Friday, June 24, 2011

Perspektif Historis Bimbingan Dan Konseling Dunia Khususnya Di Amerika Serikat



A.    Akar Sejarah Pertama
Tokoh utama dalam periode awal ini adalah Frank Parsons, beliau dianggap sebagai Father of Guidance / Bapak bimbingan ( Capuzzi & Gross, 1991 ) karena telah membuka jalan bagi gerakan bimbingan. Parsons adalah seorang ilmuwan, penulis yang persuasif, aktifis yang tidak kenal lelah dan seorang intelek besar ( Davis, 1988; Zytowski, 1985, dalam Wardhani 2008). Sebagai penulis ia sangat produktif menulis tentang sejarah dan perkembangan politik.
Parsons hidup di jaman ketika masyarakat dunia khususnya Amerika Serikat sedang berada dalam masa revolusi industri, dia melihat banyak hal yang perlu dilakukan untuk membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Faktor-faktor pendorong dari gerakan yang dilakukan Parsons waktu itu, antara lain :
a.    Kemajuan industri di Amerika Serikat memunculkan beragam jenis pekerjaan. Kegiatan-kegiatan industri yang biasanya dikerjakan secara manual dengan tenaga manusia berkembang menjadi kegiatan mesin sehingga membutuhkan tenaga-tenaga yang terampil. Hal ini menimbulkan konsekuensi banyaknya tenaga kerja kasar yang harus di-phk sementara di sisi lain kebutuhan akan tenaga ahli menjadi semakin besar.
b.   Banyak siswa sekolah menengah yang mengikuti pendidikan. Mereka memerlukan bimbingan pendidikan atau konseling sekolah dengan tujuan supaya sukses dalam pendidikan. Masalah yang dihadapi siswa pun beragam mulai masalah pribadi, kesulitan belajar, masalah dengan keluarga, masalah yang hubungan dengan jenis kelamin, juga masalah lanjutan studi dan karir di dunia kerja yang beragam dan penuh persaingan.
c.    Banyak pemuda yang kembali dari medan perang untuk mengikuti wajib militer. Mereka harus berkeluarga, sehingga terjadi kelahiran bayi yang banyak (baby boom). Di samping itu untuk menghidupi keluarga, mereka harus memperoleh lapangan pekerjaan. Oleh karena itu diperlukan penelusuran bakat, kemampuan, minat, kepribadian, dan pelatihan kerja.
Dalam pergerakannya Parson memberi bantuan terhadap para pemuda dalam bidang bimbingan pekerjaan dan bimbingan pendidikan, dengan jenis layanan antara lain,
a.       menelusuri aspek-aspek internal di dalam diri klien, seperti minat, bakat, dan kemampuan
b.      menelusuri aspek-aspek eksternal klien, seperti faktor sosial ekonomi, masalah keluarga, dan sebagainya
c.       menggali upaya-upaya pengembangan pendidikan dan karir klien ke masa depan dihubungkan dengan masalah lapangan kerja dan pendidikan yang tersedia melalui berbagai informasi.
Kegiatan Parson mendapat dukungan dari Bread Winners Institute (BWI ) yang merupakan cabang dari Civic Service House ( CSH ) milik pemerintah. Kedua badan tersebut pulalah yang akhirnya mendorong Parson untuk mengembangkan sebuah lembaga yang memberikan layanan konseling individual yang bernama Vocational Bureau of Boston pada tahun 1908. Organisasi ini mempunyai kegiatan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan dan minat kerja klien, untuk kemudian menghubungkannya dengan pilihan pekerjaan yang tersedia di lapangan.
Pada tahun 1909 buku karangan Frank Parsons Choosing a Vacation yang diterbitkan, tepat satu tahun setelah meninggalnya. Dalam buku ini dia menjelaskan tentang peran konselor dan teknik-teknik yang bisa digunakan dalam konseling pekerjaan. Buku ini begitu berpengaruh terutama di Boston, sehingga beberapa kepala sekolah di Boston, Stratton Brooks, mengangkat 117 guru-guru sekolah dasar dan menengah sebagai konselor vokasional ( Nugent, 1994, dalam Gladding 2000, Wardhani 2008 ).
Gerakan bimbingan pekerjaan yang dipelopori Parsons ini mencapai gema di tingkat nasional dan dikenal luas manfaatnya setelah diadakannya Konferensi Nasional I yang disponsori oleh BCC (Boston Chamber of Commerce) pada bulan Maret 1910. Pada tahun 1913 berdiri asosiasi pertama yang berfungsi sebagai wadah bagi kegiatan bimbingan dan konseling, yaitu The National Vocational Guidance Association ( NVGA ). Organisasi ini juga merupakan perkumpulan bagi orang-orang yang berminat dalam vokasional. Tujuan badan ini adalah:
a.       Memperbaiki pilihan pekerjaan dari generasi muda setelah mereka diberi bimbingan
b.      Mendekatkan kemampuan dan minat kerja dengan pilihan pekerjaan yang tepat
c.       Menjadikan bimbingan pekerjaan sebagai wahana layanan profesional yang membutuhkan berbagai ahli termasuk ekonomi, hukum, dan ilmu sosial
Sebenarnya pada tahun 1915 NVGA telah mulai menerbitkan buletin, namun baru bisa dipublikasikan secara teratur mulai tahun 1921 dengan sebutan The National Vocational Guidance Bulletin ( Goodyear, 1984, dalam Gladding, 2000, dalam Wardhani 2008 ). Selanjutnya dikembangkan menjadi the National Vocational Guidance Magazine ( 1924 – 1944 ), Occupations: The Vocational Guidance Magazine ( 1933 – 1944 ), Occupations: The Vocational Guidance Journal ( 1944 – 1952 ), Personnel and Guidance Journal ( 1952 – 1984 ), dan terakhir the Journal of Counseling and Development ( 1984 hingga saat ini ).

