Friday, June 24, 2011

Definisi Kelompok : Macam-Macam Kelompok Dan Perspektif Historisnya


                                                       
I.            Definisi
v  Charles Cooley : pertemuan face to face antara beberapa individu yang melibatkan kerjasama yang mendalam.
v  Gladding (2008) : 2 orang atau lebih yang mempunyai ketergantungan satu sama lain, dan mempunyai kesadaran bahwa masing-masing mempunyai niat untuk mencapai sebuah tujuan yang sama.
Tujuannya bisa berupa tugas-tugas yang berhubungan dengan pekerjaan/pendidikan, perkembangan pribadi, problem solving, atau pengobatan/terapi.
II.            Macam-macam Kelompok
Association for Specialists in Group Work (ASGW, 2007), membagi kelompok menjadi 4 macam :
1.   Kelompok tugas
2.   Kelompok bimbingan
3.   Kelompok konseling
4.   Kelompok psikoterapi

1.   Kelompok Tugas
Banyak diterapkan di berbagai tempat, mulai dari sekolah, lembaga-lembaga kesehatan mental, sampai ke perusahaan-perusahaan besar. Kelompok tugas biasanya mempunyai tujuan yang spesifik, dan untuk mencapai tujuan tersebut biasanya menggunakan azas dinamika kelompok, metode kolaborasi, problem solving, dan latihan-latihan pembentukan tim. Tujuan dari kegiatan kelompok ini bukan untuk merubah individu, melainkan untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu dengan efektif dan efisien.
a.       Karakteristik kelompok tugas
Jumlah anggota kelompok tugas :
·         untuk siswa TK / SD antara 6 – 8 siswa/kelompok
·         untuk siswa SMP ke atas bisa lebih banyak tapi maksimal 12 orang/kelompok
Durasi waktu dan frekuensi pertemuan bervariasi tergantung pada beban tugas yang harus diselesaikan. Sebuah kelompok tugas akan dibubarkan setelah tugasnya selesai, namun biasanya  komunikasi antar anggota tetap terjaga setelah pertemuan berakhir, hal ini tidak terjadi pada kelompok konseling dan psikoterapi.
b.      Macam-macam kelompok tugas
·         Kelompok tugas, kelompok ad hoc, kepanitiaan
·         Di sekolah : kelompok belajar, kelompok kerja, anggota OSIS dengan tugas khusus, misalnya panitia untuk pentas seni
c.       Peran dan fungsi pemimpin kelompok tugas
Menurut Kottler (2001) pemimpin dalam kelompok tugas memegang peranan sebagai konsultan proses, yang mempunyai tugas utama untuk membantu kelompok dalan menyelesaikan tugas. Pemimpin kelompok harus mampu menjaga keseimbangan antara isi dan proses kegiatan, maksudnya yaitu dia harus mampu menjalin komunikasi antar anggota, sekaligus menjaga agar kelompok tetap fokus dalam mengusahakan pencapaian tujuannya.
d.      Tahapan dalam kelompok tugas
Hulse-Killacky, Kraus, dan Schumacher (1999) membagi kegiatan kelompok tugas menjadi 3 tahap : warming-up, kegiatan inti, dan terminasi.
1)      Warming-up. Anggota kelompok saling berkenalan, dan menetapkan tugas dan tujuan kelompok secara bersama-sama.
2)      Kegiatan inti, yaitu mengembangkan pemahaman anggota tentang kerja kelompok dan dilanjutkan dengan menyelesaikan tugas yang telah ditetapkan.
3)      Terminasi. Mengakhiri tugas, dengan mengajak anggota untuk merefleksikan kembali hasil yang telah dicapai selama proses kegiatan berlangsung.
Kelompok tugas merupakan sebuah metode yang dianggap sangat efektif dalam menyelesaikan tugas, karena masing-masing anggota memiliki perspektif, kemampuan, dan keahlian yang berbeda-beda, dan apabila semua modal itu mampu dimanfaatkan secara maksimal oleh pemimpin akan sangat membantu kelompok dalam menyelesaikan tugas dengan efektif dan efisien. Dalam kelompok tugas biasanya tidak terjadi perubahan dan pertumbuhan, tetapi apabila sebuah kelompok dibina dengan baik, para anggotanya akan mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang dinamika kelompok yang pada gilirannya nanti akan meningkatkan kemampuan interpersonal mereka.
2.      Kelompok Bimbingan
Kelompok bimbingan awalnya hanya digunakan di lingkungan sekolah, namun sekarang berkembang penggunaannya di lembaga kesehatan mental, rumah sakit, LSM, dan bahkan di perguruan tinggi (Aasheim & Niemann, 2006). Tujuan dari kelompok bimbingan adalah untuk mencegah timbulnya gangguan psikologis, dengan cara meningkatkan self-awareness, pengetahuan, dan kemampuan tentang masalah-masalah perkembangan.
  1. Karakteristik kelompok bimbingan
Bisa diterapkan untuk semua umur dan diadaptasikan sesuai dengan kebutuhan anggota kelompok. Kelompok bimbingan dapat digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya memberikan informasi, sharing pengalaman, mengajarkan keterampilan problem solving, dan membantu anggota untuk membuat support sistem di luar kelompok.
