Thursday, June 23, 2011

Pendekatan Konseling yang Khas


APA ARTI BAHAGIA ?

Apa arti bahagia
Jika kau tak bisa membuatnya bahagia
Apa arti bahagia
Jika kau tak bisa melihatnya bahagia
Apa arti bahagia
Jika kau tak bisa melepaskannya
Apa arti bahagia
Jika kau tak membiarkannya mencari kebahagiaannya sendiri


Apa arti bahagia
Jika kau tak bisa membuatnya tersenyum
Apa arti bahagia
Jika kau tak bisa membuatnya tertawa
Apa arti bahagia
Jika tau tak rela dia bahagia bersama pilihannya
Apa arti bahagia
Jika semua atas keinginan dan maumu sendiri


Apa arti bahagia
Jika kau mau dia untukmu saja
Apa arti bahagia
Jika hanya membuatnya sakit hati
Apa arti bahagia
Jika hanya membuat kita saling menyakiti
Apa arti bahagia
Jika pada akhirnya sama-sama menderita


Semoga kau menemukan kebahagiaan yang selama ini kau cari…
Hingga aku bisa berbahagia atas kebahagiaanmu...






A.           Nama Pendekatan
Happiness Therapy (Terapi Kebahagiaan)

B.            Sejarah Perkembangan
Pada kesempatan kali ini, penulis membuat pendekatan konseling yang khas penulis. Penulis akan mencoba membagikan pemikiran-pemikiran penulis tentang kebahagiaan. Beberapa hari lalu, seorang sahabat mengeluh kepada saya betapa hidupnya berubah semenjak dia menikah. Dia mengeluh, kenapa rezekinya jadi berkurang - terutama setelah menikah. Aku tertawa mendengarnya, bukan untuk mentertawainya, namun tertawa untuk membuatnya ceria saya mengatakan bahwa sesungguhnya apa yang terjadi dalam hidup tidak ada yang patut disesali.
Kita mudah mengeluh soal hidup - masalah kita, penulis merasakan bahwa kehidupan adalah proses panjang pembelajaran yang melebihi semua yang pernah diberikan guru kita, dosen kita, mentor kita ataupun suhu kita. Kehidupan berjalan dengan segala kehendak untuk kita lewati, kita manusia diwajibkan berdoa-berusaha-berdoa-berusaha, dan hanya dengan cara itulah manusia ditakdirkan untuk menjalaninya.
“Kita selalu melihat rumput tetangga yang lebih hijau, dan bukannya berusahalah untuk tetap menyirami rumput halaman kita agar semakin menghijau, karena menurut hemat penulis bahwa sesungguhnya tanpa kita sadari, di belahan dunia lain, rumput orang lain bahkan ada yang tak subur sama sekali.”
Berdasarkan pengalaman hidup yang selama ini penulis rasakan dan alami bahwa kebahagiaan adalah sebuah cara, dan bukanlah sebuah cari. Kebahagiaan diperoleh dari bagaimana kita menyikapi hidup yang kita terima setiap detiknya mulai bangun pagi hingga kembali beranjak ke peraduan untuk kemudian kembali menyongsong pagi. Selalu mensyukuri apa yang diberikan Tuhan hari ini, dan bukannya selalu merasa kurang dengan apa yang dimiliki. Sejauh mata memandang., tak kan ada orang yang mendapat kebahagiaan dengan mencari. Namun banyak diantara segelintir manusia-manusia di bumi ini yang justru merasa bahagia karena mereka pandai mensyukuri.
Penulis terinspirasi oleh seorang bijak bernama Rumi yang pernah berkata, ”Kita mencari kalung permata dari ruangan ke ruangan yang sebetulnya ada di leher kita sendiri.” Ini pun sama ketika kita berusaha mencari kebahagiaan. Kita mencarinya ”kemana-mana”, dan kita tidak pernah dengan persis mengetahui dimana kebahagiaan tersebut berasal. Kita mengharapkan sesuatu atau seseorang memberikan perasaan bahagia tersebut pada kita namun kita tidak menemukannya karena kebahagiaan bukan untuk ditemukan di mana-mana di dunia luar. Hambatan terbesar untuk kita bahagia adalah pemikiran yang keliru dari kita sendiri. Oleh karena itu kebahagiaan bergantung pada keputusan kita sendiri untuk bahagia. Jadi kebahagiaan adalah suatu keputusan. Kapan saja, dimana saja kita dapat memutuskan untuk bahagia atau tidak bahagia.

