1. Pengantar
Seperti yang telah diuraikan di Bab I bahwa pendidikan dan pencapaian dalam pekerjaan adalah dua hal yang saling berkaitan. Jika kita ingin membantu orang yang kurang beruntung dari segi ekonomi agar mendapatkan bagian kekayaan yang adil dari negara ini, maka pertama-tama kita harus melihatnya dari kesempatan pendidikan yang mereka dapatkan dan kemudian menghubungkannya dengan karir yang ada.
Beberapa orang percaya bahwa lembaga pendidikan kita, khususnya sekolah negeri K-12 yang ada, telah berubah pesat menjadi lembaga kelas kedua. Mereka merujuk pada data National Educational Assessment Program dan hasil-hasil penelitian lainnya. Jerry Thrusty dan Saya (Brown & Thrusty, 2005) telah mengulas data-data tersebut dan menghasilkan sebuah kesimpulan yang berbeda. Kesimpulan tersebut adalah bahwa sekolah yang ada telah gagal dalam memberikan edukasi kepada siswa kulit putih yang miskin dan siswa minoritas. Jika kesimpulan kami ini benar, maka tujuan utama kami untuk membantu kelompok-kelompok marginal agar mendapatkan kesetaraan pendapatan ekonomi akan menjadi sangat sulit.
Sebagai seorang penasehat karir, anda memiliki dua buah tugas. Pertama, mengenalkan diri anda dengan sistem pendidikan dan mengajarkan pada klien anda bagaimana caranya menegosiasikan sistem tersebut untuk mempersiapkan diri mereka agar mendapatkan pekerjaan yang berkualitas tinggi. Kedua, mendukung terciptanya sekolah, perguruan tinggi, dan program-program pelatihan yang lebih baik bagi kalangan remaja dan orang dewasa di negara ini. Berikut ini ulasan yang akan kami berikan sehingga nantinya bisa dijadikan panduan bagi anda.
Pelatihan bisa dibagi menjadi dua jenis umum, yaitu pendidikan umum dan pendidikan kejuruan. Jenis yang pertama meliputi semua bentuk persiapan akademik umum yang membangun daya nalar dan adaptabilitas; kemampuan untuk memahami dan mengikuti arahan; dan keterampilan dasar, seperti matematika, bahasa, membaca, dan menulis.
Sedangkan persiapan pendidikan kejuruan diarahkan pada teknik-teknik pembelajaran, pengetahuan, dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk suatu kondisi kerja yang spesifik. Secara umum, tiap-tiap individu difokuskan agar memiliki keterampilan kejuruan yang spesifik ketika ia telah masuk dunia kerja, sehingga ia menyadari bahwa ia memang membutuhkan keterampilan dan pengetahuan tersebut agar dapat bekerja dengan baik.
2. Sekolah Menengah dan Persiapan Untuk Kerja
Mempersiapkan siswa sekolah menengah untuk memasuki dunia kerja telah menjadi fokus jangka panjang dari negara ini. Namun tidak seperti halnya di beberapa negara Eropa, di sini siswa tidak diarahkan ke opsi perguruan tinggi atau non perguruan tinggi berdasarkan nilai ujian atau tingkatan kelas. Kelemahan dari sistem ini adalah ketika siswa lulus dari sekolah lanjutan, maka mereka akan kesulitan dalam memasuki dunia kerja
Di North Carolina, sebelum memasuki sekolah menengah, para siswa diminta untuk membuat rencana masa studi empat tahunnya untuk mengarah pada salah satu dari empat opsi: perguruan tinggi, pendidikan tingkat lanjutan plus karir teknis, pendidikan ikatan dinas, atau non kesarjanaan. Dua pendekatan yang sering dipakai di sebagian besar sekolah adalah pendidikan kejuruan danprogram pengalaman kerja.
