Thursday, June 23, 2011

Panduan Penerapan Pendekatan Multikultural Dalam Konseling Karir



A.          Latar belakang masalah (Fenomena yang terjadi di Masyarakat)

Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta rasa, karsa, dan rasa tersebut Koentjaraningrat (1976:28). Kebudayaan dimiliki oleh setiap bangsa, oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbeda-beda. Meskipun terkadang ada kesamaan seperti halnya rumpun dan ras. Di jepang antara kebudayaan dan budaya dibedakan berdasarkan pengertiannya. Budaya ialah sesuatu hal yang semiotik, tidak kentara atau bersifat laten artinya keseluruhan hal yang alamiah. Sedangkan kebudayaan ialah seluruh cara hidup manusia untuk mempertahankan hidupnya artinya, keseluruhan hal yang bukan alamiah yaitu hasil ciptaan manusia. Kebudayaan juga dapat dijelaskan dalam Situmorang (1995:3) adalah sebuah jaringan makna yang dianyam manusia tersebut dalam hidup, dan mereka bergantung pada jaringan-jaringan makna tersebut. Budaya membuat individu menjadi unik dan berbeda satu sama lain, karena setiap individu memiliki nilai-nilai yang berbeda. Keunikan individu yang dipengaruhi oleh faktor budaya juga telah merambah dunia karir, yaitu bilamana individu dalam menentukan karirnya di masa yang akan datang.
Di Indonesia dari Sabang sampai Merauke, menurut data badan pusat statistik (BPS) terdapat kurang lebih terdapat 1.128 suku bangsa dan terdapat kurang lebih 583 bahasa dan dialek dari 67 bahasa induk yang digunakan berbagai suku bangsa tersebut. Hal ini mencerminkan bahwa negara kita merupakan negara yang sangat pluralis. Sebagai contoh, Fenomena yang terjadi di masyarakat Flores Timur misalnya, seseorang dianggap bekerja bila memiliki kantor, memakai sepatu, memakai kemeja dan dasi. Lain halnya dengan di Papua, seseorang dinilai telah bekerja oleh masyarakat setempat jika telah menjadi pegawai negeri sipil (PNS) yang telah memiliki nomor induk pegawai (NIP). Jikalau tidak memiliki NIP, orang-orang di Papua menganggap bahwa individu tersebut “belum” bekerja. Fenomena-fenomena yang unik pula dapat dilihat pada kebudayaan Jawa, Sumatra, Sulawesi dan Maluku.
Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa terdapat keunikan dalam pemilihan karir yang dipengaruhi oleh budaya baik langsung maupun tidak langsung yang dimediasi oleh lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Dalam menyikapi fenomena yang terjadi dalam lingkungan masyarakat indonesia sekarang ini dalam hal memilih dan menentukan perkerjaan, serta opini masyarakat tentang pengertian “pekerjaan” itu sendiri, maka penulis berusaha untuk membuat suatu format dalam mempermudah konselor karir dalam memfasilitasi individu untuk menentukan pilihan pekerjaan dan karir para kliennya.








B.          Landasan Teori
1.            Aspek Budaya
Terdapat tiga aspek dari budaya.
a.           Dimensi universal mengacu pada kesamaan antara kelompok-kelompok.
b.           Dimensi budaya umum mengacu pada karakteristik dari kelompok tertentu dan biasanya mengacu pada etnisitas, yang biasa berupa sejarah kelompok, nilai-nilai, bahasa, adat, agama, dan politik. Ada lebih dari 200 entitas nasional dan 5.000 bahasa di dunia. Kelompok-kelompok yang luas dapat dipecah menjadi sub kelompok yang tak terhitung jumlahnya. Tidak mungkin bagi konselor karir untuk mempelajari semua budaya dan subkultur dunia, meskipun ada kemungkinan untuk konselor di Amerika Serikat untuk belajar tentang apa yang disebut generalisasi budaya dari kelompok budaya utama di negara ini.
c.            Aspek ketiga dari kebudayaan adalah dimensi pribadi. Dimensi pribadi budaya tercermin dalam cara pandang individu terhadap dunia dan didasarkan pada sejauh mana nilai-nilai budaya umum dan cara pandang yang diadopsi oleh individu. Proses ini disebut enkulturasi dan hasilnya adalah pengembangan identitas etnis/ras tertentu. Perkembangan ras/etnis, merupakan proses yang berkesinambungan, menghasilkan cara pandang (Peace Corps, 2005). Cara pandang individu adalah dasar bagi persepsinya tentang realitas (lvey, D'Andrea, Ivey, & Simek-Morgan, 2002). Generalisasi budaya yaitu asumsi bahwa karakteristik individu mirip dengan kelompoknya adalah stereotip yang harus dihindari (Ho, 1995). Warna kulit, pakaian, etnis, kepercayaan agama, kebiasaan, atau tradisi dihormati tidak berdekatan dengan budaya pribadi.
Gambar 2.1.
Tiga Aspek dari Budaya

2.            Pendekatan Konseling Karir Multikultural
Penilaian informal dari nilai-nilai budaya telah diteliti sebagai langkah awal dalam pendekatan berbasis nilai-nilai yang akan kita bahas. Nilai-nilai budaya diperoleh lebih mudah daripada perkembangan identitas; proses individu, seperti enkulturasi dan akulturasi, dan lebih mudah dipahami oleh konselor dan klien. Hal ini juga dapat menjadi dasar untuk pemilihan teknik konseling yang tepat, perangkat penilaian, dan intervensi (Brown, 2002). Bingham dan Ward (2001) menyarankan tujuh komponen untuk pendekatan terhadap konseling karir untuk Amerika Afrika. Hal ini telah disajikan, dengan beberapa modifikasi, termasuk penambahan advokasi (Bingham & Ward, 2001, hlm 59-60). Suatu pendekatan konseling karir multikultural harus menyediakan dasar-dasar untuk:
1.           Penilaian variabel budaya
2.           A culturally appropriate relationship Suatu hubungan budaya yang sesuai
3.           The facilitation of the decision-making process Fasilitasi proses pengambilan keputusan
4.           The identification of career issues (assessment) Identifikasi masalah karir (assessment)
5.           The establishment of culturally appropriate goals Pembentukan budaya yang sesuai tujuan
6.           The selection of culturally appropriate interventions Pemilihan intervensi yang tepat budaya
7.           The implementation and evaluation of the interventions used Pelaksanaan dan evaluasi intervensi yang digunakan
8.           Advocacy Pembelaan (advocacy)


3.            Budaya Nasional
Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
“ Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bai Masyarakat Pendukukungnya, Semarang: P&K, 1999 ”
Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional”
Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.
Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan angsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.




C.          Panduan Pelatihan Keterampilan Multikultural Dalam Konseling Karir dan Advokasi
1.            Penilaian Variabel Budaya
Kita dapat mengetahuai budaya seseorang dari beberapa hal, yaitu: nama, bahasa lisan di rumah, adat dan tradisi yang dapat diamati, afiliasi budaya teman-teman, afiliasi budaya orang tua, dan bagian masyarakat dimana klien berada ( Garrett & Pichette, 2000; Thomason, 1995). Wawancara konseling karir untukk pertama kali mungkin harus berfokus pada variabel-variabel budaya ini jika terdapat ketidakpastian konselor terhadap afiliasi budaya klien.
Sebagai Contoh: dari nama, Fransiskus de Gomes. Penulis dapat melihat terdapat afiliasi budaya dari negara lain khususnya Portugis, kemudian nama penulis sendiri Paul Arjanto, dapat berdampak pada afiliasi budaya Jawa. Namun penggunaan nama sebagai faktor penentu afiliasi budaya belum tentu akurat. Oleh karena itu penulis melihat terdapat beberapa aspek yang menjadi penentu afiliasi budaya yang signifikan terhadap individu. Dari sini konselor dapat mengetahuai siapa yang memberikan afiliasi terbesar kepada klien dalam penetuan keputusan karirnya.
Keluaran Psikologi Individu dalam Memilih Karir atau Pekerjaan

 
Afiliasi Miring
(Orang Dewasa, Kelompok sendiri dan lain)

 
Afiliasi Datar
(Kelompok Sebaya )

 
Afiliasi Tegak
(Pola Asuh )

 

Gambar 3.1
Afiliasi Budaya Klien dalam Konseling Karier
Berdasarkan penjelasan di atas konselor dapat mengembangkan beberapa pertanyaan bagi klien meliputi:

1)           Deskripsikanlah perasaan dan pemikiran anda tentang tiga aspek budaya yang terdapat dalam diri anda !
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………

2)           Hal-hal apa saja yang anda pelajari dari aspek-aspek tersebut ?
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………

3)           Siapakah yang secara signifikan menjadi penentu pilihan karir anda ? Mengapa ?
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………