C.           Hakikat Manusia
Manusia pada dasarnya memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi individu yang bahagia. Kebahagiaan adalah sebuah perasaan yang positif dan menggairahkan, yang setiap manusia bisa rasakan dari hatinya yang terdalam. Jika manusia itu mengalami kebahagiaan maka akan termotivasi untuk memperoleh kebahagiaan yang lebih lagi. Manusia dipandang sebagai sistem-sistem energi yang terdiri dari lingkungan dan self yang membentuk perilaku manusia. Kebahagiaan bisa berasal dari lingkungan sebagai faktor eksternal namun juga dapat berasal dari self sebagai faktor internal yang memberikan persepsi terhadap lingkungan tersebut. Oleh karena itu setiap individu memiliki derajat kebahagiaan yang berbeda-beda satu sama lain. Hal tertentu dapat mendatangkan kebahagiaan bagi individu yang satu namun tidak kepada individu yang lain sehingga kebahagiaan itu bersifat relatif serta subjektif. Kebahagiaan membuat individu lebih produktif dan aktif sebaliknya ketidakbahagiaan menyebabkan individu lebih pasif serta tidak produktif dalam hidupnya. Tingkah laku sepenuhnya dipengaruhi oleh hasrat memperoleh kebahagiaan dan menghindari ketidakbahagiaan. Hal inilah yang menyebabkan manusia cenderung lebih cepat merespon stimulus yang membahagiakan “happy” daripada stimulus yang tidak membahagiakan “unhappy” bagi dirinya.

D.           Perkembangan Perilaku
1)             Struktur Kepribadian
Kepribadian manusia dibentuk atas “konstuk” dari 2 faktor utama, yaitu: environtment (eksternal) dan self (internal).
a.             Environtment
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang berada disekitar individu yang memberikan stimulus/rangsangan bagi perubahan perilaku individu. Lingkungan terbagi atas 2, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. Lingkungan sosial meliputi keluarga, sekolah, tempat kerja, dan masyarakat secara keseluruhan. Selanjutnya, lingkungan non sosial berupa cahaya, makanan, suhu, iklim, dll yang merupakan “benda mati” yang berada di sekitar individu. Namun, perlu diingat bahwa manusia tidak dapat mengatur segala sesuatu yang berada “diluar” dirinya.
b.             Self
Self merupakan segala sesuatu yang dipersepsikan manusia terhadap lingkungan, baik yang terjadi di waktu lalu, waktu sekarang dan waktu yang akan datang. Self mempunyai bermacam-macam sifat, yaitu self merupakan hasil dari pematangan dan belajar serta berkembang dari interaksi organisme dengan lingkungannya, yang memungkinkan untuk menginteraksikan nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam cara (bentuk) yang tidak wajar, dan menginginkan adanya keselarasan yang mendasari tingkah laku. Self tidak ada pada saat kelahiran, tetapi bayi berangsur-angsur mulai membedakan self dari environtment. Sejalan dengan pertumbuhan seseorang, self semakin rinci dan kompleks. Mula-mula self itu tidak ada karena orang tidak dapat masuk ke pengalamannya secara langsung, Dia dapat mengalami orang lain sebagai obyek, tetapi awalnya tidak menganggap dirinya sebagai obyek. Orang lain bereaksi terhadapnya sebagai obyek, dan reaksi ini dialami oleh orang yang diarahinya (diberi reaksi). Sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman ini, dia belajar berpikir tentang dirinya sendiri sebagai obyek dan mempunyai sikap serta perasaan mengenai dirinya sendiri. Seseorang berespon sebagaimana orang lain berespon terhadapnya.







