Friday, June 24, 2011

Bimbingan Dan Konseling Sebagai Profesi: Syarat, Identitas, Sifat Dasar, Wawasan, Dan Kredensialisasi


BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI PROFESI:
SYARAT, IDENTITAS, SIFAT DASAR, WAWASAN, DAN KREDENSIALISASI

A.      Dasar Pemikiran Standarisasi Profesi Konselor
Standarisasi diperlukan oleh setiap profesi. Standarisasi profesi konselor dilakukan atas dasar pertimbangan sebagai berikut:
1.        Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, dst (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6).
2.        PP nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
3.        UU nomor 14 tentang Guru dan Dosen, dalam UU No.14 dijelaskan bahwa konselor memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang tidak sama persis dengan guru
4.        Pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang diampu oleh konselor berada dalam konteks tugas “kawasan pelayanan yang bertujuan memandirikan individu dalam memotivasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum melalui pendidikan”.
5.        Ekspektasi kinerja konselor yang mengampu pelayanan bimbingan dan konseling selalu digerakkan oleh motif altruistik dalam arti selalu menggunakan penyikapan yang empatik, menghormati keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan pengguna pelayanannya, dilakukan dengan selalu mencermati kemungkinan dampak jangka panjang dari tindak pelayanannya itu terhadap pengguna pelayanan, sehingga pengampu pelayanan professional itu juga dinamakan the reflective practitioner.

B.       Syarat Konselor Sekolah
Pekerjaan konselor sekolah bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan ringan, sebab individu-individu yang dihadapi dan ditangani di sekolah memiliki karakteristik, keunikan, dan permasalahn yang berbeda. Konselor sekolah dalam menjalankan tugasnya harus mempunyai kemampuan untuk mengahdapi berbagai individu. Oleh karena itu konselor sekolah harus memenuhi syarat tertentu, antara lain:


1.        Persyaratan pendidikan Formal
a.       Secara general, konselor sekolah adalah sarjana pendidikan (S1) dalam bidang S-1 Bimbingan dan Konseling yang bermuara pada penganugerahan Ijasah Sarjana Pendidikan dengan Kekhususan Bimbingan dan Konseling 
b.      Secara Profesional, mengikuti Progam Pendidikan Profesi Konselor yang bermuara pada penganugerahan Sertifikat Konselor yang memberi hak kepada lulusannya untuk menggunakan gelar profesi Konselor, disingkat Kons
2.        Pengalaman
a.       Konselor sekolah yang professional hendaknya memiliki pengalaman mengajar atau melaksanakan praktek bimbingan dan konseling.
b.      Mengikuti program pelatihan untuk meningkatkan profesionalitas konselor
c.       Terus menerus berusaha dalam  meningkatkan kompetensinya dengan jalan mengikuti perkembangan literatur dalam bidang bimbingan dan konseling, menyelenggarakan dan memahami hasil-hasil riset, serta berperan serta secara aktif dalam pertemuan-pertemuan organisasi profesi.
3.        Persyaratan kepribadian/kecocokan pribadi
Kualifikasi pribadi yang harus dimiliki oleh konsleor sekolah yaitu:
a.       Mempunyai pemahaman terhadap orang lain secara obyektif dan simpatik
b.      Mempunyai kemampuan untuk bekerjasama yang baik dengan orang lain
c.       Memahami batas-batas kemampuan yang ada pada dirinya
d.      Mempunyai minat yang mendalam dengan individu-individu/para siswa dan berkeinginan sungguh-sungguh untuk memberikan bantuan kepada mereka
e.       Mempunyai kematangan emosi, kedewasaan pribadi, mental, sosial dan fisik.
4.        Persyaratan sifat dan sikap
a.       Sifat genuin. Dalam mengadakan hubungan, konselor harus mmemperlihatkan sifat keaslian dan tidak berpura-pura.
b.      Sikap konselor dalam menerima konseli. Konselor hendaknya memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya atas dasar adanya penghargaan terhadap diri konseli.
c.       Penuh pengertian terhadap konseli. Konselor hendaknya memiliki kemampuan untuk menunjukkan sikap penuh pengertianterhadap konseli. Pengertian konselor yang menyangkut diri konseli adalah segala sesuatu yang telah diungkapkan oleh konseli baik verbal maupun non verbal.
d.      Sifat jujur dan kesungguhan. Konselor sebaiknya bisa bersikap jujur terhadap dir sendiri maupun konseli.  Kejujuran dan kesungguhan konselor akan menumbuhkan saling pengertian dan penghargaan, sehingga dapat mendorong konseli menemukan dirinya secara jujur dengan kacamata yang lebih realistis.
e.       Kemampuan berkomunikasi. Keterampilan utama yang harus dimiliki konselor adalah mengkomunikasikan pemahamannya tentang konseli. Konselor harus dapat menghidupkan proyeksinya dengan perasaannya dan dapat ditangkap serta dimengerti oleh konseli sebagai pernyataan yang penuh penerimaan dan pengetian.
f.        Kemampuan berempati. Konselor dituntut untuk memiliki kemampuan berempati. Sikap empati yaitu sikap menempatkan diri pada situasi orang lain.
g.      Kemampuan membina keakraban. Untuk membina hubungan yang nyaman antara konselor dan konseli, konselor dituntut untuk memiliki kemampuan membina keakraban. Karena keakraban itu merupakan syarat yang sangat penting dalam hubungan konseling.
h.      Sikap terbuka. Keterbukaan konslei akna terwujud apabila ada keterbukaan konselor. Keterbukaan konselor memiliki peranan yang penting untuk menggugah keterbukaan konseli dalam mengemukakan masalahnya.

