Tuesday, January 11, 2011

# Models of Teaching: Scientific Inquiry and Inquiry Training (Model pengajaran Penelitiah Ilmiah dan Latihan Penelitian)


BAB I
PENDAHULUAN

Model pembelajaran sangat berperan dalam memandu proses belajar secara efektif. Model pembelajaran yang efektif adalah model pembelajaran yang memiliki landasan teoretik yang humanistik, lentur, adaptif, berorientasi kekinian, memiliki sintaksis pembelajaran yang sederhana, mudah dilakukan, dan dapat mencapai tujuan belajar yang diharapkan.

Joyce & Weil (1980) mengemukakan model pembelajaran memiliki lima unsur dasar, yaitu:
1.             Syntax: langkah-langkah operasional pembelajaran
2.             Social system: suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran.
3.             Principles of reaction: menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa.
4.             Support system: segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran.
5.             Instructional and nurturant effects: hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan utama (instructional effects) dan hasil belajar di luar tujuan utama (nurturant effects).

Secara filosofis, tujuan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi siswa dalam menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran belajar sehingga mampu melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam memecahkan masalah kehidupan di dunia nyata. Model pembelajaran yang dapat mengakomodasi tujuan tersebut adalah yang berlandaskan pada paradigma konstruktivistik sebagai paradigma alternatif. Model pembelajaran yang berlandaskan paradigma konstruktivistik sangat banyak, diantaranya adalah model scientific inquiry and inquiry training.


BAB II
THEORITICAL BASE

Model Pembelajaran Scientific Inquiry
(Penelitian Ilmiah)

1.             ORIENTASI MODEL
Hakikat pendekatan pembelajarn Biological Sciences Curriculum Study (BSCS) adalah mengajarkan siswa untuk memproses informasi dengan menggunakan teknik-teknik yang pernah digunakan oleh para peneliti biologi – misalnya dengan mengidentifikasi masalah-masalah dan menggunakan metode tertentu untuk memecahkan masalah tersebut. BSCS menekankan isi dan proses. Penekanan pertama (isi) berkaitan dengan perilaku manusia dalam ekologi bumi. Sedangkan, penekanan kedua (proses) berhubungan dengan penelitian sains/ilmiah.
Untuk membantu siswa memahami tujuan/sifat sains, strategi-strategi yang dikembangkan oleh panitia BSCS telah memperkenalkan metode-metode biologi pada siswa. Selain itu, pada saat yang sama, mereka juga memperkenalkan ide-ide dan fakta-fakta.
BSCS menggunakan beberapa teknik untuk mengajarkan sains sebagai penelitian. Pertama, menggunakan banyak pernyataan yang mengungkapkan sifat/tujuan sains yang belum pasti. Kedua, dalam meletakkan pernyataan kesimpulan, BSCS menggunakan apa yang disebut dengan narasi penelitian, bahwa guru harus menggambarkan latar belakang gagasan-gagasan penting tentang biologi dan mengikutsertakan metode penelitian dalam bidang biologi itu sendiri. Ketiga, kajian laboratiorium disusun untuk mengajak siswa melakukan penelitian masalah-masalah, lebih dari sekedar mengilustrasikan teks/tulisan. Keempat, program-program laboratorium didesain dalam bentuk kelompok-kelompok yang melibatkan siswa dalam penelitian tentang suatu masalah biologi yang benar-benar nyata.
Ajakan-ajakan Penelitian
Setiap ajakan penelitian merupakan studi kasus yang menggambarkan konsep dan metode disiplin tertentu. Setiap ajakan “mangajukan contoh per contoh dari proses itu sendiri (dan ) melibatkan partisipasi siswa dalam proses tersebut” (Schwab, 1965: 47)
Dalam setiap kasus dideskripsikan  suatu studi sains dalam kehidupan nyata. Namun demikian, situasi-situasi yang berwujud kelengahan, kehampaan, atau keanehan dibiarkan tidak diinvestigasi. Artinya, melalui situasi ini, siswa diajak untuk menigis: “Kelengahan ini munkgin merupakan bagian rencana eksperimentasi, atau cara untuk mengontrol satu faktor dalam suatu percoabaan” atau ia mungkin berupa kesimpulan untuk dapat digambarkan dari data yang tersedia. Jika tidak, ia mungkin merupakan hipotesis untuk dapat dipertimbangkan dari data yang  tersedia. Dengan kata lain format undangan tersebut harus memastikan bahwa siswa dapat melihat penelitian biologi terapan dan dilibatkan di dalamnya.
Seperangkat undangan ini diurutkan berdasarkan tingkat-tingkatan kerumitan untuk membimbing siswa secara berangsur-angsur pada konsep-konsep yang lebih rumit. Kita dapat melihat pengurutan ini dalam kelompok pertama ajakan untuk penelitian, yang fokus pada topik-topik yang berhubungan dengan metodologi -  peran dan sifat pengetahuan umum, data, uji coba, kontrol, hipotesis, dan masalah-masalah dalam penelitian sains.

2.             MODEL PENGAJARAN
Model pengajaran scientific inquiry dirancang untuk melibatkan siswa dalam masalah penelitian yang benar-benar orisinil dengan cara menghadapkan siswa pada bidang investigasi, membantu siswa mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam bidang tersebut, dan mengajak siswa untuk dapat merancang cara untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan demikian, siswa dapat mengetahui bagaimana suatu pengetahuan dibuat dan dibangun dalam komunitas para ilmuan. Pada waktu yang sama, siswa juga akan menghargai pengetahuan sebagai hasil dari proses penelitian yang melelahkan dan mungkin juga akan belajar keterbatasan-keterbatasan dan keungulan-keunggulan pengetahuan masa kini. Model pengajaran ini terdiri atas:

v   Syntax (Struktur Pengajaran)
Struktur dalam model pengajaran penelitian ilmiah ini memiliki banyak bentuk. Pada dasarnya, hal ini meliputi elemen-elemen atau tahapan-tahapan seperti berikut ini, meskipun unsur-unsur atau tahapan-tahapan tersebut bisa saja dijalankan dalam suatu rangkaian pengajaran yang cukup lama. Joyce & Weil (1980) mengemukakan pembelajaran model scientific inquiry memiliki empat tahapan pokok, yaitu:
1)             Siswa Disajikan Bidang Penelitian.
Menyajikan suatu bidang penelitian kepada siswa, yang meliputi metodologi-metodologi yang digunakan dalam penelitian tersebut.