B.     Akar Sejarah Kedua
Perkembangan sejarah kedua terjadi pada awal abad ke-20, dengan adanya konseling sekolah. Jessie B. Davis adalah orang pertama yang memperkenalkan program bimbingan secara sistematis di sekolah ( Aubrey, 1977, dalam Gladding, 2000, dalam Wardhani 2008 ). Pada tahun 1907, sebagai kepala sekolah di The Grand Rapids Central School Michigan, dia menerapkan ide tentang belajar mandiri, studi okupasi, dan penilaian diri dalam hubungannya dengan pilihan pekerjaan. ( Brewer 1942, dalam Capuzzi & Gross 1991 ). Program ini dilaksanakan melalui mata pelajaran bahasa yang diberikan kepada siswa kelas 7 – 12, sekali dalam seminggu siswa diminta untuk menulis tentang beragam topik sosial seputar penilaian diri dan pemilihan pekerjaan. Selain topik sosial Davis juga menekankan agar para siswa menulis tentang moral,  hal ini bertujuan antara lain untuk  membangun karakter siswa dan mencegah timbulnya masalah. Davis meyakini bahwa sistem yang sedemikian ini akan membantu “menyembuhkan” masyarakat Amerika.
C.    Akar Sejarah Ketiga
Perkembangan sejarah ketiga dari perkembangan konseling psikologi tidak dapat dilepaskan dari Gerakan Kesehatan Mental (Mental Hygiene Movement) pada awal abad ke-20. Gerakan ini dianggap penting bagi konseling psikologi dan vocational guidance karena beberapa hal yaitu,
a.       Trauma perang yang dialami oleh sebagian besar generasi muda dan para siswa, yang sulit diselesaikan dengan hanya menggunakan pendekatan bimbingan dan konseling
b.      Perlunya informasi tentang faktor-faktor yang menyebabkan gangguan jiwa yang banyak dialami siswa sehingga mengakibatkan kesulitan belajar
Pencetus gerakan ini adalah Clifford Beers. Beers bukanlah seorang dokter ataupun psikolog, dia adalah seorang mahasiswa Yale yang pernah menderita gangguan mental dan sempat dirawat di beberapa rumah sakit jiwa. Pada tahun 1908 Beers berkesempatan untuk menuliskan pengalaman pribadinya selama menghuni RSJ dalam sebuah buku yang diberinya judul “A Mind That Found Itself”. Dalam bukunya ia mengemukakan pendapatnya perlu adanya peningkatan fasilitas dan treatment dalam proses peningkatan kesehatan mental. Buku ini menyentak perhatian publik untuk segera melakukan reformasi kemanusiaan, serta menumbuhkan kebutuhan masyarakat akan pemecahan ilmiah terhadap masalah-masalah gangguan mental. Berikutnya buku ini mengawali kajian-kajian ilmiah seputar kesehatan mental ( Gibson and Mitchell, 1981 ).
Pada tahun 1909 Beers mendirikan The National Committee for Mental Hygiene. Dengan bantuan beberapa psikolog seperti William James dan Adolf Meyer, gerakan kesehatan mental diluncurkan untuk mengedukasi masyarakat luas agar memberikan apresiasi yang lebih baik kepada orang-orang yang mengalami gangguan mental. Gerakan ini kemudian secara signifikan mampu meningkatkan standar treatment dan pencegahan gangguan mental, serta mendirikan klinik untuk anak-anak yang terganggu mentalnya.