C.      Identitas Konselor
Dalam konteks keilmuan, bimbingan dan konseling terletak dalam wilayah ilmu normatif, dengan fokus kajian utama bagaimana memfasilitasi dan membawa manusia berkembang dari kondisi apa adanya kepada bagaimana seharusnya. Seorang konselor hendaknya memiliki kemampuan untuk memahami gambaran perilaku individu masa depan, dan konselor datang lebih awal memasuki dunia konseli.
Sejarah menunjukkan terjadinya ragam pemaknaan dan pemahaman terhadap bimbingan dan konseling, dan menghadapkan konselor kepada konflik, ketidak konsistenan, dan ketidak kongruenan peran. Untuk mempersempit kesenjangan semacam ini perlu ada langkah penguatan dan penegasan peran dan identitas profesi. Langkah-langkah tersebut adalah:
1.        Memahamkan Kepala Sekolah
Diyakini bahwa dukungan kepala sekolah dalam implementasi dan penanganan progam bimbingan dan konseling, di sekolah, sangat esensial. Hubungan antara kepala sekolah dengan konselor sangat penting terutama di dalam menentukan keefektivan program. Kepala sekolah yang memahami dengan baik profesi bimbingan dan konseling akan: (a) memberikan kepercayaan kepada konselor dan  memelihara komunikasi yang teratur dalam berbagai bentuk, (b) memahami dan merumuskan peran konselor, (c) menempatkan staf sekolah sebagai tim atau mitra kerja.
2.        Membebaskan konselor dari tugas yang tidak relevan
Masih ada konselor sekolah yang diberi tugas mengajar bidang studi, bahkan mengurus hal-hal yang tidak relevan dengan bimbingan dan konseling, seperti menjadi petugas piket, perpustakaan, koperasi, petugas tatib dsb. Tugas-tugas ini tidak relevan dengan latar belakang pendidikan, dan tidak akan menjadikan bimbingan dan konseling dapat dilaksankan secara profesional.
3.        Mempertegas tanggung jawab  konselor
Sudah saatnya menegaskan bahwa bimbingan dan konseling menjadi tanggung jawab dan kewenangan konselor. Sebutan guru pembimbing sudah harus diganti dengan sebutan konselor (sebagaimana sudah ditegaskan dalam UU No. 20/2003). Perlu ditegaskan bahwa konselor adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling dan memperoleh latihan khusus sebagai konselor, dan memiliki lisensi untuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling. Pemberian kewenangan untuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling didasarkan kepada lisensi dan kredensialisasi oleh ABKIN, sesuai dengan perundangan dan peraturan yang berlaku. Kekuatan dan eksistensin suatu profesi muncul dari kepercayaan publik. Untuk meningkatkan kepercayaan publik yang perlu diperhatikan adalah memliliki kompetensi atau keahlian khusus. Profesi dipersiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus, profesi menggunakan standart kecakapan yang tinggi, diuji melalui pendidikan yang formal terutama memasuki dunia kerja, kompetensi dilakukan periodik, dan adanya perangkat aturan atau kode etik.
Masyarakat percaya bahwa layanan yang diperlukannya hanya bisa diperoleh dari orang yang dianggap sebagai orang yang berkompeten di bidangnya. Kepercayaan publik akan melanggengkan profesi, karena di dalamnya terkandung keyakinan publik bahwa profesi dan para anggotanya itu :
a.       Memiliki kompetensi dan keahlian yang disiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus dalam standar kecakapan yang tinggi. Kompetensi ini diuji melalui pendidikan formal atau ujian khusus sebelum memasuki dunia praktik profesional.
b.      Ada perangkat aturan untuk mengatur perilaku professional dan melindungi kesejahteraan publik. Aspek penting dalam hal ini adalah kepercayaan :
1)        Adanya kodifikasi perilaku profesional sebagai aturan yang mengandung nilai keadilan dan kaidah-kaidah, perilaku professional yang tidak semata-mata melindungi anggota profesi tetapi juga melindungi kesejahteraan publik.
2)        Anggota profesi akan mengorganisasikan dan bekerja dengan berpegang pada standar perilaku profesional. Diyakini bahwa seorang yang profesional akan menerima tanggung jawab mengawasi dirinya sendiri, mampu melakukan self regulation. Dua aspek penting dari self regulation yaitu melahirkan sendiri kode etik dan standar praktek.
3)        Anggota profesi dimotivasi untuk melayani orang-orang dengan siapa mereka bekerja.
Setiap saat persepsi publik terhadap profesi dapat berubah karena perilaku tidak etis, tidak profesional dan tidak bertanggung jawab dari para anggotanya. Seorang konselor profesional mesti menaruh kepedulian khusus terhadap konseli, karena konseli amat rawan untuk dimanipulasi dan dieksploitasi.
            Kode etik suatu profesi muncul sebagai wujud self regulation dari profesi itu. Kode etik merupakan suatu aturan yang melindungi profesi dari campur tangan pemerintahh, mencegah ketidaksepakatan internal dalam suatu profesi dan melindungi atau mencegah para praktisi dari perilaku-perilaku malpraktik.
4.        Membangun  standar supervisi
Tidak terpenuhinya standar yang diharapkan untuk melakukan supervisi bimbingan dan konseling membuat layanan tersebut terhambat dan tidak efektif. Supervisi yang dilakukan oleh orang yang tidak memahami atau tidak berlatar belakang bimbingan dan konseling bisa membuat perlakuan supervisi bimbingan dan konseling disamakan dengan perlakuan supervisi terhadap guru bidang studi. Akibatnya balikan yang diperoleh konselor dari pengawas bukanlah hal-hal yang substantif tentang kemampuan bimbingan dan konseling melainkan hal-hal teknis administratif. Supervisi bimbingan dan konseling mesti diarahkan kepada upaya membina keterampilan profesional konselor seperti: memahirkan keterampilan konseling, belajar bagaimana menangani isu kesulitan siswa, mempraktekan kode etik profesi, mengembangkan program komprehensif, mengembangkan ragam intervensi psikologis, dan melakukan fungsi-fungsi relevan lainnya.

