Ketika akan mencuci tangan, seorang anak memutar keran dan meletakkan tangannya di bawah pancuran, namun anak lainnya justru berteriak-teriak dan kesal. Mengapa demikian? Seperti yang telah diulas sebelumnya, perilau tersebut sangat berkaitan erat dengan peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Penilaian Prilaku Fungsional (FBA) memberikan hipotesis tentang hubungan di antara jenis-jenis peristiwa dan perilaku tertentu yang terjadi di lingkungan. Secara spesifik, FBA dirancang untuk mendapatkan informasi tentang tujuan (fungsi) sebuah perilaku bagi seseorang. Bab ini akan membahas tentang dasar-dasar FBA, peranannya dalam intervensi dan prevensi terhadap hambatan-hambatan prilaku, dan pendekatan alternatif yang bisa digunakan untuk penilaian fungsional.
I. FUNGSI PERILAKU
Bukti yang diperoleh dari penelitian selama beberapa dekade menunjukkan bahwa baik perilaku yang disukai atau tidak disukai, apakah itu mencuci tangan atau hanya berteriak-teriak, itu dipelajari dan dipertahankan melalui interaksi dengan lingkungan sosial dan fisik. Interaksi antara perilaku dan lingkungan ini dijabarkan sebagai kontingensi penguatan positif atau negatif.
FBA bisa digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan sumber dari penguatan perilaku yang negatif, sehingga hasilnya bisa digunakan sebagai dasar untuk melakukan intervensi untuk menghilangkan terjadinya perilaku negatif tersebut. FBA dirancang untuk mengidentifikasi hal-hal yang berfungsi sebagai penguat perilaku tersebut. Penguat ini bisa berupa penguat sosial positif atau negatif yang ditularkan oleh seseorang yang berinteraksi dengan orang tersebut, atau penguat otomatis yang dihasilkan secara langsung oleh perilaku itu sendiri. Gagasan yang melatarnelakangi FBA adalah bahwa jika kontingensi penguatan ini bisa diidentifikasi, maka bisa dirancang suatu intervensi untuk menghilangkan perilaku yang bermasalah yang ada dan meningkatkan perilaku adaptif dengan cara mengubah kontingensi-kontingensi tersebut. FBA mendorong dilakukannya intervensi yang positif dan proaktif terhadap perilaku bermasalah.
1.1 Penguatan Positif
a. Penguatan Positif Sosial (Perhatian)
Perilaku bermasalah seringkali langsung mendapatkan perhatian dari orang lain, seperti menoleh; wajah terkejut; teguran; usaha-usah untuk menenangkan, menasihati, atau mengalihkan perhatian; dan sebagainya. Reaksi ini dapat memberikan penguatan positif terhadap perilaku yang bermasalah, dan perilaku yang bermasalah tersebut akan terjadi lagi pada situasi yang sama. Perilaku bermasalah yang dilestarikan oleh penguatan positif dalam bentuk reaksi dari orang lain seringkali terjadi di sebuah situasi di mana tingkat perhatian sangat rendah.
b. Penguatan Nyata
Sebagian besar perilaku memungkinkan untuk masuk ke material-material penguat atau stimulus/pemicu lainnya. Perbuatan seperti menekan tombol remot tv untuk mengganti acara yang disukai sudah bisa menimbulkan perilaku bermasalah dan menghasilkan suatu penguatan. Seroang anak bisa jadi akan terus menangis dan merengek sampai acara yang disukainya dikembalikan. Perilaku bermasalah bisa berkembang ketika perilaku tersebut secara konsisten menghasilkan suatu peristiwa atau benda yang diinginkan. Hal ini seringkali terjadi karena dengan memberikan benda tersebut akan menghentikan secara sementara perilaku yang bermasalah tersebut (misalnya, rengekan), meskipun hal ini justru membuat peluang terjadinya perilaku bermasalah tersebut terulang kembali di masa mendatang semakin besar.
c. Penguatan Positif Otomatis
Beberapa perilaku tidak bergantung pada tindakan orang lain untuk bisa menghasilkan sesuatu; beberapa perilaku bisa menghasilkan penguatnya sendiri. Misalnya, menghisap jempol bisa jadi mengalami penguatan karena adanya stimulasi fisik dari tangan atau mulut. Sebuah perilaku dikatakan telah dilestarikan oleh penguatan otomatis yaitu ketika perilaku tersebut terjadi dengan cara mengesampingkan penguatan sosial yang ada (misalnya, perilaku tersebut tetap terjadi meskipun si pelaku sedang sendirian).