Pendidikan Kejuruan
Program pendidikan kejuruan dibentuk secara formal di Amerika Serikat selama berlangsungnya Perang Dunia I dan terus tetap ada sampai sekarang. Program pendidikan kejuruan menawarkan persiapan kejuruan yang spesifik untuk berbagai macam jenis pekerjaan, mulai dari ilmu kecantikan (salon) sampai dengan percetakan dan servis kendaraan bermotor. Sebagian besar program kejuruan ini mengharuskan siswa untuk menyelesaikan program pendidikan yang sangat ketat dan ditujukan khususnya bagi siswa yang memiliki kemampuan akademis yang tinggi. Namun demikian, ada beberapa sekolah yang juga menerima siswa dengan kemampuan akdemis yang rendah. Di sekolah-sekolah ini, terdapat pembimbing karir yang terus memandu mereka, baik dari segi pemilihan pekerjaan maupun pada tataran penempatan mereka di dunia kerja.
Program Pengalaman Kerja
Sebagian besar sekolah lanjutan menyertakan kesempatan kerja dalam kurikulum mereka, yaitu menggabungkan studi di ruang kelas dan pengalaman di dunia kerja. Kesempatan yang diberikan ini tidak berbeda jauh antara sekolah yang satu dengan yang lain, biasanya diberi nama sesuai dengan deskripsi kurikulumnya, misalnya pengalaman kerja kooperatif, pendidikan distributif, praktek perkantoran, pengalaman kerja, pelatihan diversifikasi. Program-program ini pada umumnya dimasukkan ke dalam kurikulum kejuruan yang dimiliki sekolah. Tujuan umum dari program ini adalah untuk mempersiapkan siswa-siswa terpilih untuk ditempatkan di suatu pekerjaan sambil menempuh pendidikan sekolah menengah mereka. Bagi siswa yang berhasil, setelah lulus, mereka akan diberi pekerjaan dengan status full time.
Program tersebut di atas diharapkan mencapai hal-hal sebagai berikut:
1. Siswa memiliki tujuan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya masing-masing.
2. Siswa mampu mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk masuk ke bidang pekerjaan sesungguhnya, baik sebagai pekerja tetap maupun sebagai peserta magang.
3. Siswa memperoleh informasi-informasi teknis dan yang berhubungan dengan praktek pekerjaannya.
4. Siswa mampu mengembangkan prilaku dan karakter pribadi yang baik sehingga akan meningkatkan kemajuan dan keberhasilannya di bidang pekerjaan.
5. Siswa akan menjadi lebih matang dalam menjalin hubungan dengan sekolah, ekonomi, sosial dan kehidupan sehari-harinya.
Secara lebih khususnya, agar siswa dapat meraih hal tersebut di atas, maka siswa harus (1) menguasai keterampilan kerja yang dibutuhkan, (2) memiliki pengetahuan yang memadai agar memiliki kecerdasan dan kemampuan penilaian yang baik di dunia kerja, dan (3) mengembangkan karakteristik pribadi dan sosial agar mampu hidup selaras dengan pekerjaan dan masyarakat. Pendidikan tentang keterampilan kerja yang diberikan oleh instruktur haruslah dikondisikan semirip mungkin dengan dunia kerja sesungguhnya.
Program ini pada umumnya mengkondisikan para siswa untuk mengikuti pelajaran di kelas sebanyak 50% dan 50% lainnya dihabiskan di suatu posisi pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Di beberapa kota besar, sistemnya agak lebih berbeda, dimana siswa selama seminggu mengikuti pelajaran di kelas, dan seminggu berikutnya dihabiskan di tempat kerja, bergantian dengan teman-temannya sesuai jadwal yang diberikan. Namun yang sering diterapkan adalah siswa mengikuti pelajaran di kelas pada waktu pagi hari, dan sore harinya siswa menghabiskan waktunya di tempat kerja.