D.      Sifat Dasar Konselor
Konselor sebagai tenaga professional memiliki dua fungsi yakni membimbing dan melakukan konseling. Dalam memberikan layanan bimbingan konselor memiliki sifat dasar diantaranya mempunyai integritas, terampil, memiliki kemampuan menilai dan memprediksi secara tajam, standar personal yang tinggi, terlatih dan berpengalaman luas. Konselor juga perlu mempunyai karakteristik obyektif, menghormati dan memahami individu, memahami dirinya sendiri, mampu mendengar dan menyimpan rahasia, mempunyai rasa humor, memiliki kepribadian yang matang.  Disamping itu ada beberapa sifat yang menonjol pada diri konselor, diantaranya: jujur, setia, sehat, berkepribadian baik, dan memiliki filsafat hidup yang mantap. Konselor juga digambarkan sebagai orang yang memiliki sifat-sifat feminin, seperti lembut, menyenangkan, suka member, tidak banyak menuntut dan sebagainya. Rumusna yang diberikan ASCA tentang sifat dasar pekerjaan konselor adalah sebagai “misi dengan keterkaitannya yang mendalam terhadap nilai-nilai kemanusiaan”.
Konselor memberikan pelayanan bantuan yang khusus (unik) secara nyata kepada konseli (pelayanan konseling). Pelayanan dalam konseling diantaranya pemahaman atau pandangan positif tentang klien, bersikap netral terhadap norma dan nilai klien, menerima klien apa adanya, membina keakraban dengan klien, memahami klien (terkait bahasa verbal dan nonverbal klien), empati, jujur, terbuka, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memperhatikan. Disamping itu, konselor juga mampu memberikan pelayanan profesional kepadan siswa, guru, orangtua. Dalam menyelenggarakan pelayanan tersebut konselor disertai tanggungjawab pribadi dalam menetapkan pertimbangan dan keputusan tentang apa yang akan dilakukannya berkenaan dengan penyelenggaraan pelayanan profesional yang dimaksud. Dalam bidang bimbingan, fungsi utama konselor lebih terfokuskan pada perencanaan, pelaksanaan, pengembangan dan penelitian layanan bimbingan bagi para siswa. Dalam konseling, fungsi utama konselor membantu siswa melalui hubungan konseling untuk mengentaskan permasalahan siswa