  1. Macam-macam kelompok bimbingan
Aasheim dan Neimann (2006) membagi kelompok ini menjadi 3 macam :
1)      Kelompok pendidikan, memberikan informasi dan konsep-konsep baru
2)      Kelompok pelatihan keterampilan, menekankan pada penguasaan keterampilan
3)      Kelompok pemahaman diri, seperti pada kelompok konseling tapi tidak terlalu fokus pada self-disclosure, melainkan pada kegiatan untuk membangun rasa percaya diri
Dalam kelompok bimbingan Informasi disampaikan melalui metode diskusi, presentasi, pemutaran video, atau kegiatan pelatihan-pelatihan. Untuk siswa TK / SD, bisa digunakan metode games, simulasi, role playing, dll. Topik yang banyak disampaikan kepada anggota kelompok bimbingan adalah seputar masalah manajemen stress, perilaku asertif, kemampuan interpersonal, gangguan makan, rasa marah, kehilangan, self- esteem, KDRT, sex bebas, pilihan-pilihan hidup, dan masalah keberagaman.
Dalam setting sekolah kegiatan yang bisa dilakukan antara lain yaitu usaha untuk meningkatkan prestasi belajar, bagaimana memilih teman, membuat pilihan karir, menghadapi perubahan dalam keluarga, dll.
  1. Peran pemimpin kelompok
Karena inti dari dari kelompok bimbingan adalah penyampaian informasi dan membantu anggota dalam merubah persepsi, maka seorang pemimpin kelompok harus menguasai materi dan mempunyai kemampuan sebagai fasilitator dalam kelompok. Pemimpin juga harus bisa menciptakan lingkungan yang aman sehingga anggota merasa nyaman untuk sharing. Seorang pemimpin kelompok juga harus mempunyai rencana kerja yang matang dan kurikulum yang jelas sehingga mereka mempunyai waktu yang cukup untuk memproses dan mendiskusikan informasi yang diberikan. Sebelum melaksanakan kegiatan, pemimpin harus membuat planning seputar waktu, frekuensi, jumlah pertemuan, isi, dan juga follow-upnya.
Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk siswa SD sekitar 30 - 45 menit sekali pertemuan/minggu, sedang untuk remaja 45 – 60 menit. Frekuensi pertemuan tergantung pada topik dan kedalaman pembahasannya biasanya sebuah topik diselesaikan dalam 6 – 12 kali pertemuan.
Jumlah anggota kelompok juga bervariasi, untuk anak-anak biasanya satu kelompok terdiri dari 6 – 10 anak, untuk dewasa bisa mencapai 20 – 30 orang, tapi biasanya semakin banyak anggota kelompok, semakin berkurang keefektifan diskusi, feedback, dan juga perhatian terhadap masing-masing individu.
  1. Tahapan dalam kelompok bimbingan
Dalam kegiatan kelompok bimbingan, tahap pembukaan dan penutupan hanya membutuhkan waktu yang singkat, karena intinya berada di tahap kedua. Dalam tahap kedua informasi disampaikan, biasanya melalui ceramah singkat atau kegiatan lain yang bertujuan untuk memperkenalkan sebuah topik dan mengajak anggota untuk mempelajarinya. Pada tahap kedua ini pemimpin kelompok harus mampu berperan ganda yaitu memberikan informasi dan memfasilitasi diskusi, agar anggota dapat memahami informasi yang diberikan dan menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Kesalahan yang sering dilakukan yaitu terlalu fokus pada pemberian informasi dan kehilangan kontrol terhadap kelompok, atau sebaliknya hanya memberikan kesempatan untuk sharing tanpa memberikan bekal informasi yang cukup. Keseimbangan antara informasi dan interaksi adalah hal yang penting.
3.      Kelompok Konseling
Kelompok ini bersifat problem oriented, artinya membantu anggota dalam mencari solusi dan menyelesaikan masalah. Selain bersifat preventif, menyelesaikan masalah perkembangan, kelompok konseling  juga berfungsi remedi/pengobatan. Kottler (2001) menerangkan bahwa kelompok konseling hanya membutuhkan waktu yang singkat dan terfokus pada masalah-masalah penyesuaian individu yang hidupnya normal.
a.       Karakteristik kelompok konseling
Melalui kelompok konseling siswa dapat menggali masalah-masalah yang berhubungan dengan perkembangan, mendapatkan penerimaan dan support dari sesama anggota kelompok, dan juga dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam menirukan ketrampilan baru, yang pada gilirannya nanti setelah kegiatan berakhir siswa diharapkan mampu meningkatkan kemampuan untuk menjalin dan mempertahankan hubungan yang sehat.