D.    Akar Sejarah Keempat
Gerakan Psikometrika ( The Psychometric Movement ) yang ditandai oleh munculnya studi tentang individual differences. Gerakan pertama muncul di Perancis oleh Alfred Binet dan rekannya Theodore Simon yang memperkenalkan pada publik sebuah alat tes untuk mengukur tingkat intelegensi umum tahun 1905. Pada tahun 1916 alat ini diterjemahkan dan dikembangkan di Amerika Serikat oleh Lewis M. Terman dan rekan-rekannya di Stanford University dan kemudian dipergunakan secara luas di sekolah-sekolah ( Gibson & Mitchell, 1981 ). Ketika memasuki PD I Amerika serikat membutuhkan sebuah alat tes psikologi untuk tujuan rekruitmen calon tentara, maka dikembangkanlah alat tes Army Alpha dan Army Beta oleh Walter Dill Scott.
Setelah periode PD I ini penggunaan alat tes menjadi sangat populer, dalam mengukur intelegensi seseorang, konselor juga mempertimbangkan faktor sikap, prestasi, minat dan kepribadian, dan semua faktor itu diukur dengan menggunakan alat tes, sehingga konselor menjadi sangat tergantung pada alat tes. Pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan tes menjadi bagian dari materi pelatihan bagi konselor. Jumlah alat tes juga semakin banyak dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang semakin meningkat di berbagai bidang, seperti industri, pendidikan, pemerintahan, bahkan juga dipakai oleh para konselor yang membuka praktek. Begitu luasnya penggunaan alat tes oleh para konselor pada waktu menimbulkan suatu pandangan bahwa testing dan konseling adalah sebuah hal yang sama / identik ( Capuzzi & Gross, 1991 ).

E.     Akar Sejarah Kelima
Pada akhir tahun 1930-an E.G. Williamson dan koleganya di Universitas Minnesota memperluas gerakan Parsons dan melahirkan teori pertama tentang bimbingan dan konseling yang dikenal dengan teori trait factor dan mengembangkan suatu model konseling karir untuk membantu para siswa dan pengangguran. Sebuah pendekatan konseling trait factor, yang setelah melalui berbagai modifikasi sekarang lebih kita kenal sebagai konseling klinis, sebuah teori yang bersifat sangat direktif ( directive theory ), di mana peran konselor sangat besar dalam proses konseling ( counselor-centered ). Dalam pendekatan ini konselor dituntut untuk menyiapkan informasi untuk memotivasi dan mengarahkan klien, pendekatan ini juga mengharuskan konselor untuk memahami dan mengapresiasi kemungkinan-kemungkinan sosial yang bisa mempengaruhi pengambilan keputusan klien. Pendekatan Trait-factor ini banyak dianggap meruntuhkan dominasi penggunaan alat tes yang dianggap kaku dan kurang manusiawi, yang pada periode sebelumnya begitu diagung-agungkan oleh konselor.

F.     Akar Sejarah Keenam
Pada awal tahun 1940-an mulai dikembangkan konseling dan psikoterapi oleh Carl R. Rogers. Rogers mengembangkan model konseling nondirective sebagai alternatif terapi, yang kemudian disebut konseling terpusat pada klien (client-centered therapy). Gerakannya yang berorientasi humanistik merupakan reaksi terhadap pendekatan direktif-nya E.G. Williamson.
Menurut Rogers, tugas dan tanggung jawab konselor adalah mengempati dunia pengalaman klien, mengembangkan lingkungan yang mendorong tumbuhnya aktualisasi diri, dan membantu klien mengembangkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah. Di sini konselor menjadi orang yang menyertai klien menjelajahi penemuan diri. Rogers juga mempelopori penggunaan alat perekam baik audio maupun visual dalam proses konseling, sesuatu yang belum pernah terlintas di benak orang-orang pada waktu itu. Bekerja dalam suasana akademis di Ohio State University dan University of Chicago, Rogers menuangkan pikiran-pikirannya dalam 2 buku, yaitu Counseling and Psychotherapy: Newer Concepts in Practice pada tahun 1942, dan Client-Centered Theraphy pada tahun 1951 ( Capuzzi & Gross, 1991 ).

G.    Akar Sejarah Ketujuh
Sampai pada periode ini konseling telah bergantung pada 4 teori utama yaitu Psikoanalisa, dan Behaviorisme,  Directive ( E.G. Williamson ), dan Non-directive ( Carl R. Rogers ), mulai tahun 1950-an, banyak pendekatan-pendekatan baru diciptakan, yang dengan adanya teori-teori baru tersebut, masyarakat menjadi lebih percaya terhadap konseling dan membuatnya lebih dapat diterima.
Terdapat 2 kelompok pelopor yang mempunyai peran besar dalam mengembangkan pendekatan posmodernisme ( Corey, 2005 ). Di antaranya akan dipaparkan berikut ini,
1.    Narrative Therapy
Narrative Therapy adalah bentuk psikoterapi yang menggunakan narasi. Mulai dikembangkan antara tahun 1970-an sampai 1980-an oleh Michael White (Australia ) dan David Epston ( New Zealand ). Pendekatan Narrative Theraphy ini mulai dikenal luas di Amerika Utara pada tahun 1990 melalui buku mereka “Narrative Means to Therapeutic Ends”, yang kemudian diikuti dengan beberapa buku dan artikel tentang sejumlah kasus anorexia, ADHD, schizophrenia, dan beberapa masalah lain yang sebelumnya tidak bisa dipecahkan. Pada tahun 2007 White juga menerbitkan “Maps of Narrative Practice” yang berisi tentang 6 macam percakapan kunci.
Istilah narrative therapy mempunyai arti yang berbeda dengan narrative psychology, atau terapi lain yang menggunakan media cerita. Narrative therapy merujuk pada ide dan praktek yang telah dilakukan oleh Michael White, David Epston, dan beberapa rekannya. Para terapis menggunakan cerita dan konsep situasi dalam melaksanakan terapi. Terapis bekerjasama dengan klien dalam menemukan atau merangkai sebuah cerita tentang pengalaman hidup klien, kemudian menghilangkan bagian-bagian negatif cerita tersebut, dalam rangka membantu klien
2.    Solution-Focused Brief Therapy
Solution-Focused Brief Therapy telah dikembangkan sejak 50 tahun yang lalu di AS, kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia termasuk ke Eropa. Istilah SFBT dan beberapa langkah-langkah pendekatannya diperkenalkan oleh sepasang suami istri Steve de Shazer dan Insoo Kim Berg bersama tim mereka dalam Brief Family Therapy Center di Milwaukee, AS. Anggota timnya antara lain adalah Eve Lipchik, Wallace Gingerich, Elam Nunnally, Alex Molnar, and Michele Weiner-Davis. Penelitian mereka dilanjutkan oleh beberapa Milton Erickson dan beberapa rekannya di Mental Research Institute, Palo Alto pada awal tahun 1980-an.
Solution focused brief therapy (SFBT), adalah sebuah tipe terapi bicara yang berdasar pada filosofi konstruksi sosial, yang fokusnya lebih pada apa yang ingin dicapai oleh klien, bukan pada masalah yang dihadapi. Pendekatannya tidak pada masa lalu, melainkan pada masa kini, dan masa depan. Konselor berusaha menggali tentang apa yang diinginkan klien untuk masa depannya nanti, kemudian bersama-sama dengan klien, konselor menentukan cara dan arah perubahan yang harus dilakukan agar tujuan hidupnya tercapai. Untuk melengkapi informasi, konselor juga perlu mengetahui tentang kelebihan dan kekurangan klien, hal ini bisa diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan klien.