E.       Wawasan Konselor
Wawasan BK secara khusus meliputi: pemahaman tentang pengertian BK, visi misi BK, bidang layanan BK, kode etik BK, kegiatan pendukung, dan bidang bimbingan BK.
Wawasan kependidikan dan profesi konselor secara umum meliputi:
1.        Konselor wajib terus menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya, ia wajib mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan profesional serta merugikan klien.
2.        Memiliki wawasan pedagogis dalam melaksanakan layanan profesional konseling.
3.        Memahami dengan baik landasan-landasan keilmuan bimbingan dan konseling.
4.        Menghayati kode etik dan proses pengambilan keputusan secara etis.
5.        Mengetahui dengan baik standar dan prosedur legal yang relevan dengan setting kerjanya.
6.        Aktif melakukan kolaborasi profesional dan mempelajari literaturnya.
7.        Menunjukkan komitmen dan dedikasi pengembangan profesional dalam berbagai setting  dan kegiatan.
8.        Menampilkan sikap open minded dan profesional dalam menghadapi permasalahan klien.
9.        Memantapkan prioritas (bidang layanan) profesionalnya.
10.    Mengorganisasikan kegiatan sebagai wujud prioritas profesionalnya.
11.    Merumuskan perannya sendiri sesuai dengan setting dan situasi kerja yang dihadapi.

F.       Kredensialisasi Profesi Konselor
Kredensialisasi merupakan penganugerahan kepercayaan kepada konselor profesional yang menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki kewenangan dan memperoleh lisensi untuk menyelenggarakan layanan profesional secara independen kepada masyarakat maupun di lembaga tertentu.
Pemberian kewenangan yang dimaksudkan itu dilakukan berdasarkan aturan kredensial yang dikeluarkan oleh pihak-pihak yang berwenang. Aturan kredensial itu meliputi pemberian sertifikasi, akreditasi, dan lisensi.
1.        Sertifikasi memberikan pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan konseling pada jenjang dan jenis setting tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tenaga profesi konseling yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
2.        Akreditasi memberikan derajat penilaian terhadap kondisi yang telah dimiliki oleh satuan pengembang dan/atau pelaksana konseling, seperti Program Studi Bimbingan dan Konseling di LPTK, yang menyatakan kelayakan program satuan pendidikan atau lembaga yang dimaksud. Keterlibatan ABKIN dalam melakukan akriditasi dipandang penting karena ABKIN adalah institusi yang menetapkan kompetensi nasional yang harus dicapai melalui program pendidikan konselor di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Dengan sertifikasi dan akriditasi ini, pekerjaan bimbingan dan konseling akan menjadi profesional karena hanya dilakukan oleh konselor yang telah tersertifikasi.
3.         Lisensi memberikan ijin kepada tenaga profesi bimbingan dan konseling untuk melaksanakan praktik pelayanan bimbingan dan konseling pada jenjang dan setting tertentu, khususnya untuk praktik mandiri (privat). Lisensi diberikan oleh ABKIN atas dasar permohonan yang bersangkutan, berlaku untuk masa waktu tertentu dan dilakukan evaluasi secara periodik untuk menentukan apakah lisensi masih bisa diberikan. Pemberian lisensi diberikan atas hasil assessment nasional yang dilakukan ABKIN melalui BAKKN (Badan Akreditasi dan Kredensialisasi Konselor Nasional). Seorang konselor tidak secara otomatis memperoleh kredensialisasi kecuali atas dasar permohonan dan melakukan secara nyata layanan profesi bagi masyarakat atau sekolah.





DAFTAR RUJUKAN

Akhmad Sudrajat. 2008. Masalah Sertifikasi II, (Online), (www.pelanggaran sertifikasi konselor, diakses tanggal 8 November 2010)

Bahan Ajar PLPG PSG Rayon 15 UM. 2010. Bimbingan dan Konseling. Malang: Universitas Negeri Malang

Brown, Duane and David J.Srebalus. 1998. An Introduction to The Conseling Profession. Bostob: Allyn & Baccon

Nugent. Frank A and Karyn Dayle Jones. 2009. Introduction to the  Profession of Counseling. London: Pearson Education, Inc.

Kuntjojo. Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling, (online), http://ebekunt.files.wordpress.com/2009/06/profesionalisasi-bimbingan-dan-konseling.pdf, diakses 25 Oktober 2010)

Pengurus Besar ABKIN. 2005. Standar Kompetensi Indonesia. Bandung: ABKIN

Prayitno. 1987. Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta : Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Zadrian Ardi. 2010. Kode Etik Konselor Indonesia, (online),

No comments:

Post a Comment