Informasi umum tentang apa-apa saja yang harus dilakukan diberikan saat siswa mengikuti pelajaran. Informasi ini biasanya mencakup tentang unit-unit hubungan antara pekerja-atasan, klausul Jaminan Sosial, manajemen keuangan, masalah pajak pendapatan, kepribadian dan pekerjaan, dan organisasi pekerja. Bahan pelajaran ini diberikan kepada semua siswa, dimana bahan ini biasanya disebut dengan mata pelajaran bahan-bahan umum. Beberapa sekolah mengatur jadwal mereka dengan memberikan bahan-bahan umum di satu periode dan memberikan bahan-bahan pelajaran spesialisasi di periode yang lain.
Pengalaman kerja haruslah dibuat serealistis mungkin – program ini harus mencerminkan karakteristik pekerjaan pada umumnya dan mereka mendapatkan bayaran/gaji. Di sini para siswa akan mendapatkan pengalaman dan permasalahan seperti halnya yang didapatkan para pekerja reguler pada umumnya, namun dengan beberapa keuntungan tambahan, sebab para siswa masih mendapatkan bimbingan dan bantuan dari koordinator, baik dalam melakukan penyesuaian maupun dalam mengambil suatu keputusan.
Manfaat dari program pengalaman kerja ini akan nampak jelas secara langsung. Pengalaman yang didapatkan sama dengan yang ada di dunia nyata, sebab kerangka berpikir siswa sudah dirancang untuk menganggap bahwa mereka memang benar-benar bekerja. Akan terbentuk suatu hubungan langsung antara sekolah dan pekerjaan, dimana mata pelajaran yang diberikan menjadi tali penghubung diantara keduanya. Para siswa yang mengikuti program ini akan benar-benar merasakan manfaat program ini ketika mereka terjun dalam pekerjaan yang sebenarnya.
Selain manfaat di atas, program ini tentunya memiliki kelemahan-kelemahan. Sebab tidaklah selalu dimungkinkan untuk membuat suatu kondisi penempatan kerja yang ideal yang dapat memberikan pelatihan dan pengalaman secara maksimum. Beberapa majikan pada umumnya menghendaki tenaga kerja yang murah ketika mereka akan memberikan pelatihan. Di lain sisi, para siswa kebanyakan motivasi utamanya adalah lebih cenderung karena gaji yang bisa mereka terima, bukan karena mempersiapkan diri. Beberapa komunitas ada yang tidak bisa menyediakan suatu pekerjaan dengan pengalaman yang luas. Masalah lainnya adalah sedikitnya jumlah siswa yang bisa ditangani oleh para koordinator, sebab koordinator perlu banyak waktu untuk melakukan pengawasan lapangan, konsultasi dengan pihak majikan, dan melakukan pengamatan terhadap siswa yang telah diterima bekerja; akibatnya, program ini seringkali tidak menyentuh banyak siswa, namun hanya pada siswa yang memang berencana untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.
Akademi
Salah satu pendekatan yang paling baru dalam mempersiapkan siswa di dunia kerja adalah dengan adanya akademi. Akademi ini, seperti halnya program pendidikan kejuruan lainnya, merupakan sebuah program yang dirancang untuk mempersiapkan siswa untuk bekerja di suatu pekerjaan yang spesifik. Salah satu akademi yang terkenal adalah yang dikembangkan oleh Cisco System, perusahaan manufaktur dibidang komputer dan sistem telepon. Akademi ini dibentuk karena perusahaan berskala besar tersebut mengalami kekurangan teknisi yang bisa memperbaiki peralatan mereka. Oleh karena itu, para eksekutif Cisco Systems mendesain sebuah kurikulum sekolah menengah atas untuk melatih para teknisi dan memberikan sertifikasi yang menjamin bahwa semua teknisi yang lulus dari akademi ini sudah memenuhi standar untuk dapat menangani pekerjaan yang diberikan.