1.2 Penguatan Negatif
a. Penguatan Negatif Sosial (Pelarian)
Sebagian besar perilaku yang dipelajari adalah sebagai hasil dari efektifitas dalam menghilangkan atau menunda peristiwa-peristiwa aversif. Tindakan menutup telepon akan memutuskan interaksi dengan seorang telemarketer; penyelesaian suatu tugas akan menghilangkan permintaan dari orang lain untuk menyelesaikan tugas tersebut. Perilaku bermasalah dapat dipertahankan/dilestarikan dengan cara yang sama. Perilaku seperti agresi; perilaku melukai diri sendiri, dan gaya bicara yang aneh akan dapat menghentikan atau menghindari interaksi yang tidak dinginkan dengan orang lain. Misalnya, situasi kelas yang kacau pada umumnya akan menghasilkan pengeluaran seseorang dari dalam kalas, oleh karena itu memungkinkan baginya untuk melarikan diri dari tugas-tugas atau perintah guru. Semua perilaku ini bisa diperkuat oleh penguat negatif, di mana penguat ini memungkinkan seorang individu untuk melarikan diri atau menghindari kesulitan-kesulitan atau tugas, aktifitas, atau interaksi yang tidak dia sukai.
b. Penguatan Negatif Otomatis
Stimulasi aversif, seperti rasa sakit secara fisik yang amat sangat atau kondisi yang tidak nyaman, merupakan unsur pemotivasi yang akan memperkuat penghentiannya. Perilaku yang secara langsung menghentikan stimulasi aversif akan dipertahankan oleh penguatan negatif yang merupakan suatu hasil otomatis dari sebuah respon. Misalnya, mengoleskan balsam di tempat yang terkena tanaman gatal dapat diperkuat secara negatif oleh keinginan untuk menghilangkan rasa gatal di kulit.
1.3 Fungsi versus Topografi
Ada beberapa poin yang bisa diambil dari pembahasan sebelumnya berkaitan dengan sumber-sumber penguatan perilaku. Perlu diketahui bahwa pengaruh lingkungan tidak akan membuat pembedaan antara topografi perilaku yang disukai atau tidak disukai; kontingensi penguatan yang sama bisa diterapkan baik pada perilaku yang disukai maupun yang tidak disukai. Misalnya, anak yang mencuci dan mengeringkan tangannya sebelum makan kemungkinan akan mendapat pujian. Seorang anak yang hanya merengek dan berteriak-teriak ketika akan makan juga akan mendapatkan perhatian (dalam bentuk teguran). Kedua bentuk perhatian tersebut memiliki potensi untuk memperkuat perilaku yang terjadi selanjutnya.
Topografi perilaku yang sama dapat diterapkan pada fungsi-fungsi yang berbeda untuk individu-individu yang berbeda. Misalnya, rengekan bisa jadi akan diperkuat secara positif dalam bentuk perhatian yang diberikan pada seorang anak, dan diperkuat secara negatif dalam bentuk pelarian diri ke anak yang lain. Oleh karena itulah, penilaian terhadap fungsi perilaku akan dapat memberikan informasi yang bermanfaat yang dapat digunakan dalam menentukan intervensi seperti apa yang paling tepat.
II PERANAN PENILAIAN FUNGSIONAL PERILAKU TERHADAP
INTERVENSI DAN PREVENSI
2.1 FBA dan Intervensi
Jika hubungan sebab akibat antara peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan dan sebuah perilaku dapat ditentukan, maka hubungan tersebut akan bisa diubah, sehingga akan mengurangi peluang terjadinya perilaku bermasalah berikutnya. Intervensi FBA bisa terdiri dari tiga strategi pendekatan: mengubah variabel anteseden (sebelumnya), mengubah variabel konsekuen (akibat), dan mengajarkan perilaku alternatif.
a. Mengubah Variabel Anteseden
FBA bisa mengidentifikasi anteseden-anteseden yang bisa diubah sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya perilaku yang bermasalah. Mengubah anteseden perilaku bermasalah akan mengubah dan atau menghilangkan (a) hal yang memotivasi perilaku bermasalah tersebut atau (b) stimulus diskriminatif yang memicu perilaku bermasalah. Misalnya, hal yang memotivasi anak merengek-rengek ketika diminta untuk mencuci tangan sebelum makan siang dapat dimodifikasi dengan cara mengubah karakteristik-karakteristik yang berkaitan dengan kegiatan makan siang, sehingga penghindaran terhadap suatu peristiwa tertentu tidak akan memperkuatnya (misalnya, mengubah tatanan meja menjadi lebih sederhana, mengatur jarak letak duduk, mengurangi makanan kecil sebelum makan siang, dan menawarkan makanan yang diinginkan untuk makan siang).
b. Mengubah Variabel Konsekuensi
FBA juga dapat mengidentifikasi sumber penguatan perilaku bermasalah yang ingin dihilangkan. Misalnya, hasil FBA yang mengindikasikan bahwa rengekan anak itu dipertahankan/dilestarikan oleh penguatan negatif sosial (penghindaran atau pelarian diri) memberikan beberapa pilihan solusi, seperti berikut ini:
1) Perilaku bermasalah tersebut dapat dihilangkan dengan cara memastikan bahwa hal yang memperkuat (misalnya, menghindari makan siang) tidak akan menghasilkan prilaku bermasalah berikutnya (rengekan).
2) Bisa juga dilakukan pengubahan jadwal sehingga tindakan mencuci tangan akan menghasilkan pelarian diri dari suatu peristiwa yang tidak begitu disukai.
c. Mengajarkan Perilaku Alternatif
FBA juga bisa mengindetifikasi perilaku-perilaku alternatif seperti apa yang bisa diterapkan sebagai pengganti perilaku yang bermasalah. Misalnya dengan mengajarkan mencuci tangan dengan menggunakan gel pembersih sebagai ganti dari mencucui tangan dengan menggunakan air.
2.2 FBA dan Teknologi Default
Intervensi yang dilakukan berdasarkan hasil FBA sampai saat ini dianggap masih yang paling efektif dibandingkan lainnya. Mengetahui mengapa suatu perilaku terjadi seringkali akan menghasilkan bagaimana perilaku tersebut bisa diubah menjadi lebih baik. Identifikasi yang terlalu dini terhadap suatu perilaku sebelum kita memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang tujuan dari dilakukannya suatu perilaku hanya akan menghasilkan tindakan yang tidak efektif, tidak efisien, dan bahkan justru berbahaya.
Sebagai contoh, misalnya kita menerapkan prosedur time out pada anak yang selalu merengek ketika disuruh mencuci tangan sebelum makan siang, yaitu dengan menghilangkan tindakan mencuci tangan dan langsung menyuruh si anak duduk di kursi makan. Hal ini akan berarti bagi si anak bahwa rengekan merupakan strategi yang jitu untuk menghindari suatu peristiwa. Dan suatu saat, strategi ini akan meningkat, bahkan untuk menghindari kegiatan makan siang itu sendiri. Sebagai akibatnya, pihak pengasuh, dalam hal ini orang tua, akan melakukan intervensi yang bersifat intrusif, koersif, atau yang berbasis hukuman untuk menghentikan rengekan tersebut. Intervensi inilah yang kita sebut sebagai teknologi default.
FBA dapat mengurangi penggunaan teknologi default ini dan memberikan solusi intervensi yang lebih efektif dalam beberapa cara. Ketika kita menggunakan FBA, maka intervensi yang dilakukan adalah yang berbasis pada penguatan, bukan intervensi yang berbasis pada hukuman. Sebab intervensi berbasis penguatan akan lebih tahan lama dibandngkan intervensi yang berbasis hukuman.
2.3 FBA dan Prevensi
Dengan memahami kondisi yang melandasi suatu perilaku itu dilakukan, maka FBA juga bisa memberikan tindakan prevensi agar hambatan-hambatan yang ada bisa dihilangkan. Meskipun perilaku bermasalah bisa ditekan dengan menggunakan prosedur hukuman, namun perilaku tersebut suatu saat akan muncul kembali, sebab hal yang memotivasi perilaku tersebut belum hilang.
Misalnya, hukuman berupa tidak boleh makan siang memang akan menghilangkan rengekan saat mencuci tangan, namun hukuman tersebut tidak menghilangkan anggapan bahwa penghindaran merupakan penguat bagi suatu peristiwa yang tidak diinginkan. Dengan demikian, perilaku lainnya yang menghasilkan penghindaran akan muncul dan berkembang, seperti agresi, perusakan barang, atau melarikan diri. Efek seperti inilah yang ingin dihindari ketika kita menggunakan intervensi yang berbasis pada fungsi penguat perilaku yang bermasalah.
III PENINJAUAN TERHADAP METODE-METODE FBA
Metode FBA bisa diklasifikasikan ke dalam tiga jenis: (a) analisis fungsional (eksperimental), (b) penilaian deskriptif, dan (c) penilaian tidak langsung. Metode ini bisa dilakukan secara mandiri atau secara berkelanjutan. Memilih metode atau gabungan metode yang terbaik memerlukan pertimbangan terhadap kelebihan dan keterbatasan dari masing-masing metode.
3.1 Analisis Fungsional (Eksperimental)
a. Prosedur Dasar
Pada analisis ini, anteseden dan konsekuen yang terepresentasi dari lingkungan sekitar seseorang diatur sedemikian rupa sehingga efek-efeknya terhadap perilaku bermasalah akan bisa diamati dan diukur. Penilaian jenis ini seringkali disebut sebagai sebuah analogi, sebab anteseden dan konsekuen yang juga terjadi di rutinitas sehari-hari disajikan secara sistematis, namun analisisnya tidak dilakukan pada konteks rutinitas yang terjadi sehari-hari.
Kondisi analogi seringkali dipergunakan sebab ia membuat pelaku analisis perilaku bisa lebih mengontrol variabel-variabel lingkungan yang ada. Analogi ini cenderung merujuk pada penyusunan variabel-variabel ketimbang pada setting dilakukannya penilaian tersebut. Penelitian telah membuktikan bahwa analisis fungsional yang dilakukan lingkungan sekitar (misalnya ruang kelas) akan memberikan hasil yang sama (dan bahkan lebih jelas) dengan analisis yang dilakukan pada setting simulasi.
b. Interpretasi Terhadap Analisis Fungsional
Fungsi perilaku bermasalah bagi seseorang dapat ditentukan dengan melihat grafik hasil analisis, dan kemudian bisa diidentifikasi kondisi-kondisi yang memiliki tingkatan tertinggi dalam menunjang terjadinya perilaku tersebut. Grafik untuk masing-masing potensi prilaku bermasalah ini ditunjukkan pada Gambar 24.1. Di sini nampak bahwa potensi perilaku bermasalah pada kondisi bermain adalah relatif rendah, sebab tidak ada unsur pemotivasi dari perilaku bermasalah tersebut. Meningkatnya perilaku bermasalah pada kondisi perhatian yang tidak tentu menegaskan bahwa perilaku bermasalah dipertahankan/dilestarikan oleh penguatan positif sosial (lihat grafik di atas bagian kiri pada Gambar 24.1).
Tabel 24.1 Memotivasi Operasi dan Kontigensi Penguatan Kontrol dan Kondisi Uji yang Khas dari Analisis Fungsional.
Kondisi | Kondisi Antecedent (memotivasi operasi) | Konsekuensi untuk perilaku bermasalah |
Bermain (kontrol) | Kegiatan yang terpilih terus menerus tersedia, perhatian sosial yang diberikan, dan tidak menuntut ditempatkan pada seseorang | Masalah perilaku diabaikan atau diarahkan secara netral |
Perhatian yang kontingen | Perhatian dialihkan atau disembunyikan dari orang tersebut | Perhatian dalam bentuk teguran ringan atau pernyataan yang menyejukan (misalnya: “Jangan melakukan itu, Engkau akan menyakiti orang lain”) |
Kemungkinan melarikan diri | Tuntutan tugas disampaikan terus menerus dengan menggunakan tiga langkah yang mendorong prosedur (misalnya: (1) “Anda perlu melipat handuk”, (2) Model lipat handuk, (3) Memberikan bantuan tangan untuk melipat handuk) | Beristirahat dari tugas yang diberikan dengan melepaskan bahan tugas dan menghentikan petujuknya untuk menyelesaikan tugas |
Kesendirian | Rendahnya tingkat stimulasi lingkungan (yaitu: terapis, bahan tugas, dan alat-alat permainan yang tidak ada) | Masalah perilaku diabaikan atau diarahkan secara netral |
Gambar 24.1 Pola-pola Data yang khas dari setiap Fungsi Perilaku selaku Melakukan Analisi Fungsional
c. Keunggulan analisis fungsional
Keunggulan utama analisis fungsional adalah kemampuannya dalam menunjukkan dengan jelas variabel-variabel yang berhubungan dengan terjadinya perilaku bermasalah. Bahkan, analisis fungsional ini digunakan sebagai standar penelitian dalam mengevaluasi sistem penilain-penilaian lainnya, dan memberikan metode-metode terapan yang paling banyak digunakan dalam penelitian bidang perilaku bermasalah. Selain itu, analisis ini merupakan alat yang paling memungkinkan dihasilkannya sebuah solusi intervensi yang berbasis penguatan, dan meminimalisir penggunaan intervensi yang berbasis hukuman.
d. Keterbatasan Analisis Fungsional
1) Adanya suatu resioko bahwa proses penilaian yang dilakukan bisa memperkuat secara sementara atau meningkatkan prilaku yang tidak diinginkan ke tingkatan yang dapat diterima.
2) Meskipun masih sangat sedikit hal yang diketahui oleh para praktisi tentang akseptabilitas prosedur analisis fungsional ini, penyusunan kondisi-kondisi yang dijadikan acuan pada perilaku bermasalah justru bisa berbalik kontraintuitif kepada orang-orang yang tidak memahami cara penggunaan dan tujuannya.
3) Beberapa perilaku (misalnya, prilaku yang jarang terjadi) tidak bisa dianalisis dengan menggunakan analisis fungsional.
4) Analisis fungsional yang dilakukan pada setting kondisi buatan kemungkinan tidak akan bisa mendeteksi variebel-variabel yang berpengaruh pada terjadinya perilaku bermasalah di lingkungan nyata.
5) Waktu, usaha, dan tenaga profesional yang dibutuhkan untuk menjalankan dan mengintepretasikan analisis ini seringkali menjadi hambatan dalam penerapan hasil-hasil yang didapat pada tataran praktek.
3.2 Penilaian Prilaku Fungsional Deskriptif
Sebagaimana dengan analisis fungsional, penilaian perilaku deskriptif fungsional menggunakan observasi langsung terhadap perilaku; tidak seperti analisis fungsional, bagaimanapun, pengamatan yang dibuat di bawah kondisi yang terjadi secara alami. Oleh karena itu, penilaian deskriptif melibatkan pengamatan perilaku masalah dalam kaitannya dengan peristiwa yang tidak diatur secara sistematis.
Ada tiga variasi penilaian deskriptif:
§ Perekaman ABC (Anteseden-Behavior-Consequence) secara kontinyu - pengamat catatan kejadian perilaku yang ditargetkan dan peristiwa lingkungan yang dipilih dalam rutinitas sehari-hari.
§ perekaman narasi ABC - data yang dikumpulkan hanya ketika perilaku yang menarik diamati, dan rekaman mencakup setiap peristiwa yang segera mendahului dan mengikuti perilaku sasaran.
§ Scatterplots - prosedur untuk mencatat sejauh mana suatu perilaku sasaran terjadi lebih sering pada waktu tertentu dari yang lain.
- Perekaman ABC Secara Kontinyu
Dengan menggunakan perekaman ABC secara kontinyu, pengamat bisa mencatat kejadian perilaku bermasalah yang menjadi sasaran dan memilih peristiwa sehari-hari di lingkungan sekitar selama periode waktu tertentu. Kode untuk anteseden, perilaku yang bermasalah, dan konsekuensi bisa dikembangkan dengan mendasarkan pada informasi yang diperoleh dari wawancara atau perekaman ABC secara naratif. Sebagai contoh, dengan menggunakan wawancara dan perekaman naratif, Lalli, Browder, Mace, dan Brown (1993) mengembangkan kode untuk stimulus dan respon yang digunakan untuk merekam peristiwa anteseden dan peristiwa-peristiwa selanjutnya (perhatian, penguatan nyata, pelarian) pada perilaku bermasalah yang terjadi di aktifitas ruang kelas.
Dengan menggunakan perekaman ABC secara kontinyu, kejadian dari suatu peristiwa tertentu diberi tanda pada lembar data (menggunakan interval parsial, sampling waktu tertentu, atau pencatatan frekuensi) (lihat Gambar 24.2). Peristiwa lingkungan sekitar yang menjadi sasaran (anteseden dan konsekuensi) akan dicatat kapanpun peristiwa tersebut terjadi, tanpa melihat apakah di dalamnya terdapat perilaku yang bermasalah ataupun tidak. Data tersebut menunjukkan bahwa tindakan merengek-rengek (perilaku) seringkali terjadi ketika para siswa disuruh untuk mencuci tangan (anteseden); rengekan tersebut kemudian seringkali diatasi dengan cara menghilangkan perintah yang sudah diberikan.
Gambar 24.2 Daftar kumpulan sampel data untuk perekaman ABC
kontinyu.
Form Perekaman ABC Pengamat: R. Van Norman Waktu mulai: 9.30 AM Waktu berakhir: 10.15 AM Tanggal: 25 Januari 2005 | ||
Anteseden | Prilaku | Konsekuensi |
Daftar tugas/instruksi Perhatian dialihkan Interaksi sosial Terlibat pada aktifitas yang disukai Aktifitas yang disukai dihilangkan Sendirian (tanpa perhatian/tanpa aktifitas | Marah-marah/merengek Agresi | Perhatian sosial Teguran Perintah tugas Akses ke hal yang disukai Tugas dihilangkan Perhatian dialihkan |
Daftar tugas/instruksi Perhatian dialihkan Interaksi sosial Terlibat pada aktifitas yang disukai Aktifitas yang disukai dihilangkan Sendirian (tanpa perhatian/tanpa aktifitas | Marah-marah/merengek Agresi | Perhatian sosial Teguran Perintah tugas Akses ke hal yang disukai Tugas dihilangkan Perhatian dialihkan |
Daftar tugas/instruksi Perhatian dialihkan Interaksi sosial Terlibat pada aktifitas yang disukai Aktifitas yang disukai dihilangkan Sendirian (tanpa perhatian/tanpa aktifitas | Marah-marah/merengek Agresi | Perhatian sosial Teguran Perintah tugas Akses ke hal yang disukai Tugas dihilangkan Perhatian dialihkan |
Daftar tugas/instruksi Perhatian dialihkan Interaksi sosial Terlibat pada aktifitas yang disukai Aktifitas yang disukai dihilangkan Sendirian (tanpa perhatian/tanpa aktifitas | Marah-marah/merengek Agresi | Perhatian sosial Teguran Perintah tugas Akses ke hal yang disukai Tugas dihilangkan Perhatian dialihkan |
Daftar tugas/instruksi Perhatian dialihkan Interaksi sosial Terlibat pada aktifitas yang disukai Aktifitas yang disukai dihilangkan Sendirian (tanpa perhatian/tanpa aktifitas | Marah-marah/merengek Agresi | Perhatian sosial Teguran Perintah tugas Akses ke hal yang disukai Tugas dihilangkan Perhatian dialihkan |
Daftar tugas/instruksi Perhatian dialihkan Interaksi sosial Terlibat pada aktifitas yang disukai Aktifitas yang disukai dihilangkan Sendirian (tanpa perhatian/tanpa aktifitas | Marah-marah/merengek Agresi | Perhatian sosial Teguran Perintah tugas Akses ke hal yang disukai Tugas dihilangkan Perhatian dialihkan |
Daftar tugas/instruksi Perhatian dialihkan Interaksi sosial Terlibat pada aktifitas yang disukai Aktifitas yang disukai dihilangkan Sendirian (tanpa perhatian/tanpa aktifitas | Marah-marah/merengek Agresi | Perhatian sosial Teguran Perintah tugas Akses ke hal yang disukai Tugas dihilangkan Perhatian dialihkan |
Daftar tugas/instruksi Perhatian dialihkan Interaksi sosial Terlibat pada aktifitas yang disukai Aktifitas yang disukai dihilangkan Sendirian (tanpa perhatian/tanpa aktifitas | Marah-marah/merengek Agresi | Perhatian sosial Teguran Perintah tugas Akses ke hal yang disukai Tugas dihilangkan Perhatian dialihkan |
Daftar tugas/instruksi Perhatian dialihkan Interaksi sosial Terlibat pada aktifitas yang disukai Aktifitas yang disukai dihilangkan Sendirian (tanpa perhatian/tanpa aktifitas | Marah-marah/merengek Agresi | Perhatian sosial Teguran Perintah tugas Akses ke hal yang disukai Tugas dihilangkan Perhatian dialihkan |
Daftar tugas/instruksi Perhatian dialihkan Interaksi sosial Terlibat pada aktifitas yang disukai Aktifitas yang disukai dihilangkan Sendirian (tanpa perhatian/tanpa aktifitas | Marah-marah/merengek Agresi | Perhatian sosial Teguran Perintah tugas Akses ke hal yang disukai Tugas dihilangkan Perhatian dialihkan |
Daftar tugas/instruksi Perhatian dialihkan Interaksi sosial Terlibat pada aktifitas yang disukai Aktifitas yang disukai dihilangkan Sendirian (tanpa perhatian/tanpa aktifitas | Marah-marah/merengek Agresi | Perhatian sosial Teguran Perintah tugas Akses ke hal yang disukai Tugas dihilangkan Perhatian dialihkan |
Kelebihan Perekaman ABC
Penilaian deskriptif berbasis perekaman kontinyu menggunakan ukuran-ukuran yang tepat (sama dengan analisis fungsional), dan di beberapa kasus korelasi yang ada merefleksikan suatu hubungan sebab akibat. Karena penilaian ini dilakukan pada konteks terjadinya perilaku bermasalah, maka metode ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk merancang analisis fungsional selanjutnya. Selain itu, metode ini tidak perlu mengganggu rutinitas orang lain.
Keterbatasan Perekaman ABC
Meskipun metode ini dapat menunjukkan hubungan antara peristiwa tertentu dengan perilaku yang bermasalah, namun pada kenyataannya hubungan tersebut sangat sulit dideteksi. Oleh karena itu, maka untuk menganalisis data deskriptif tersebut diperlukan penghitungan probabilitas/peluang bersyarat. Probabilitas bersyarat adalah kecenderungan munculnya perilaku bermasalah yang menjadi target pada situasi yang ditetapkan. Berdasarkan Gambar 24.2 di atas, probabilitas bersyarat dari marah-marah/merengek dapat diolah dengan menghitung (a) proporsi kejadian marah-marah yang diawali oleh adanya anteseden berupa instruksi, dan (b) proporsi kejadian marah-marah dimana konsekuensinya berupa penghilangan tugas.
- Perekaman ABC Naratif
Perekaman ABC naratif merupakan sebuah bentuk dari penilaian deskriptif yang berbeda dari perekaman kontinyu dimana pada metode ini (a) data dikumpulkan hanya ketika perilaku yang menjadi target terjadi, dan (b) perekamannya bersifat terbuka atau open-ended (semua peristiwa yang mendahului dan mengikuti terjadinya perilaku bermasalah akan dicatat). Karena pencatatan data hanya dilakukan ketika perilaku yang menjadi sasaran terjadi, maka metode ini tidak memakan banyak waktu dibandingkan perekaman kontinyu.
Keterbatasan perekaman naratif
Karena perekaman naratif sangat jarang dilaporkan pada penelitian yang diterbitkan, oleh karena itu penggunaannya untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi perilaku belumlah ditetapkan. Namun demikian, perekaman ABC naratif mampu mengidentifikasi hubungan fungsional yang tidak muncul karena anteseden dan konsekuensi yang direkam hanyalah yang berhubungan dengan perilaku sasaran saja. Misalnya, data ABC terkadang mengindikasikan sebuah hubungan antara perhatian rekan sebaya dan gangguan, padahal perhatian rekan sebaya juga sering terjadi ketika siswa tidak mendapatkan gangguan.
Keterbatasan perekaman ABC naratif lainnya kemungkinan adalah tingkat keakuratannya. Jika pihak pengamat tidak dilatih dengan baik, maka kemungkinan mereka akan salah mengartikan dan menggunakan penilaian subyektif. Perekaman ABC naratif ini tidak sesuai jika digunakan untuk mengumpulkan informasi awal yang digunakan untuk analisis selanjutnya.
- Scatterplot
Perekaman scatterplot merupakan sebuah prosedur pencatatan yang digunakan untuk mengetahui perilaku sasaran mana yang lebih sering terjadi dibandingkan lainnya. Secara spesifik, metode ini membagi hari menjadi beberapa bagian waktu (misalnya, rangkaian segmen 30 menitan). Untuk tiap-tiap segmen waktu, pengamat menggunakan simbol yang berbeda-beda pada lembar pengamatan untuk mengindikasikan apakah perilaku yang menjadi sasaran terjadi sering, jarang, atau tidak terjadi sama sekali. Setelah data dikumpulkan dalam beberapa periode hari, kemudian data tersebut dianalisis untuk mengetahui pola-polanya.
Kelebihan Scatterplot
Keunggulan utama dari scatterplot adalah bahwa metode ini mampu mengidentifikasi periode waktu saat terjadinya perilaku yang bermasalah. Informasi seperti ini tentu saja sangat bermanfaat untuk mengetahui periode waktu di satu hari dan mengetahui fungsi perilaku bermasalah yang menjadi sasaran.
Keterbatasan scatterplot
Meskipun scatterplot sering digunakan pada tataran praktek, namun masih sangat sedikit yang diketahui tentang penggunaannya. Permasalahan lainnya adalah sangat sulit memperoleh data yang akurat dengan menggunakan metode scatterplot, sehingga sangat sulit untuk melakukan interpretasi terhadap hasil analisa datanya.
3.3 Penilaian Perilaku Fungsional Tak Langsung
Metode ini menggunakan wawancara terstruktur, checklist, skala peringkat, atau kuesioner untuk mendapatkan infromasi dari orang yang dekat (misalnya, gur, orang tua, pengasuh) dengan orang yang memiliki perilaku bermasalah untuk mengidentifikasi kondisi-kondisi yang kemungkinan berkorelasi dengan perilaku bermasalah tersebut. Metode ini disebut “tak langsung” sebab metode ini tidak melibatkan observasi langsung terhadap perilaku tersebut, namun hanya mencari informasi-informasi berdasarkan apa yang diketahui orang lain tentang perilaku bermasalah yang dimiliki si subyek.
Kelebihan dari metode ini adalah bahwa ia bisa memberikan sumber informasi yang bermanfaat yang bisa digunakan sembagai panduan proses berikutnya, memberikan penilaian yang lebih obyektif, dan membantu dalam mengembangkan hipotesis tentang variabel-variabel yang berhubungan dengan perilaku bermasalah. Selain itu, karena observasinya tidak bersifat langsung, maka metode ini dirasa lebih nyaman digunakan oleh sebagian orang.
Keterbatasan dari FBA tak langsung ini adalah bahwa informasi yang didapat bisa jadi tidak akurat dan bias, sehingga kondisi-kondisi yang melatarbelakngi suatu perilaku bermasalah menjadi sulit dipahami secara benar. Mungkin karena alasan inilah sangat sedikit peneliti yang menggunakan metode FBA tak langsung ini.
Tabel 24.2 Uraian Skala Penilaian Perilaku yang Digunakan untuk Menilai Kemungkinan Fungsi-fungsi Perilaku Bermasalah
Skala nilai prilaku | Fungsi yg dinilai | Format dan jumlah item | Contoh item dan kemungkinan fungsi |
Motivation Assessment Scale (MAS) | Penguatan sensorik, pelarian, perhatian, dan penguatan nyata | 16 pertanyaan (masing-masing 4 untuk 4 fungsi), skala 7 poin dari selalu sampai tidak pernah | Apakah prilaku tersebut akan muncul ketika anda bebicara dengan orang lain di ruang tersebut? (perhatian) |
Motivation Analysis Rating Scale (MARS) | Penguatan sensorik, pelarian, dan perhatian | 6 pernyataan (masing-masing 2 untuk 3 fungsi), skala 4 poin dari selalu sampai tidak pernah | Prilaku tersebut langsung berhenti ketika anda tidak lagi meminta orang tersebut melakukannya. |
Problem Behavior Questionnaire (PBQ) | Perhatian rekan sebaya, perhatian guru, menghindari perhatian rekan sebaya, menghindari perhatian guru, dan penilaian terhadap peristiwa yang telah di set. | Pertanyaan, dengan rentang 7 poin. | Ketika prilaku bermasalah terjadi, apakah rekan sebaya meresponnya secara verbal ataukah menertawai si pelaku? (perhatian rekan sebaya) |
Functional Analysis Screening Tool (FAST) | Penguatan sosial (perhatian, item yg disukai), penguatan sosial (pelarian diri), penguatan otomatis oleh stimulasi sensorik, penguatan otomatis dengan meredam rasa sakit. | Pernyataan ya atau tidak. | Ketika prilaku tersebut terjadi, apakah biasanya anda menenangkan orang tersebut ataukah mengalihkan perhatiannya dengan aktifitas lain yg disukai? |
Questions About Behavioral Function (QABF) | Perhatian, pelarian diri, non sosial, bersifat fisik, nyata | Pernyataan, dengan rentang 4 poin | Partisipan yang terlibat dalam prilaku tersebut mencoba untuk mendapatkan reaksi dari anda. (perhatian) |
No comments:
Post a Comment