Jumlah anggota dalam kelompok konseling :
·         bagi anak-anak normal antara 4 – 6 siswa / kelompok
·         untuk anak berkebutuhan khusus  3 -4 orang / kelompok
·         untuk remaja biasanya terdiri dari 6 – 8 orang / kelompok
Sebuah program kegiatan konseling rata-rata membutuhkan 6 – 12 kali pertemuan, setiap pertemuan dilaksanakan 30 – 60 menit tergantung pada usia peserta dan jenis masalah yang dibahas. Apabila kegiatan ini dilaksanakan di sekolah, pemimpin harus juga menyesuaikan dengan jadwal kegiatan sekolah.
b.       Macam-macam kelompok konseling
Kegiatan yang sering dilakukan antara lain yaitu konseling tentang perceraian orang tua, atau masalah lain yang berhubungan dengan kehilangan orang terdekat. Sedang bagi remaja biasanya kegiatan konselingnya seputar masalah orientasi sex, hamil di luar nikah, dan parenting.
c.       Peran Pemimpin dalam kelompok konseling
Pemimpin dalam kelompok konseling tidak terlalu dominan jika dibandingkan dengan pemimpin kelompok bimbingan. Ketika bekerja dengan anak-anak dan remaja seorang pemimpin kelompok harus tepat dalam memilih topik dan kegiatan yang sesuai dengan usia pesertanya. Pemimpin juga harus menyusun komposisi anggota yang bervariasi baik dalam ras, suku bangsa, tingkat sosial ekonomi, maupun jenis kelamin, sehingga mencerminkan masyarakat yang plural, agar dapat memberikan warna yang lebih kaya dalam interaksi kelompok.
Tugas pemimpin dalam kelompok konseling, antara lain :
1)   Menciptakan suasana yang kondusif agar anggota bersedia sharing secara terbuka tanpa ada perasaan takut akan adanya penolakan atau dihina oleh peserta lain
2)   Menjembatani komunikasi dan memberikan perlindungan kepada para anggota apabila diperlukan
3)   Membantu anggota menerapkan wawasan baru yang mereka dapat selama kegiatan bersama kelompok, ke dalam kehidupan nyata di luar kelompok.
d.      Tahapan dalam kelompok konseling
1)   Tahap pertama, di mana para anggota diberi waktu untuk saling berkenalan satu sama lain, saling berbagi cerita dan informasi seputar kehidupan mereka masing-masing, biasanya dilakukan dalam 1 – 3 kali pertemuan
2)   Tahap kedua yaitu kegiatan yang membahas tentang inti permasalahan. Dalam tahap ini pemimpin harus mampu membantu menjembatani hubungan antar anggota yang memiliki masalah serupa, agar mereka mampu menjalin hubungan yang erat sehingga tercipta kohesivitas kelompok
3)   Tahap terminasi, yang biasanya berlangsung dalam 1 – 2 pertemuan.
4.        Kelompok Psikoterapi
Menurut Carrier & Haley (2006), kelompok psikoterapi diperuntukkan bagi anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan mental, atau bagi mereka yang diprediksi akan mengalami masalah dalam hidupnya. Kelompok ini jarang dimasukkan dalam program konseling terpadu di sekolah-sekolah biasa karena membutuhkan komitmen waktu yang lebih intensif dan pemimpin kelompok yang kompeten.
Tujuan kegiatan dalam kelompok ini adalah untuk merubah perilaku menyimpang dengan melaksanakan serangkaian proses rekonstruksi kepribadian, antara lain yaitu merubah sikap pribadi, melakukan distorsi kognitif, dan melakukan intervensi pada pola kepribadian individu.
a.      Karakteristik kelompok psikoterapi
Jumlah anggota kelompok :
·         rata-rata 4 – 6 orang
·         Untuk masalah-masalah yang lebih berat  2 -3 orang saja
Lamanya kegiatan bergantung pada jenis masalah, umumnya dilakukan selama 30 – 60 menit/pertemuan sebanyak 1 – 2 kali seminggu, namun untuk treatment jangka panjang misalnya tahunan, lamanya pertemuan hanya dalam 8 – 15 menit saja. Jika dilaksanakan di sekolah pemimpin harus memperhatikan jadwal sekolah, bisa dilakukan 2 kali seminggu dengan durasi yang tidak terlalu lama.
b.      Macam-macam kelompok psikoterapi
Dalam setting sekolah biasanya kegiatan kelompok ini dipimpin oleh praktisi dari lembaga-lembaga psikiatri. Masalah yang sering dihadapi para siswa yaitu depresi, pelecehan, dan gangguan-gangguan perilaku. Untuk mencapai hasil yang maksimal, pemimpin kelompok harus menetapkan tidak hanya tujuan yang bersifat terapi tetapi juga tujuan yang bernilai pendidikan, misalnya ; meningkatkan kehadiran siswa di kelas, meningkatkan nilai rata-rata, atau mengurangi pelanggaran.
c.      Peran dan fungsi pemimpin dalam kelompok psikoterapi
Sebelum melaksanakan kegiatan, seorang pemimpin kelompok psikoterapi juga harus menyeleksi anggotanya, dan memilih intervensi yang tepat sesuai dengan komposisi dan tujuan kelompok. Karena anggota kelompok umumnya memiliki gangguan psikologis yang berat, maka seharusnya pemimpin telah pernah mengikuti pelatihan tentang psikologi abnormal, psikopatologi, dan diagnosa (ASGW, 2000)
d.     Tahapan dalam kelompok psikoterapi
1)         Tahap perencanaan, di dalamnya terdapat proses screening dan seleksi anggota. Kegiatan diawali dengan pemanasan di mana semua anggota saling berkenalan satu sama lain, dalam tahap ini biasanya terjadi proses transisi di mana anggota saling berebut perhatian, dan ingin menguasai kelompok
2)         Tahap kedua yaitu inti kegiatan di mana antar anggota kelompok telah tercapai kedekatan dan rasa saling tergantung satu sama lain
3)         Tahap terminasi, di mana para anggota sudah mampu merefleksikan pencapaian mereka, biasanya mereka juga telah mampu mengatasi masalah-masalah kehilangan.