Gambar 4.1 Harmonisasi antar Self dan Environtment untuk menciptakan kebahagiaan)
Gambar 4.2 Hukum “timbal balik” antra Self dan Environtment dalam perkembangan perilaku

2)             Pribadi Sehat Dan Bermasalah
a.             Pribadi Sehat
Ø   Individu yang memiliki pikiran yang positif (positive thinking) terhadap lingkungan
Ø   Adanya perasaan yang bersyukur akan segala sesuatu
Ø   Memiliki kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku konkrit untuk menuju kebahagiaan yang hakiki menurut dirinya.
Ø   Individu yang tidak dapat menciptkan harmonisasi antara dirinya dengan lingkungannya
b.             Pribadi Bermasalah
Ø   Individu yang memiliki pemikiran yang negatif (negative thinking) terhadap lingkungan,
Ø   Belum bisa bersyukur terhadap segala sesuatu
Ø   Belum memiliki tingkah laku-tingkah laku yang konkrit untuk menuju pada kebahagiaan yang hakiki.
Ø   Individu yang tidak dapat menciptkan harmonisasi antara dirinya dengan lingkungannya

E.            Hakikat Konseling
Happiness Therapy pada dasarnya bersifat subjektif, karena kebahagiaan itu sifatnya subjektif sehingga berbeda antar individu. Dalam proses konseling, konselor membantu konseli untuk menemukan kebahagiaan yang berada dalam dirinya serta mengubah self, baik itu berupa pikiran yang negatif menjadi pemikiran yang positif. Pada ranah afektif konseling ini lebih menitikberatkan pada rasa syukur atas segala sesuatu bukan bersungut-sungut atas hal-hal yang terjadi dalam diri konseli. Setelah pikiran, dan perasaan konseli sudah “berubah” diharapkan tingkah laku konseli pun akan lebih efektif. Perlu diingat bahwa lingkungan memiliki andil dalam memberikan stimulus bagi konseli. Oleh karena itu, konselor harus menunjukan sikap dan kepercayaannya terdapa konseli untuk dapat menemukan esensi dari kebahagiaan yang berada dalam dirinya. Beberapa karakteristik  Happiness Therapy:
1.             Berpusat pada konseli, konseli yang menjadi ahli dalam proses konseling, konselor menjadi fasilitator dalam proses pembentukan pikiran positif dan meningatkan kebahagiaan konselinya.
2.             Pengaruh lingkungan, variabel-variabel bebas yang berada di luar konseli (lingkungan) merupakan segala-sesuatu yang dapat mempengaruhi kebahagiaan konseli. Oleh karena itu dalam proses konseling, konselor dan konseli berusaha untuk menemukan variabel-variabel tersebut dan bersama-sama membahasnya
3.             Orientasi subjektif, persepsi konseli merupakan hal yang subjektif, oleh karena itu dalam proses konseling ini, konselor tidak perlu menyalahkan klien namun mendorong dan memfasilitasi klien untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki menurut persepsi konseli itu sendiri.
Jadi untuk mencapai kebahagiaan, konseli harus mengubah cara berpikirnya, sekaligus mengubah tidakannya.

