penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut; (f) pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang; (g) untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural; dan (h) nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.



D.         Hakikat Konseling

Konseling rasional emotif dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama oleh konselor dan klien. Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
1.            Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2.            Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3.            Emotif-ekspreriensial, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4.            Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.

















E.          Kondisi Pengubahan

1)           Tujuan
Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
Terdapat tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rational emotive behavior therapy :
Pertama insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
Kedua, insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
Ketiga, insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.

2)           Konselor
Tugas konselor menunjukkan bahwa:
·                masalahnya disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak rasional.
·                usaha untuk mengatasi masalah adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan.
Operasionalisasi tugas konselor : (a) lebih edukatif-direktif kepada klien, dengan cara banyak memberikan cerita dan penjelasan, khususnya pada tahap awal mengkonfrontasikan masalah klien secara langsung; (b) menggunakan pendekatan yang dapat memberi semangat dan memperbaiki cara berpikir klien, kemudian memperbaiki mereka untuk dapat mendidik dirinya sendiri dengan gigih dan berulang-ulang menekankan bahwa ide irrasional itulah yang menyebabkan hambatan emosional pada klien; (c) mendorong klien menggunakan kemampuan rasional dari pada emosinya; (d) menggunakan pendekatan didaktif dan filosofis menggunakan humor dan “menekan” sebagai jalan mengkonfrontasikan berpikir secara irasional.

3)           Konseli
Umumnya, peran klien dalam REBT mirip seorang siswa atau pelajar. Proses konseling dipandang sebagai suatu proses reedukatif di mana klien belajar cara menerapkan pikiran logis pada pemecahan masalah.
Pengamalam utama klien adalah mencapai pemahaman emosional atas sumber-sumber gangguan yang dialaminya. Pada taraf pertama, klien menjadi sadar bahwa ada anteseden tertentu yang menyebabkan timbulnya irrasional belief. Taraf kedua, klien mengakui dirinyalah yang sekarang mempertahankan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang irrasional. Tahap ketiga, klien berusaha untuk menghadapi secara rasional-emotif, memikirkannya, dan berusaha menghapus irrational belief dan mengggantinya dengan rational belief.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal : (1) minat kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3) pengarahan diri, (4) toleransi terhadap pihak lain, (5) fleksibel, (6) menerima ketidakpastian, (7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya, (8) penerimaan diri, (9) berani mengambil risiko, dan (10) menerima kenyataan.

4)           Situasi Hubungan
Menutur Ellis, kehangatan pribadi, afeksi, dan hubungan pribadi antar konselor dan klien yang intens memiliki arti yang sekunder. Bagaimana pun hubungan yang baik antara klien dan terapis merupakan sesuatu yang sangat diharapkan. Konselor memainkan peran sebagai model yang tidak terganggu secara emosional dan yang hidup secara rasional. Konselor juga menjadi model orang yang berani bagi klien dalam arti dia secara langsung mengungkapkan sistem-sistem keyakinan klien yang irasional tanpa takut kehilangan rasa suka dan persetujuan dari klien. Lebih dari itu, REBT menekankan toleransi penuh dan penghormatan tanpa syarat dari terapis terhadap kepribadian klien dalam arti konselor menghindari sikap menyalahkan klien.














F.          Mekanisme Pengubahan

1)           Tahap-Tahap Konseling
a.           Tahap Cognitive
Konselor menyajikan alasan kognitif kepada klien. Seperti mulai setiap sesi konseling dengan bertanya, "Apa masalah yang mengganggu diri Anda?". Selama tahap awal, klien dapat belajar untuk mengendalikan emosi mereka dan menjadi sadar akan pikiran-pikiran yang mendasari mereka serta belajar alternatif mengubah pikiran mereka yang irasional
b.           Tahap Emotive
Fase emotif ditujukan untuk membantu klien menyadari pikiran-pikiran mereka. Hal ini sering dilakukan dengan meminta klien untuk menuliskan pikiran-pemikiran yang mengganggu mereka.
c.            Tahap Behavioristic
Selama tahap akhir,  klien dilatih untuk verbalisasi kognisi alternatif dan untuk mengubah perilaku mereka.
Secara spesifik tahap REBT, sebagai berikut:
n   Assessment of feeling and activating event
n   Empathic reflection of feelings by counselor
n   Assessment of the ABC relationship
n   Assessment of behavioral consequence
n   Assessment of cognition
n   Counselor summarizes ABC assessment data
n   Counselor guides client toward solving problem (Disputing-Effect-New feeling)

2)           Teknik-Teknik Konseling
Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
a.           Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
Bermain peran (role playing)
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.

b.           Teknik-teknik Behavioristik
Reinforcement
u. eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.
Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.

c.            Teknik-teknik Kognitif
Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan.
Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor
Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.

Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.

2 comments: