Friday, June 24, 2011

Attaining Concepts – The Basic Thinking Skills



I.              Permasalahan
Saya ingin mengangkat masalah yang saya alami sendiri sebagai seorang pendidik baru dalam dunia pendidikan. Tahun 2003 saya lulus, kemudian saya langsung bekerja disebuah Sekolah Dasar berkurikulum internasional di Jakarta. Saat iitu bahkan sampai sekarang, anak usia dini (mulai dari pre-school sampai SD), mewajibkan anak untuk mampu berhitung dengan benar. Sedangkan menurut ilmu yang saya pelajari berkaitan dengan tahap perkembangan anak usia sekolah, masa tersebut merupakan masa bermain dan masa dimana mereka mendapatkan ilmu-ilmu baru dengan cara yang “fun”. Namun yang saya hadapi di lapangan dan menurut beberapa sharing teman-teman saya yang juga menjadi guru dan bahkan guru senior di tingkat SD, tidak seindah yang diharapkan. Anak-anak hanya di duduk, dan diminta meng”hafal” angka yang diberikan, tanpa memberikan pengalaman. Jika dikatakan belajar angka untuk belajar matematika, mungkin itu konsep yang perlu diperluas oleh pendidik. Pengajaran yang diterapkan ternyata tidak membantu siswa dalam mengerti matematika saat diperhadapkan dalam soal cerita atau pemecahan masalah. Banyak siswa menjadi tidak menyukai pembelajaran matematika, bahkan itu terbawa sampai tingkat mahasiswa. Ada sebagian siswa memilih jurusan untuk menghindari “hitung-hitungan”. Adakah konsep yang salah dalam menanamkan operasional matematika??




II.          Kajian Teoritis
Penggolongan, Pembentukan, dan Penemuan Konsep
Pencapaian konsep adalah proses pencarian dan pendaftaran sifat-sifat atau karakteristik-karakteristik yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dan tidak tepat dari berbagai macam kategori (Bruner, Goodnow, and Austin, 1967). Jika dalam pembentukan konsep yang merupakan dasar dari model induktif adalah proses yang mengharuskan siswa menetukan dasar dimana mereka akan membangun kategori, maka dalam pencapaian konsep siswa diharuskan dapat menggambarkan sifat-sifat dari suatu kategori yang sudah terbentuk dalam pikiran orang lain dengan cara membandingkan dan membedakan contoh-contoh yang berisi karakteristik-karakteristik (disebut sebagai ciri-ciri) dari konsep yang dimaksud dengan contoh-contoh yang tidak mengandung karakteristik-karakteristik tersebut. Untuk merancang pembelajaran seperti ini, maka kita sebagai pengajar harus memiliki ketegori yang jelas dalam pikiran kita.
dalam pembelajaran dengan metode pencapaian konsep ini, berkaitan dengan dua kategori untuk menggambarkan aktivitas mengkategorisasi, yaitu Exemplars (Contoh) dan Attribute (Sifat).
Exemplars (Contoh-Contoh)
Exemplars merupakan bagian kecil dari rangkaian koleksi data. Dalam exemplars, kategori yang dimaksud merupakan bagian dari contoh-contoh yang dijelaskan oleh satu atau lebih karakteristik, yang tidak dimiliki oleh contoh lainnya. Cara yang dilakukan adalah dengan membandingkan antara contoh-contoh yang positif dan membedakannya dengan contoh-contoh yang negatif. Dengan cara ini, siswa sebenarnya belajar tentang konsep atau kategori itu sendiri.
Attributes (Sifat-Sifat)
Setiap objek data memiliki ciri-ciri yang kita sebut dengan sifat-sifat atau karakteristik tertentu. Attributes (Sifat) itu terdiri dari essential attributes (sifat esensial/mendasar) dan multiple attributes (sifat ganda).  Setiap bidang atau kategori pasti mengandung kedua sifat tersebut.
Essential attributes (sifat dasar) merupakan sifat yang penting dari sebuah bidang tertentu. Setiap kategori memiliki elemen penting yang dapat memberikan gambaran jelas tentang kategori tersebut. Selain itu, nilai dari sifat tersebut perlu diperhatikan. Nilai dari sebuah sifat menunjukkan tingkatan-tingkatan dari satu sifat bisa hadir dalam berbagai contoh. Dan terkadang nilai sifat tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah bahan pertimbangan pada satu hal, namun tidak pada hal yang lain. Pada kenyataanya beberapa sifat/karakteristik hadir dengan tingkatan yang beragam dan pendidik yang menggunakan metode ini harus menentukan apakah kemunculan suatu sifat sudah cukup untuk meletakkan sesuatu hal dalam kategori tertentu; dan apakah ruang lingkup kepadatan sifat itu dapat mengkualifikasi sesuatu yang dimiliki oleh kategori tersebut. Oleh karena itu untuk mengajarkan sebuah konsep, kita harus mendefinisikan dengan jelas sifat dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Pendidik juga harus menyertakan contoh-contoh negatif atau berlawanan agar memudahkan baik kita atau siswa mengesampingkan objek-objek lain yang memiliki nilai sifat yang sama dengan contoh itu. Dapat dikatakan bahwa proses penemuan konsep merupakan aktivitas kreatif untuk memperoleh sifat-sifat dari suatu kategori.
Konsep didefinisikan dengan conjunctive concept dan disjunctive concept. Conjunctive concept adalah adanya satu atau dua lebih sifat yang diberikan contoh-contoh dihubungkan dengan oleh satu atau lebih karakteristik. Sedangkan disjunctive concept adalah adanya kehadiran beberapa sifat dan ketiadaannya sifat-sifat yang lain.
Strategi Penemuan Konsep
Ada dua cara yang dapat kita lakukan untuk mengamati dan mendapatkan informasi tentang strategi yang dapat digunakan siswa unuk mencapai konsep. Pertama, saat suatu konsep sudah dicapai, pendidik dapat meminta siswa untuk menceritakan pemikiran yang dia peroleh seperti menggambarkan gagasan yang muncul, sifat apa yang mereka fokuskan, dan modifikasi apa yang siswa perbuat. Hal tersebut dapat membimbing siswa pada suatu diskusi dimana mereka dapat menemukan strategi-strategi yang lain dan bagaimana penerapannya. Kedua, pendidik dapat meminta siswa untuk menuliskan hipotesa mereka. Setelah menuliskan hipotesa yang mereka dapat, mereka diminta menyerahkan pada pendidik suatu catatan yang dapat dianalisis.
Ada tiga faktor penting untuk mengukur jenis hipotesa yang muncul dan bagaimana mereka menguji atau memodifikasi hipotesa tersebut. Pertama, membangun latihan-latihan penemuan konsep sehingga pendidik dapat mengamati proses berpikir siswa. Kedua, membantu atau mendorong siswa untuk tidak hanya mampu mendeskripsikan, namun mampu juga untuk lebih efisien mengubah strategi-strategi mereka dan menggunakan stratergi baru tersebut. Ketiga, mengubah cara pendidik dalam menyajikan informasi dan memodifikasi model, dengan tujuan untuk mempengaruhi cara-cara siswa dalam memproses informasi.
Struktur Pengajaran
Dalam model pencapaian konsep, ada beberapa tahapan yang dilalui, yaitu:
  1. Tahap penyajian data pada siswa. Data ini dapat berupa kejadian, manusia, objek, cerita, atau gambar. Dalam tahapi ini ada tiga proses yang dilalui, yaitu: proses pemberian contoh, proses membandingkan atau memverifikasi sifat-sifat dari contoh yang diberikan, dan proses pemberian nama pada konsep yang mereka temukan (hipotesa sementara).
  2. Tahap pengujian pencapaian konsep. Dalam tahap ini ada tiga proses yaitu proses mengidentifikasi contoh tambahan, proses menguji hipotesa, dan proses pembuatan contoh.
  3. Tahap analisa strategi. Dalam tahap ini siswa diminta mnganalisa dengan tujuan agar siswa dapat membandingkan secara bertahap efektivitas setiap strategi yang telah mereka rancang dan terapkan. 


Tugas dan Peran Pendidik dalam Model Pencapaian Konsep
Dalam proses pembelajaran, pendidik bertugas untuk memilih konsep, menyeleksi, dan mengolah bahan menjadi contoh-contoh yang positif dan yang negatif, dan mengurutkan/merangkai contoh-contoh tersebut. Selain itu, pendidik menuntun siswa untuk menganalisa berbagai strategi. Pendidik diharapkan dapat bersikap simpatik pada hipotesa yang telah didapatkan oleh siswa.
Model pencapaian konsep merupakan tehnik yang ampuh untuk mengukur pemahaman siswa terhadap bahan yang diajarkan. Model pencapaian konsep ini melatih siswa berpikir secara induktif. Model pencapaian konsep ini dapat digunakan diseluruh tingkatan siswa. Namun dalam setiap tingkatan, ada penyesuaian konsep yang harus dilakukan oleh pendidik. Sebagai contoh pada usia TK atau usia dini, pendidik perlu menerapkan konsep yang lebih konkrit dan lebih visual misalkan melalui gambar atau benda atau bentuk yang berada disekitar mereka.

III.       Solusi
Berdasarkan permasalahan yang saya coba paparkan dan mengaitkannya dengan kajian teori model pencapaian konsep, terdapat cara yang bisa dilakukan untuk memperkenalkan konsep angka dengan benar terhadap anak pada tingkat usia dini. Cara yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan gambar atau benda seperti Teddy Bear Counter, Dinosaurs counters, atau Lego, dan lain sebagainya. Teddy bear ataupun benda yang saya sebutkan diatas dapat disediakan dalam bentuk yang berbeda (besar-sedang-kecil) dan warna yang berbeda (warna dasar: merah-biru-kuning). Pendidik memberikan contoh, kemudian dengan bantuan guru dibimbing untuk menemukan konsep matematika.  Perlu kekreativitasan pendidik untuk mengarang sebuah cerita dengan menggunakan benda atau gambar yang ada, sehingga siswa tertarik untuk belajar konsep matematika. Hal inipun didukung dengan artikel dibawah ini yang berbicara soal kekreativitasan pendidik dalam menanamkan konsep matematika.
Kreativitas pembelajaran Matematika yang mudah dan menyenangkan perlu terus dikembangkan. Karena itu, Matematika mesti diajarkan secara menarik dan terhubung dengan dunia nyata sehingga siswa senang. "Belajar Matematika itu bukan sekedar mengajarkan anak tahu berhitung dan mengasah logika anak. Tetapi Matematika itu juga bisa dimanfaatkan untuk mengasah kreativitas otak yang dibutuhkan seseorang untuk berhasil dalam hidup," ujar Stephanus Ivan Goenawan, pengajar di salah satu Universitas swasta di Jakarta.
Ivan menciptakan konsep pembelajaran Matematika yang dinamakannya metode horisontal. Metode horisontal ini merupakan metode perhitungan di mana proses penyelesaian dilakukan secara mendatar (horisontal) dari arah kanan menuju ke kiri. Bilangan desimal biasa dikonversi dengan notasi pagar (I). "Bila daya kreativitas angka meningkat maka daya ini dapat berimbas ke jenis kreativitas yang lain, seperti pada pelajaran sekolah, seni, strategi atau intuisi bisnis atau ilmu pengetahuan," ujar Ivan.
Pengembangan metode belajar Matematika untuk membantu proses penghitungan yang cepat sehingga membuat anak tertarik belajar Matematika juga sebelumnya dilakukan Septi Peni Wulandani dengan metode jaritmatika. Penghitungan dilakukan dengan memanfaatkan tangan kanan yang diibaratkan tangan satuan dan tangan kiri sebagai tangan puluhan.
S Hamid Hasan, Ketua Umum Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia, mengatakan untuk menciptakan pembelajaran Matematika yang selama ini dianggap masih momok buat siswa sehingga menjadi menyenangkan, perlu kreativitas guru tersebut. Guru bisa saja memanfaatkan metode pembelajaran Matematika yang berkembang di luar kelas jika memang bisa membantu terciptanya belajar matematika yang menyenangkan.
(Sumber: Kompas, Kamis, 26 Maret 2009 )

No comments:

Post a Comment