F.            Kondisi Pengubahan
1)             Tujuan Konseling
Kebahagiaan.  Untuk mencapai kebahagiaan diperlukan perubahan sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang negatif menjadi pandangan yang positif agar klien dapat mencapai kebahagiaan yang hakiki menurut konseli sendiri.
2)             Peran Konselor
Ø   Konselor membantu klien untuk menemukan akar masalahnya dan merumuskan masalah yang dialami klien serta menetapkan tujuan yang hendak dicapai dalam proses konseling.
Ø   Konselor membantu klien untuk berpartisipasi aktif dalam proses konseling, khususnya tentang persepsi-persepsi dan pemikiran-pemikiran konseling tentang kebahagiaan yang hakiki.
Ø   Konselor lebih in-direktif kepada klien, dengan cara banyak memberikan kesempatan kepada konseli, khususnya pada tahap awal untuk menceritakan masalahnya secara langsung serta mendorong klien menggunakan kemampuan yang ada dalam dirinya untuk berubah dan menemukan kebahagiaan hakiki yang ada dalam dirinya sendiri.
3)             Pengalaman Konseli
Ø   Konseli mengalami proses yang sangat mendalam, meliputi: penelurusan masa lalu konseli, berupa pengalaman yang membahagiakan dan tidak membahagiakan.
Ø   Kemudian konseli berusaha mambangun rasa percaya dirinya untuk menemukan kebahagian yang ada dalam dirinya sendiri
Ø   Konseli pada tingkatan tertentu mencapai “insight” dalam dirinya untuk dapat berpikir positif terhadap stimulus yang berasal dari lingkungan
Ø   Terakhir, konseli mengevaluasi pikiran, perasaan dan tingkahlakunya sendiri, apakah sudah mencapai keharmonisan antara dirinya dan lingkungan serta menemukan kebahagiaan yang hakiki bagi dirinya.
4)             Situasi Hubungan
Hubungan antara konselor dan klien perlu dijaga dan dirawat dengan adanya acceptance, congruence, empathy understanding, warm, dll. Namun hal tersebut belumlah cukup untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki bagi konseli. Situasi hubungan yang kolaboratif sangat diperlukan, karena proses perubahan juga dipengaruhi oleh lingkungan.

G.           Mekanisme Pengubahan
1)             Tahap-Tahap Konseling
Ø   Konselor dan konseli berusaha menciptakan keakraban/rapport
Ø   Konselor menumbuhkan keberanian konseli agar ia mampu mengungkapkan perasaannya (bahagia atau tidak bahagia)
Ø   Konselor mengeksplorasi dinamika psikologis yang terjadi pada diri konseli, kemudian memvalidasi hal tersebut.
Ø   Konselor menerima perasaan klien serta memahaminya
Ø   Konselor berusaha agar konseli dapat memahami dan menerima keadaan dirinya sekarang
Ø   Konselor memfasilitasi dalam menggugah kesadaran klien untuk dapat berpikir positif.
Ø   Konseli menentukan pilihan sikap dan tindakan yang akan di ambil untuk mencapai kebahagian yang hakiki bagi dirinya
Ø   Konseli merealisasikan pilihannya itu atas dasar kesadaran dirinya sendiri.

2)             Teknik-Teknik Konseling
a)             Teknik Umum
Ø   Acclamation technique (penekanan pada aspek kognisi), konseli memberikan stimulus kepada dirinya sendiri untuk dapat mencapai kebahagiaan. Contohnya:
“Saya, {nama konseli}, memutuskan untuk berbahagia saat ini, tanpa menghiraukan cuaca, orang lain, dunia atau apapun yang terjadi pada saya. Saya dengan yakin mengetahui bahwa Tuhan telah memberikan hak kepada saya untuk berbahagia. Karenanya, saya mengklaim bahwa kebahagiaan adalah milik saya dan saya adalah milik kebahagiaan.”
Ø   Self record (penekanan pada aspek behavior), konselor membantu konseli untuk melakukan perekaman atas aktifitas yang dialaminya. Contoh: konselor melatih konseli untuk mencatat hal-hal yang membuat konseli merasa berterimakasih. Setiap minggu konseli mencatat 3-5 peristiwa yang membuat konseli merasa berterimakasih.
b)            Teknik Khusus
Ø   Analisis resistensi (penekanan pada aspek emosional), yaitu konselor membantu konseli untuk menukan hal-hal yang berada dalam diri konseli yang bertentangan dengan lingkungan, serta sebaliknya konseli dan konselor mengidentifikasi variabel-variabel yang terdapat pada lingkungan yang berpengaruh secara signifikan bagi konseli yang menimbulkan resistensi dan ketidakharmonisan antara self dan environtment.
Ø   Role playing (penekanan pada aspek behavior), koseli berperan menjadi orang yang dalam situasi bahagia menurut dirinya dan dalam situasi yang tidak bahagia menurut dirinya. Kemudian konselor meminta konseli untuk mengkomparas situasi mana yang diinginkan oleh konseli sehingga hal itulah yang perlu untuk dipertahankan.
Ø   Home work assigment (penekanan pada aspek behavior), konseli menginternalisasi nilai-nilai dan pola pikir yang positif dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan cara memberikan respon yang positif bagi setiap stimulus yang berada di lingkungan.
Ø   Metafora (penekanan pada aspek kognisi), konselor meminta konseli untuk menceritakan hal-hal yang membuat konseli menjadi bahagia dan tidak bahagia dengan bahasa konseli sendiri, sehingga konseli benar-benar menyelami hakekat dari kebahagiaan yang hakiki bagi dirinya.
Ø   Konfrontasi (penekanan pada aspek kognisi), konselor mengkonfrontasikan pemikiran konseli yang negatif dengan pemikiran-pemikiran yang positif yang dapat menumbuhkan kebahagian bagi konseli sehingga tercapai “insight”.
Ø   Reframing (penekanan pada aspek emosi), konseli bersama-sama dengan konselor memberikan batasan yang baru dan jelas terhadap lingkungan yang berkontribusi pada masalah konseli. Dengan demikian konseli dapat lebih mudah mengeksplorasi dinamika psikologisnya dengan bantuan konselor.