3. Pendidikan Luar Sekolah – Tanpa Ijazah
Sangat sedikit sekolah yang mampu mempertahankan siswanya samapi mereka lulus. Pada umumnya mereka dropout karena berbagai macam alasan dan masalah. Beberapa siswa menganggap bahwa program sekolah ini tidak memberikan apa-apa kepada mereka dan akhirnya mereka keluar dari sekolah tersebut secara sukarela. Sedangkan siswa lainnya mengalami masalah yang sangat beragam, mulai dari kemiskinan, disuruh keluar oleh orang tua, tidak punya keluarga, hamil, tidak bisa menyesuaikan diri dengan baik, kecanduan narkoba, dan sebagainya, dimana para siswa seperti ini sangat jarang mendapatkan bantuan dari sekolah dalam mengatasi permasalah tersebut. Namun menariknya, justru individu seperti inilah yang menjadi target dari program tersebut. Sebab pada umumnya para individu yang mengalami permasalahan di atas tidak memiliki rencana atau target karir, tidak punya keahlian kejuruan yang spesifik, dan terpinggirkan dalah hal pendidikan umum. Karena mereka tidak mengenal dunia kerja, maka mereka menjadi tidak tahu bagaimana cara mencari kerja, jenis-jenis pekerjaan apa saja yang mungkin cocok untuk mereka, dan dimana mereka bisa menemukan pekerjaan tersebut. Secara umum, ada dua pilihan yang ditawarkan bagi kelompok individu seperti ini, yaitu OJT (on the job training) dan program kemitraan pelatihan keterampilan.
On The Job Training (OJT)
Di beberapa tempat kerja, ada yang tidak menyaratkan tenaga kerjanya harus memiliki pendidikan spesialisasi ataupun pengalaman kejuruan yang spesifik. Hal ini dikarenakan memang pekerjaan tersebut bisa langsung dipelajari secara singkat dengan memberikan contoh yang cukup atau memang tidak memerlukan latar belakang pendidikan umum untuk bisa melakukannya. Namun kesimpulan seperti ini tidaklah selalu tepat. Sebab terkadang pihak majikan memang sengaja mencari pekerja yang belum berpengalaman agar nantinya dapat ditraining sesuai dengan yang diinginkan oleh si majikan.
Sebagian besar perusahaan memberikan kesempatan OJT ketika pekerjaan yang ditawarkan dapat dipelajari dalam waktu yang relatif singkat, sehingga pekerja tersebut akan dapat langsung ditempatkan di posisinya. Jika posisi pekerjaan tersebut harus dilakukukan secara tim atau berkelompok, maka pekerja yang masih baru akan ditugaskan untuk melihat anggota tim yang sudah berpengalaman, dimana pelatihan ini bisa berupa membantu ataupun hanya mengamati saja dalam rentang waktu tertentu.
Program Kemitraan Pelatihan Keterampilan
Sejak Perang Dunia II, Amerika Serikat telah berusaha membuat suatu sistem untuk melatih atau melatih kembali para pekerja yang dibutuhkan di suatu produksi tertentu. UU Pelatihan dan Pemberdayaan Manusia memberikan dasar hukum untuk dilaksanakannya program pelatihan ini selama periode perang, dimana sebagian besar pekerja ditempatkan di industri-industri yang berkaitan dengan pertahanan dan alat-alat perang.
Seiring berakhirnya perang, program tersebut pada akhirnya ditujukan bagi para pemuda dan orang dewasa miskin untuk mempersiapkan mereka agar bisa masuk ke dunia kerja. Program tersebut mencakup juga OJT, kelas-kelas pelatihan, pendidikan untuk pemulihan, pelatihan keterampilan dasar, bantuan pencarian kerja, dan program pemuda percontohan. Setidaknya paling sedikit 40% dari dana yang disediakan harus diperuntukkan bagi pemuda miskin berusia 16 sampai 21 tahun. Sembilan puluh pesertanya haruslah orang-orang yang miskin. Sedangkan 10 persen sisanya diisi oleh beragam kalangan, seperti orang cacat, bekas narapidana, tunawisma, golongan manula, para ibu muda, dan lain-lain.