Dalam kelompok psikoterapi biasanya para anggota tidak hanya mendapatkan treatment tapi juga support dan hubungan yang akrab dengan sesama anggota. Setelah menjalani kegiatan mereka diharapkan mampu merekonstruksi kembali kepribadian dalam sebuah lingkungan yang aman dan nyaman, mereka juga menerima feedback yang membangun dari sesama anggota serta menemukan ruang untuk berlatih keterampilan-keterampilan baru untuk menyongsong kehidupan nyata.

III.            SEJARAH LAYANAN KELOMPOK
1.      Periode akhir 1800-an sampai awal 1900-an
Layanan kelompok pada periode ini diberikan kepada para imigran, orang-orang miskin, dan individu yang mengalami gangguan mental. Tokohnya antara lain :
a)      Joseph Pratt, seorang internis dari Boston, adalah orang pertama yang memberikan layanan kelompok yang tidak hanya bertujuan untuk bimbingan dan profesi/karir. Saat itu Joseph Pratt sedang menangani beberapa pasien TBC, dengan tujuan efisiensi dia membentuk sebuah kelompok, di mana para pasien bisa saling berbagi dan memberikan perhatian satu sama lain tentang penyakit TBC yang mereka derita.
Seiring waktu ternyata hal ini memberikan dampak positif, semangat hidup mereka semakin meningkat setelah mereka mengadakan kegiatan kelompok selama beberapa minggu (Posthuma, 2002). Di luar dugaan, 75% dari pasien Joseph Pratt akhirnya bisa sembuh dari TBC, padahal menurut diagnosa awal mereka tidak punya harapan hidup yang panjang. Joseph Pratt telah melaksanakan konseling kelompok yang pertama, dan membuktikan bahwa layanan kelompok bisa berfungsi kuratif. Dia dianggap sebagai perintis dari psikoterapi modern.
b)       Pada awal 1990-an, Jesse Davis, seorang kepala sekolah di Grand Rapids Michigan, memperkenalkan layanan kelompok pada tahun 1907. Jesse Davis memberikan cara yang efektif kepada para siswa untuk membuat keputusan-keputusan tentang pendidikan, pekerjaan, dan moral (Herr & Erford, 2007). Dia menekankan penggunaan layanan kelompok sebagai metode yang efektif untuk mengajarkan keterampilan dan nilai.
c)      Frank Parson, yang sering dianggap sebagai pendiri dari bimbingan profesi memanfaatkan layanan kelompok untuk memfasilitasi karir dan pengembangan profesi.
Selama perang dunia I dan II, kebutuhan akan layanan kelompok terus meningkat, para tentara diberikan tes dan diberikan kegiatan kelompok sebelum diterjunkan ke medan perang. Layanan kelompok juga banyak digunakan untuk membantu para tentara yang mengalami trauma pasca perang.

2.      Periode antara tahun 1920–1930
Edward Lazell memberikan layanan kelompok bimbingan kepada pasien schizophrenia, staf RS melaporkan bahwa para pasien tersebut mulai menunjukkan perubahan perilaku yang positif dan mengurangi penggunaan obat. Penemuan itu membuat praktisi lain mulai bekerja dengan kelompok, untuk menambah dokumen anekdot dengan observasi dari para staf RS, anggota keluarga pasien, dan self-report si pasien itu sendiri. Sampai sekarang metode ini masih banyak diterapkan dalam mengetahui efektivitas intervensi kelompok atau kegiatan konseling.
Dalam kurun 1920–1930 beberapa teori tentang kelompok bermunculan :
a)      Alfred Adler mengembangkan group family meetings untuk mendapatkan masukan dari tiap anggota keluarga tentang bagaimana sebuah keluarga menyelesaikan konflik dan meningkatkan kualitas hubungan. Menurut Adler keefektifan metode ini terletak pada pemimpin kelompok.
b)      Trigant Burrow mengembangkan penelitian tentang bagaimana individu dipengaruhi oleh kesendirian, dan bagaimana hubungan dipengaruhi oleh masalah-masalah psikis. Dia mengamati interaksi individu dalam kelompok dan menentukan apakah hubungan individu dalam sebuah kelompok mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikopatologi.
c)      J.L. Moreno mengembangkan “Theater of Spontaneity”, sebuah teori yang bertujuan untuk menghasilkan katarsis mental dan emosi untuk menurunkan tekanan. Teknik-teknik psikodrama lainnya yang masih banyak digunakan sampai sekarang antara lain role playing, katarsis, dan empati.
d)     Lewis Wender, mengeluarkan panduan pertama tentang efektivitas layanan kelompok, setelah meneliti beberapa kesulitan yang berhubungan dengan pelaksanaan intervensi psikoterapi kepada pasien gangguan jiwa.