H.           Kelemahan Dan Kelebihan
1)             Kelamahan
Ø   Kebahagiaan bersifat subjektif bagi setiap individu, oleh karena itu konselor mengalami kesulitan dalam menyelami pemikiran dan perasaan konseli.
Ø   Untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki perlu diadakan keharmonisan antara self dan environtment, namun tidak memudah mengubah kedua hal tersebut sekaligus
Ø   Lingkungan dapat dimodifikasi dan dimanipulasi untuk tercapainya kebahagiaan individu namun konselor memiliki keterbatasan dalam memanipulasi dan memodifikasi lingkungan konseli
Ø   Kebahagiaan terlalu bersifat abstrak, sulit dikonkritkan dalam bentuk perilaku individu



2)             Kelebihan
Ø   Membantu konseli mencapai kebahagiaan hakiki dalam hidupnya, bukan berfokus pada masalahnya.
Ø   Merupakan bentuk intervensi yang mudah digunakan karena pada dasarnya setiap manusia (universal) sehingga memiliki potensi untuk menjadi bahagia.
Ø   Menghubungkan antara pengaruh lingkungan dan pemikiran diri sendiri (self) dalam dinamika psikologis untuk mencapai kebahagiaan.
Ø   Terapi yang seimbang, karena bukan hanya konselor yang aktif tetapi juga konseli. Tumpuan terapi berada pada kedua-duanya.
Ø   Mengajar konseli untuk memusatkan pada apa yang mereka mampu dan ingin lakukan saat ini untuk mengubah perilaku mereka.
Ø   Melibatkan segala aspek manusia, meliputi: Kognisi, emosi dan behavior. Dalam teknik-teknik yang ada.














REFERENSI
Capuzzi, D. & Gross, D.R. 2007. Counseling and Psychotherapy: Theories and Interventions. Upper Saddle River, New Jersey: Perason Prentice-Hall.
Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont, CA: Brooks/Cole.
Nelson-Jones, R. 2001. Theory and Practice of Counseling and Therapy. London: Sage Publications.
Parrot III, L. 2003. Counseling and Psychotherapy. Pacific Grove, CA: Brooks/Cole.
Prochaska, J.O & Norcross, J.C. 2007. Systems of Psychotherapy. Belmont, CA: Thomson Brooks/Cole
Seligman, L. 2006. Theories of Counseling and Psychoterapy. Columbus, Ohio: Person Merril Prentice Hall.
Sharf, R.S. 2004. Theories of Psychotherapies and Counseling: Concept and Cases. Pacivic Grove, CA: Brooks/Cole.

No comments:

Post a Comment