2.            A culturally appropriate relationshipHubungan Budaya Yang Sesuai
Dalam membangun suatu hubungan budaya yang sesuai antara konselor dan klien, hal-hal yang harus diperhatikan yaitu:
ü   Cara berhadapan muka: Untuk orang indonesia dalam membangun hubungan berhadapan muka antara konselor dan klien masih sangat diperlukan. Hal ini menandakan adanya rasa saling menghargai antara konselor dan klien.
ü   Postur tubuh: Konselor harus agak sedikit membungkukan badan, yang menandakan bahwa konselor mendengarkan dan memperhatikan apa yang dibicarakan oleh klien dalam mengambil keputusan karir.
ü   Kontak mata: antara konselor dan klien sangat diperlukan kontak mata saat berkomunikasi. Misalnya konselor menatap mata klien, namun tidak menatapnya dengan tajam.
ü   Sikap santai: budaya timur, cenderung lebih santai dalam berkomunikasi dan membangun hubungan, karena individu akan lebih nyaman bila terdapat dalam situasi yang dapat membuatnya menjadi merasa santai, rileks dan hangat.
ü   Ekspresi wajah: Dalam berkomunikasi dan membangun hubungan ekspresi wajah konselor tidak perlu kaku, konselor dapat sesekali memberikan senyuman kepada klien sebagai tanda bahwa konselor senang akan keputusan atau informasi yang diberikan dan diambil oleh klien dalam proses konseling karir.
Konselor pun harus memahami batasan-batasan dalam membangun hubungan dengan klien.
Berdasarkan penjelasan di atas konselor dapat mengembangkan beberapa pertanyaan bagi klien meliputi:
1)           Dari batasan-batasan dalam membangun hubungan dengan klien, batasan manakah yang sangat menjadi penghambat ? Mengapa ?
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………

2)           Bagaimana hal tersebut dapat menjadi penghambat dalam proses komunikasi dan membangun hubungan dengan klien ?
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………

3)           Bagaimana konselor membantu klien dalam mengatasi batasan-batasan komunikasi yang ada ?
……………………………………………………………
……………………………………………………………



3.            The facilitation of the decision-making process Fasilitasi Proses Pengambilan Keputusan
Dalam proses memfasilitasi proses pengambilan keputusan, konselor sudah tentu mengetahuai siapa yang menjadi penentu pengambil keputusan, entah itu klien sendiri, orang tua klien, keluarga, teman, dll. Kemudian konselor mengarahkan klien menggunakan pertanyaan berikut dalam memfasilitasi pengambilan keputusan karir:
1)           Apa Aktivitas yang anda lakukan pada waktu senggang ?
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………

2)           Pendidikan yang disenangi ?
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………
3)           Kapan Anda merasa nyaman ?
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………
4)           Kapan Anda merasa tidak nyaman ?
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………

5)            Pekerjaan jenis apa yang anda senangi ?
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………












4.            The identification of career issues (assessment) Identifikasi Masalah Karir (Assessment)
Dalam mengidentifikasi masalah karir dari klien tidaklah mudah, oleh karena itu konselor harus telah mengahuasi teknik-teknik bertanya untuk menggali informasi dari klien. Penulis merancang beberapa pertanyaan yang sangat signifikan dapat mengidentifikasi permasalahan karir dari klien. Pertanyaan-pertanyaan eksplorasi tersebut sebagai berikut:
1)           Apakah Anda percaya bahwa Anda dibatasi oleh budaya / etnis latar belakang Anda? If yes, what is the basis of this belief? Jika ya, apa dasar keyakinan ini? Have you limited your occupational choices based on this belief? Apakah Anda terbatas pilihan kerja Anda berdasarkan keyakinan ini? For example, have you only considered occupations that are traditionally entered by people of your ethnic/racial background? Sebagai contoh, Anda hanya memilih pekerjaan yang secara tradisional dianggap oleh masyarakat etnis / ras latar belakang Anda?
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………

2)           Has your gender limited the occupational choices you have considered?Apakah jenis kelamin Anda membatasi pilihan kerja Anda? If yes, how? Jika ya, bagaimana? Are these expectations related to planning for marriage? Apakah harapan ini berkaitan dengan perencanaan untuk menikah? What nontraditional careers have you considered? Apa karir nontradisional yang telah Anda dipertimbangkan?
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………



3)           Has your sexual orientation entered into you career planning?Apakah orientasi seksual Anda mempengaruhi perencanaan karir Anda? If yes, how ? Jika ya, bagaimana?
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………








4)           Do you have a chronic mental health problem?Apakah Anda memiliki masalah kesehatan mental kronis? If yes, how has this problem influenced your thinking about jobs? Jika ya, bagaimana masalah ini mempengaruhi pemikiran Anda tentang pekerjaan?
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………



5)           Have you ever been diagnosed with a mental or physical disability?Pernahkah Anda didiagnosis dengan cacat mental atau fisik? If yes, how has this diagnosis influenced your thinking about your career? Jika ya, bagaimana diagnosis ini mempengaruhi pemikiran Anda tentang karir Anda?
……………………………………………………………

No comments:

Post a Comment