Periode perkembangan konseling kelompok dimulai pada tahun 1930-an dan berlanjut sampai tahun 1960-an. Dalam kurun waktu ini layanan kelompok di sekolah mengalami proses transformasi dari penggunaan bimbingan sebagai layanan utama, menjadi sebuah kegiatan yang seimbang antara layanan bimbingan dan layanan konseling, baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA. Mulai tahun 1930–1945 riset laboratorium mulai dilaksanakan untuk mengukur pengaruh interaksi sosial pada perilaku, dan digunakan untuk menentukan perbedaan metode pada persuasi kelompok dan tekanan teman sebaya yang mampu mengubah pendirian dan keyakinan individu. Pada periode ini penelitian lebih banyak difokuskan pada identifikasi perubahan individu dalam kelompok daripada mempelajari dinamika dalam kelompok itu sendiri.
Kontribusi Moreno dalam bidang kelompok konseling masih terus berlanjut selama tahun 1930-an, dia mendirikan komunitas terapis kelompok yang pertama, yaitu American Society for Group Psychotherapy and Psychodrama. Dia membuat sebuah istilah baru yaitu psikoterapi kelompok, dia juga memperkenalkan jurnal psikoterapi kelompok yang pertama yaitu Sociometry: A Journal of Interpersonal Relations. SR. Slavson, seorang pendidik dan terapis, mendirikan American Group Psychotherapy Association (AGPA) pada tahun 1942, yang merupakan sebuah organisasi interdisipliner untuk terapis kelompok yang didedikasikan untuk meningkatkan praktek, riset, dan teori dari psikoterapi kelompok. Pada tahun yang sama juga diterbitkan International Journal for Group Psychotherapy.
Peristiwa penting lain yang terjadi pada tahun 1930-an adalah pendirian kelompok self-help pertama di Amerika, yaitu Alcoholics Anonymous, para pencetus kelompok ini menyebutkan cara-cara yang efektif untuk melakukan perubahan, di antaranya yaitu mendengarkan, empati, dan pengajaran.

3.      Periode antara tahun 1940–1950
Kebutuhan akan layanan kelompok semakin meningkat seiring dengan berakhirnya PD II, perang juga meningkatkan minat dan inovasi karena minimnya jumlah terapis sedangkan kebutuhan untuk memberikan terapi kepada sejumlah veteran perang yang membutuhkan rehabilitasi semakin meningkat, sehingga para terapis banyak mengadaptasi pendekatan yang biasa dipakai di sekolah pada bimbingan karir dan profesi, sebagai program layanan yang diberikan untuk para veteran perang.
a)      Kurt Lewin merupakan tokoh utama periode ini, dia dikenal sebagai pendiri kajian tentang dinamika kelompok modern. Hasil penelitiannya yaitu Teori Medan (1940), menekankan interaksi antara individu dengan lingkungan, risetnya tentang T-groups menghasilkan sebuah pemikiran bahwa pikiran dan tingkah laku manusia lebih mudah berubah dalam sebuah kelompok daripada dalam interaksi individual. Dia juga mempelajari tentang karakteristik pemimpin kelompok.
b)      Pada akhir 1940-an Wilfred Bion (Inggris) mempelajari kohesivitas kelompok dan menyatakan bahwa dinamika kelompok sering berbeda dengan dinamika keluarga (Gladding, 2008).
Pada tahun 1952 didirikan American School Counselor Association (ASCA) yang setahun kemudian menjadi bagian dari American Counseling Assicoation (ACA). Pada tahun 1957 Soviet meluncurkan satelit Sputnik I dan merupakan sebuah pukulan yang besar bagi Amerika. Beberapa pejabat tinggi negara percaya Amerika telah ketinggalan dalam bidang luar angkasa karena sekolah tidak mampu menghasilkan siswa yang berkompeten dalam bidang matematika dan IPA sehingga tidak mampu bersaing dengan teknologi internasional. Sehingga pada tahun 1958 National Defense Education Art (NDEA) atau undang-undang tentang pendidikan pertahanan nasional disahkan, yang memberikan dana untuk pelatihan bagi para konselor sekolah di sekolah-sekolah negeri di Amerika. Konselor-konselor ini bertugas untuk mengidentifikasi dan memotivasi siswa yang mempunyai nilai matematika dan IPA tinggi, agar mau melanjutkan pendidikan di bidang sains.
Peran konselor sekolah profesional melebar dari mengadakan tes dan melakukan penempatan, menjadi memberikan pendekatan perkembangan melalui layanan kelompok dan konseling individu (Herr & Erford, 2007). Sebelum akhir tahun 1950-an bimbingan kelas, sebagai salah satu dari pendekatan layanan kelompok yang banyak digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan dan perkembangan karir, mulai digantikan dengan kegiatan konseling kelompok, yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan perilaku dalam lingkungan pendidikan.

4.      Periode antara tahun 1960–1970
Popularitas layanan kelompok semakin meningkat seiring dengan pecahnya perang Vietnam, sebaliknya riset tentang terapi kelompok malah mengalami kemunduran selama tahun 1960–1980 (Gazda et al., 2008).
a)      Fritz Perls mengembangkan teori Gestalt dan mendemonstrasikan penerapannya dalam layanan kelompok melalui workshop yang dilaksanakan di Institut Esalen California.
b)      Carl Rogers membuat kelompok pelatihan sensitivitas, yang menekankan pada peningkatan kesadaran emosi anggota kelompok dan perilaku dari anggota kelompok lain. Pendekatan client-centered Rogers ini sangat mudah diterapkan di sekolah dan bisa membantu perkembangan konseling kelompok.
Popularitas layanan kelompok tidak selamanya membawa dampak positif, hal negatif juga terjadi dalam periode ini, yaitu meningkatnya penyalahgunaan kegiatan kelompok oleh praktisi-praktisi yang tidak terlatih. Untuk mengatasi masalah ini pada tahun 1973 ASGW didirikan sebagai sebuah divisi dari ACA, tujuannya  untuk menetapkan standar bagi praktek profesional, mendukung riset dan penyebaran pengetahuan, serta untuk memberikan kepemimpinan yang profesional dalam bidang layanan kelompok (ASGW, 2006), misi ini berlanjut hingga sekarang. Pada tahun 2000  ASGW merevisi Standar Profesional untuk Pelatihan Kelompok (ASGW, 2000) yang merupakan dokumen penting yang berisi standar pelatihan inti bagi semua program pendidikan konselor tingkat magister dan doktoral, dan pedoman spesialisasi bagi program pendidikan konselor yang memberikan pelatihan layanan kelompok yang mutakhir dan spesifik bagi konselor profesional. Sebuah dokumen yang tidak kalah pentingnya yaitu Pedoman Praktis ASGW (ASGW, 2007).
ASGW menjadi sebuah organisasi yang mendedikasikan dirinya bagi efektifitas layanan kelompok dengan memberikan konsultasi, memberikan sponsor pendidikan lanjutan, dan menerbitkan The Journal for Specialist in Group Work. ASCA juga menerbitkan jurnal tentang konseling kelompok mulai tahun 1989. Prosentase artikel riset seputar jurnal dalam kelompok konseling bertambah dari 5% pada tahun 1950-an menjadi 20% pada tahun 1970-an.
Sebuah riset penting dilaksanakan oleh Irvin Yalom, dia menganalisa metode dan proses kelompok, dan menerangkan faktor-faktor terapi dalam kelompok yang mempunyai efek positif dan kuratif bagi para anggotanya. Khususnya, gaya dan metodologi pemimpin kelompok yang dianggap memiliki pengaruh yang kuat terhadap keberhasilan atau kegagalan sebuah kelompok. Hasil riset Yalom dipublikasikan sebagai sumber faktor-faktor terapi dalam konseling kelompok, dan tetap dipakai hingga abad 21. (lihat lampiran).
Selama tahun 1970-an layanan kelompok kembali mendapatkan tekanan yang kuat ketika para tentara yang kembali dari perang Vietnam membutuhkan konseling rehabilitasi, konseling kelompok dan psikoterapi untuk membantu mereka menyesuaikan diri saat kembali ke tengah-tengah masyarakat. Hal yang sama kembali terjadi saat pecahnya perang Iraq, di mana para tentara mengalami trauma pasca perang, serta gangguan-gangguan fisik dan emosi.



5.      Periode tahun 1980 ke atas
Pada tahun 1980-an konseling kelompok mengalami peningkatan baik dalam popularitas maupun profesionalisme, AGPA berupaya untuk memperbaiki teori dan praktek konseling kelompok melalui publikasi artikel, dan pada tahun 1980 ASGW menerbitkan kode etik profesional bagi para konselor kelompok. Penelitian tentang perkembangan pribadi dan pengembangan teori konseling menghasilkan jenis-jenis kelompok baru,
a)      Kelompok self-help, kelompok ini lebih banyak dipimpin oleh anggota kelompok itu sendiri daripada oleh profesional, tapi tetap berada di bawah pengawasan kelompok-kelompok konseling. Jumlah kelompok self-help ini mencapai 2000-3000 pada tahun 1980-an (Gladding, 2008), beberapa dilaksanakan oleh sekolah atau kerjasama antara sekolah dengan masyarakat.
b)      Kelompok bimbingan, banyak dilaksanakan di sekolah-sekolah untuk mengatasi masalah-masalah perkembangan pribadi/sosial, akademis, dan kebutuhan karir siswa.
Beberapa tokoh di antaranya George Gazda, menganjurkan penggunaan kelompok konseling developmental untuk mengajarkan keterampilan hidup dasar. Di akhir tahun 1980-an layanan kelompok telah dikenal luas  sebagai metode yang banyak digunakan untuk membantu siswa, dan masyarakat luas.
Pada tahun 1991 American Psychological Association mendirikan Divisi 49, yaitu Divisi Psikologi Kelompok dan Divisi Psikoterapi Kelompok, yang merupakan forum untuk praktek, riset, dan pengajaran layanan kelompok dalam psikologi. Divisi 49 menerbitkan jurnal Group Dinamyics : Theory, Research, and Practice. The Council for the Accreditation of Counseling and Related Educational Programs (CACREP) merevisi standarnya pada tahun 1994, 2001, dan terakhir 2009, dengan mencantumkan pedoman persiapan spesialis layanan kelompok untuk tingkat Sarjana/S1.
Layanan kelompok berkembang di sekolah-sekolah dalam kurun tahun 1990-an sebagai sebuah cara yang efektif untuk meningkatkan kemampuan akademik dan sosial siswa. Layanan kelompok juga diberikan bagi kalangan terbatas seperti untuk siswa yang berkebutuhan khusus atau mereka yang mengalami perubahan besar dalam hidupnya. Spesifikasi dan pembagian layanan kelompok juga terjadi di periode ini, di antaranya pada bidang pekerjaan, bimbingan, dan psikoterapi (Gladding, 2008).
Sementara kelompok self-help tetap menjadi pilihan utama, di Amerika Utara kelompok-kelompok tugas di sekolah dan kantor mengalami kemajuan yang pesat. Beberapa cabang juga muncul di antaranya kelompok parenting, kelompok belajar, dan kelompok-kelompok yang terfokus pada suatu kegiatan tertentu. Sampai kemudian ASGW menggunakan sebuah istilah yang baku yaitu Group Work, dan membaginya menjadi 4 macam kelompok, yaitu : Kelompok Tugas, Kelompok Bimbingan, Kelompok Konseling, dan Kelompok Psikoterapi.
Pada tahun 2005 ASCA mengeluarkan sebuah program konseling sekolah developmental terpadu yang berisi bimbingan kelas, layanan bimbingan, dan metode-metode yang bisa dipergunakan dalam program konseling sekolah. ACSA juga menghasilkan Standar Etis bagi konselor sekolah (2004) yang berisi masalah-masalah spesifik dalam layanan kelompok di sekolah, seperti unsur kerahasiaan, perijinan, dan hubungan antar anggota kelompok. Selanjutnya layanan kelompok terus berkembang dan menjadi sebuah bagian penting dari kehidupan profesional konselor sekolah.

IV.            KEKUATAN DAN TANTANGAN LAYANAN KELOMPOK
  1. Kekuatan Layanan Kelompok
a)      Efisiensi waktu untuk pemimpin. Mengadakan pertemuan dengan beberapa siswa secara rutin dengan tujuan yang sama dapat menghemat waktu dan tenaga, khususnya ketika tugas konselor cukup banyak, seperti halnya konselor sekolah
b)      Biaya yang lebih murah. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan kelompok lebih sedikit dibanding dengan kegiatan konseling individu
c)      Sumber daya yang besar. Dengan sejumlah orang berkumpul dalam satu kelompok, maka potensi yang terkumpul untuk menyelesaikan sebuah masalah juga lebih besar, potensi-potensi tersebut antara lain sumber informasi, metode problem solving, cara pandang abstrak, nilai, dan lain-lain
d)     Rasa aman. Hubungan antar anggota yang dikembangkan dalam suasana yang akrab, akan membuat individu menjadi lebih terbuka dalam berbagi perasaan tanpa adanya keterpaksaan
e)      Merasa saling memiliki. Dalam situasi kelompok individu berkesempatan untuk bertukar pendapat dan memiliki rasa percaya diri, biasanya siswa berpendapat bahwa perasaannya tidak dimengerti oleh orang lain, tapi dalam kelompok mereka menyadari bahwa orang lain juga bisa mengalami hal yang sama.
f)       Miniatur kehidupan. Kelompok sejatinya adalah sebuah masyarakat yang mikro/kecil. Konflik yang muncul dalam kelompok juga biasanya merupakan konflik yang muncul di kehidupan realita, apalagi jika anggota kelompok berasal dari latar belakang yang berbeda, dan masalah-masalah yang dihadapi adalah masalah yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari
g)      Tempat yang aman untuk berlatih keterampilan baru dan menerima feedback. Siswa dapat memanfaatkan situasi kelompok untuk mencoba teknik-teknik problem solving alternatif, karena situasi kelompok memberikan suasana di mana empati dan kepercayaan dapat dibangun dengan lebih mudah
h)      Komitmen. Situasi kelompok bisa memotivasi siswa untuk mematuhi komitmen yang dibuat dalam kelompok. Support dari anggota lain dan keinginan untuk memenuhi pengharapan serta tidak mengecewakan anggota lain dalam kelompok, merupakan sebuah kekuatan besar yang bisa mengubah individu
i)        Kekuatan dari teman sebaya. Ketika semua anggota kelompok berasal dari usia yang sama, pengaruh dari dinamika kelompok biasanya jauh lebih signifikan, terlebih pada remaja
j)        Kekuatan interpersonal. Dalam situasi kelompok, anggota tidak hanya berkesempatan menerima bantuan tapi juga untuk memberikan bantuan kepada anggota lain. Ketika siswa merasa bahwa apa yang mereka lakukan bisa memberikan pengaruh positif kepada orang lain, dia akan menjadi lebih bisa menerima intervensi orang lain terhadap dirinya.

  1. Tantangan yang dihadapi oleh Layanan Kelompok
a)      Tekanan untuk menyesuaikan diri. Kekuatan sebuah kelompok dapat menjadi bumerang apabila mengarahkan siswa kepada tujuan yang tidak realistis, mengambil tindakan yang berbahaya, atau menyesuaikan diri dengan perilaku-perilaku yang melanggar keyakinan, yang kesemuanya itu mereka perbuat agar diterima oleh anggota lainnya
b)      Distorsi realita, bisa terjadi apabila kelompok memberikan contoh realitas sosial yang tidak bisa diraih di dunia nyata. Hal ini malah bisa merusak apabila anggota lain atau si pemimpin kelompok gagal mempertimbangkan faktor kenyataan ketika membantu siswa mencari solusi atas permasalahannya
c)      Penolakan. Anggota kelompok mungkin tidak bisa mengambil manfaat apapun dari kegiatan layanan apabila mereka kurang berpartisipasi secara terbuka atau tidak mendapat perhatian yang cukup. Seorang siswa kadang mampu menghindari konfrontasi dengan cara berbaur bersama anggota kelompok lainnya (berkamuflase), atau ketika sebuah kelompok bersifat aman dan menerima sehingga individu tidak harus mengambil resiko dalam menyelesaikan masalah
d)     Kerahasiaan. Kerahasiaan tidak dapat dijamin dalam situasi kelompok karena anggotanya terdiri dari banyak orang, sehingga terdapat resiko menyebarnya sebuah informasi kepada pihak lain di luar anggota kelompok
e)      Kelekatan yang tidak sehat. Siswa yang jarang merasa diterima dalam kehidupannya sehari-hari biasanya menjadi sangat tergantung pada hubungan yang terbentuk selama layanan diberikan
f)       Hambatan dari institusi. Beberapa peraturan sekolah biasanya menghambat keefektifan kegiatan kelompok, misalnya ijin dari orang tua, guru mata pelajaran yang kurang memahami manfaat layanan kelompok sehingga mempermasalahkan waktu yang dipakai, masalah penjadwalan, atau bahkan mencari ruang kelas yang bisa dipakai untuk kegiatan kelompok.





























Lampiran :
Faktor-faktor Kuratif  dalam Layanan Kelompok
(Yalom & Leszcz, 2005)
1)      Menumbuhkan harapan. Memberikan keyakinan kepada klien bahwa treatment-nya akan berhasil
2)      Rasa kebersamaan. Setelah melakukan interaksi dengan anggota kelompok, mereka dapat menyadari bahwa orang lain juga bisa mengalami masalah yang sama, sehingga tidak merasa sendirian
3)      Menyampaikan informasi supaya dapat menjalani kehidupan yang lebih efektif. Misalnya siswa diberi informasi tentang caranya menghadapi masalah-masalah akademis, karir, pribadi/sosial, kesehatan mental, gangguan mental, dan lain-lain.
4)      Altruisme
5)      Family reenactment. Kelompok psikoterapi dan konseling bisa digunakan untuk menciptakan suasana keluarga yang harmonis sehingga trauma bisa ditanggulangi dengan baik
6)      Pengembangan teknik sosialisasi. Layanan kelompok memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling memberi dan menerima feedback, sehingga mampu belajar menerima perilaku orang lain
7)      Perilaku imitasi, siswa mempunyai kesempatan untuk mengamati perilaku anggota lain dan melihat respon positif atau negatif yang dihasilkan dari perilaku yang mereka lakukan
8)      Pembelajaran Interpersonal. Setiap anggota berinteraksi dengan anggota lainnya seperti ketika mereka berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya dalam kehidupan sehari-hari, siswa akan menerima feedback dari perilakunya yang bisa membantunya mempelajari cara hidup yang lebih baik, dalam suasana yang lebih nyaman dan mendukung
9)      Kohesivitas kelompok, adalah sebuah keadaan di mana para anggota telah merasa akrab/dekat satu sama lain. Kohesivitas mengindikasikan bahwa terapi telah berlangsung dengan efektif karena telah mampu menimbulkan rasa percaya diri dan kemauan untuk mengambil resiko. Layanan kelompok menimbulkan penerimaan, rasa memiliki, dan merupakan tempat untuk mengekspresikan emosi-emosi yang sebelumnya tersimpan
10)  Katarsis, adalah ekspresi individu yang kuat dan sering kali tersembunyi. Layanan kelompok menyediakan forum untuk melepaskan tekanan/perasaan yang tersimpan
11)  Faktor eksistensi, biasanya muncul ketika anggota diajak untuk mengingat kembali peristiwa-peristiwa penting dan menyakitkan yang pernah dan akan terjadi dalam kehidupan, termasuk kesadaran tentang kematian dan kejadian-kejadian yang tidak terduga datangnya dalam kehidupan kita.

No comments:

Post a Comment