H.    MASUKNYA BK KE INDONESIA
            Menurut Andi Mappiare dalam bukunya Pengantar Bimbingan dan Konseling di Sekolah 1984 ( Winkel, 2007 ), terdapat 2 gerakan dalam sejarah  pendidikan nasional yang mengandung benih-benih pelayanan bimbingan, yaitu:
1.      Gerakan Perguruan nasional Taman Siswa di tahun 1922, yang memiliki dasar kebebasan bagi setiap orang untuk mengatur dirinya sendiri serta keharusan anak didik yang berusaha atas kekuatannya sendiri
2.      Pendirian Sekolah Kerja pada tahun 1926 oleh Mohammad Safii, yang menekankan perlunya inisiatif perseorangan dan rasa tanggung jawab serta kelayakan memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengembangkan suatu keterampilan pekerjaaan yang  cocok baginya.
Titik tolak perluasan pelayanan bimbingan sebagai usaha terencana dan terorganisasi di Indonesia adalah kebutuhan akan bimbingan belajar atau bimbingan pendidikan, bukan kebutuhan akan bimbingan jabatan. Kebutuhan itu awalnya disadari oleh staf dosen di fakultas-fakultas keguruan dan ilmu pendidikan serta para pejabat dalam lingkungan Departemen P & K sepulangnya dari kunjungan kerja ke Amerika Serikat  pada awal tahun 1960-an. Di sana mereka menyaksikan pelaksanaan berbagai program bimbingan di sejumlah sekolah. Mereka kemudian mendorong agar sekolah-sekolah di Indonesia juga melaksanakan program bimbingan demi penyempurnaan dan peningkatan mutu pendidikan sekolah. Dengan demikian, gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia pada awalnya adalah merupakan barang impor yang diadaptasi, ibarat tunas tumbuhan yang dibawa dari tempat lain untuk ditanam di Indonesia, kemudian para ahli pendidikan mencoba mengintegrasikannya dalam stuktur lembaga pendidikan nasional kita.




























DAFTAR RUJUKAN

_______. 2010. Brief psychotherapy. (online), (http://en.wikipedia.org/wiki/Brief_psychotherapy diakses tanggal 16 September 2010).

 

_______. 2010. Narrative therapy. (online), (http://en.wikipedia.org/wiki/Narrative_therapy diakses tanggal 16 september 2010).

 

Capuzzi, David & Douglas R. Gross. 1991. Introduction to Counseling : Perspective for the 1990s. Massachusetts : Allyn and Bacon.

 

Corey, Gerald. 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. USA : 7th edition.

Gibson, Robert L. & Marianne H. Mitchell. 1981. Introduction to Guidance. New York: Macmillan Publishing Co., Inc.

Wardhani, Nurul. 2008. Kajian Historis Mengenai Konseling di Dunia. (online), (http://pustaka.unpad.ac.id/wp content/uploads/2009/12/kajian_historis_mengenai_konseling_di_dunia.pdf, diakses tanggal 08 September 2010).

Winkel, W.S. & M.M. Sri Hastuti. 2007. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta : Penerbit Media Abadi.

No comments:

Post a Comment