Job Corps
Job Corps (www.jobcorps.doleta.gov) merupakan program residensial gratis dengan 120 kantor pusat yang tersebar di seluruh Amerika Serikat. Job Corps pertama kali didirikan pada tahun 1964 sebagai tindak lanjut dari UU Kesetaraan Kesempatan. Job Corps memberikan layanan-layanan sebagai berikut:
· Bimbingan intensif yang ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan diri para siswa.
· Layanan kesehatan
· Pendidikan pemulihan.
· Pendidikan kejuruan yang spesifik.
· Pengembangan keterampilan sosial yang bertujuan untuk membantu mereka mendapatkan dan mempertahankan pekerjaannya.
· Pemberian pendidikan yang ditujukan agar mereka memiliki ijazah sekolah menengah atau sertifikat GED.
· Pelatihan kependudukan.
Siapa saja yang bisa masuk program ini, selain memenuhi persyaratan usia, adalah sebagai berikut:
· Warga negara AS atau pendatang yang telah legal.
· Memiliki penghasilan yang rendah.
· Dropout dari sekolah atau individu yang memerlukan tambahan pendidikan akademis atau pendidikan kejuruan, bimbingan karir intensif, atau individu yang tidak memiliki rumah atau kabur dari rumah.
· Sebagai orang tua muda.
· Tidak memiliki ketergantungan narkoba dan berkomitmen untuk tetap tidak terlibat narkoba selamanya.
· Jika memiliki anak, maka harus memiliki rencana perawatan anak.
· Tidak pernah dihukum oleh pengadilan atau dikenai denda oleh pengadilan.
4. Pendidikan Luar Sekolah – Berijazah SMU
Lulusan dari sekolah menengah memiliki akses untuk mengikuti program OJT, dan di beberapa situasi tertentu bahkan mereka bisa mengikuti program pelatihan pemerintah. Di sini kami akan membahas dua program tambahan untuk meningkatkan daya saing mereka-mereka yang telah memiliki ijazah SMU. Kedua program tersebut adalah program magang dan pelatihan militer.
Program Magang
Program magang ini pertama kali diperkenalkan pada Abad Pertengahan. Pada masa itu, selama dalam periode kontrak kerja yang pada umumnya selama tujuh tahun, pekerja muda melayani atau bekerja untuk si majikan; sebagai imbalannya, si majikan memberikan makanan dan tempat bernaung/pondokan, biasanya di rumah si majikan itu sendiri, dan mengajarkan pada si pemuda tentang keterampilan dan rahasia agar bisa mahir. Setelah masa kerja berakhir, si pekerja muda tersebut akan diterima di serikat pekerja sebagai ahli perdagangan atau tenaga ahli yang independen. Ketika usaha yang dirintis oleh si pemuda semakin berkembang, maka status si pemuda akan berubah menjadi majikan dan dia akan mencari pemuda-pemuda baru untuk diajarkan seperti yang pernah ia tempuh sebelumnya.
Program Magang Nasional dibentuk oleh Kongres pada tahun 1937. Kemudian atas dasar UU Fitzgerald dibentuklah suatu badan yang disebut dengan Bureau of Apprenticeship dan Training (BAT). Biro ini menetapkan beberapa standar dasar sebagai acuan dari program magang tersebut:
1. Pekerjaan yang bisa dimagangkan biasanya menyaratkan periode pembelajaran selama satu sampai enam tahun. Namun kebanyakan paling lama empat tahun.
2. Pekerjaan tersebut harus diorganisir ke dalam sebuah jadwal proses kerja, sehingga peserta magang akan mendapatkan pengalaman di semua fase kerja.
3. Harus ditetapkan suatu sistem penggajian yang progresif bagi peserta magang, diawali dengan nominal gaji setengah dari gaji pekerja reguler.
4. Pengajaran di dalam kelas harus ditempuh setidaknya 144 jam per tahun.
5. Perjanjian tertulis, yang meliputi ketentuan dan syarat-syarat pekerjaan dan pelatihan bagi masing-masing peserta magang, harus didaftarkan ke Dewan Permagangan Negara.
6. Dewan Permagangan Negara memberikan ulasan terhadap program permagangan tingkat lokal.
7. Program magang dibentuk secara bekerja sama antara majikan dan pekerja.
8. Keseluruhan program harus mendapatkan supervisi dan pencatatan yang memadai.
9. Kesempatan yang adil dan penuh harus diberikan kepada para pelamar magang, dimana seleksi yang diterapkan adalah berbasis kualifikasi saja tanpa adanya diskriminasi.
10. Evaluasi periodik terhadap perkembangan program tersebut harus dilakukan, baik dari sisi performa kerja maupun hal-hal yang berkaitan dengan materi pengajarannya.
11. Penghargaan yang cukup harus diberikan kepada peserta yang telah lulus.
Program magang ini memiliki beberapa manfaat, antara lain:
1. Program ini memberikan cara yang paling efektif dalam melatih orang-orang agar mampu memenuhi tuntutan masa kini dan masa depan.
2. Program ini menjamin terpenuhinya ketersediaan tenaga terampil yang mumpuni di bidang perdagangan.
3. Program ini menjamin komunitas orang-orang yang kompeten dan ahli di bidangnya di semua cabang-cabang perdagangan.
4. Program ini menjamin terpenuhinya kebutuhan konsumsi yang berkualitas tinggi yang diproduksi oleh orang-orang yang ahli di bidangnya.
5. Program ini meningkatkan produktifitas masing-masing pekerja.
6. Program ini memberikan rasa keamanan pada tiap-tiap pekerja.
7. Program ini meningkatkan hubungan antara pekerja-majikan.
8. Program ini menghilangkan proses supervisi personal, sebab orang-orang ini telah dilatih untuk melakukan inisiatif, imajinasi, dan kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaan.
9. Program ini menyediakan sumber-sumber supervisi untuk masa depan.
10. Program ini menyediakan hal yang bersifat serbaguna, sehingga bisa digunakan sewaktu-waktu seiring perubahan kondisi yang terjadi.
11. Program ini dapat menarik minat para pemuda untuk bekerja di bidang industri.
12. Program ini pada umumnya akan dapat meningkatkan tingkat skil di bidang industri.
Kualifikasi yang disyaratkan pada pekerja, seperti usia, pendidikan, aptitud, gaji, jam kerja, klausul permagangan, jadwal proses pekerjaan, dan jam kelas yang harus ditempuh, pada umumnya dicantumkan secara detail berdasarkan standar lokal setempat.
Informasi tentang permagangan ini dapat diperoleh dari beberapa sumber. Di tingkat lokal, serikat pekerja bisa juga menyediakan informasi tentang program ini, atau pada umumnya kantor ketenagakerjaan setempatbisa dimintai nama, alamat, dan nomor telepon yang bisa dihubungi terkait dengan program ini.
Table 9.1
Contoh pekerjaan yang cukup besar
1. Airframe and Power Plant Mechanic 2. Automobile Body Repairer
3. Automobile Mechanic 4. Baker
5. Biomedical Equipment Technician 6. Boatbuilder, Wood
7. Boilermaker 8. Boiler Operator
9. Butchen, Meat 10. Bricklayer
11. Cabinetmaker 12. Car Repairer (Railroad)
13. Carpenter 14. Cement Mason
15. Compositor 16. Computer Peripheral Equipmen
Operator (Clerical)
17. Contruction Equipment Mechanic 18. Cook
19. Coremaker 20. Cosmetologist
21. Dairy Equipment mechanic 22. Dental LaboratoryTechnician
23. Drafter, Architectural 24. Drafter, Mechanical
25. Drilling Machine Operator 26. Electrician
27. Electrical Repairer 28. Electronics Mechanic
No comments:
Post a Comment