2)             Siswa Mendesain Masalah.
Masalah mulai disusun sehingga siswa dapat mengidentifikasi masalah yang terdapat dalam penelitian tersebut. Pada tahap ini, bisa saja siswa akan mengalami beberapa kesulitan yang harus mereka atasi, seperti  interpretasi data, generalisasi data, kontrol ujicoba, atau pembuatan kesimpulan.

3)             Siswa Mengidentifikasi Masalah Dalam Penelitian.
Siswa diminta untuk berspekulasi tentang masalah tersebut; sehingga mereka dapat mengidentifikasi kesulitan dalam proses penelitian.


4)             Siswa Memperkirakan Cara-Cara Untuk Memperjelas Kesulitan Dalam Penelitian.
Siswa diminta untuk berspekulasi tentang cara untuk mengatasi kesulitan tersebut, dengan merancang kembali ujicoba, mengolah data dengan cara yang berbeda, mengeneralisasikan data, mengembangkan konstruk, dan sebagainya. Untuk lebih lebih jelas tentang struktur pengajaran pada model penelitian ilmiah dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.


Tabel 2.1
Struktur Pengajaran (Syntax) Model Penelitian Ilmiah

Tahap Pertama
Tahap Kedua
Siswa disajikan suatu bidang penelitian
Siswa menyusun masalah
Tahap Ketiga
Tahap Keempat
Siswa mengidentifikasi masalah dalam penelitian
Siswa berspekulasi untuk memperjelas masalah


v   Social System (Sistem Sosial)
Dalam model pembelajaran ini, iklim yang kooperatif sangat dianjurkan. Oleh karena siswa benar-benar dimasukan ke dalam komunitas peneliti yang menggunakan teknik ilmiah. Siswa perlu menghipotesis secara cermat, menantang bukti, mengkritisi rancangan penelitian, dan sebagainya. Selain menerima ketatnya penelitian, siswa juga harus mengakui sifat pengetahuan mereka itu tentatif dan terus berkembang sebagai suatu disiplin dengan tetap berpegang teguh pada pendekatan mereka terhadap disiplin-disiplin ilmiah yang telah berkembang dengan baik.

v   Principles of Reaction ( Peran atau Tugas Guru)
Tugas guru adalah membimbing, melatih, dan mendidik siswa dengan menekankan pada proses penelitian dan membujuk siswa untuk bercermin pada proses tersebut. Guru harus berhati-hati, karena mengidentifikasi fakta bukanlah persoalan utama yang patut ditekankan dalam penelitian. Lebih jauh, yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana guru dapat mendorong siswa menghadapi persoalan penelitian yang rumit dengan baik dan cermat. Guru harus mengarahkan siswa untuk membuat hipotesis, penafsiran data, interpretasi data, mengembangkan konstuk, yang juga merupakan bagian dari cara-cara mereka mengidentifikasi realitas yang terus berkembang.

v   Support System (Sistem Pendukung)
Model ini memerlukan ketrampilan instruktur yang fleksibel dan terampil dalam proses penelitian, yang dapat menyediakan bidang-bidang penelitian yang orisinil, masalah-masalah pengiringnya dan sumber-sumber data yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian. Selain itu, sistem dukungan yang lain dapat berupa perangkat-perangkat yang memadai untuk melancarkan penerapan beberapa tugas tersebut di atas.

3.             APPLICATION (PENERAPAN)
Ada banyak model-model pengajaran yang berorientasi pada penelitian. Semuanya kebanyakan dibangun berdasarkan konsep-konsep dan metode-metode disiplin tertentu. Konsepsi psikologi sosial yang dijalankan oleh para pembuat kurikulum dalam strategi pengajaran yang membimbing siswa untuk mempraktekan psikologi sosial.
Siswa membandingkan analisisnya tentang contoh-contoh sehingga mereka dapat mengecek penelitian dan dugaan satu sama lain hingga tuntas, serta mulai bersiap diri. Pada akhirnya, guru mulai merancang kembali serangkaian aktivitas pengajaran yangk memperkenalkan pad siswa eksperimentasi-eksperimentasi para pakar psikososial yang telah menghasilkan teori-teori menarik tentang perilaku yang bersahabat dan tidak bersahabat serta kerja sama dan kompetensi.
Pendekatan ini fokus pada bagaimana guru mampu membimbing siswa dalam mengkaji interaksi manusia, menyediakan kerangka rujukan akademik dan teknik untuk menguraikan dan melakukan penelitian, dan melibatkan merek dalam penelitian terhadap perilaku mereka sendiri dan sesama. Apalagi, para instruktur yang benar-benar ahli dalam disiplin ilmu tertentu mampu membangun sendiri materi yang berorientasi penelitian.

4.             INSTRUCTIONAL AND NURTURANT EFFECTS (DAMPAK INSTRUKSIONAL DAN PENGIRING)
Model pembelajarn ini dirancang untuk mengajarkan proses penelitian pada bidang biologi. Model scientific inquiry telah dikembangkan untuk pengguna dengan siswa pada semua rentang usia, mulai dari masa prasekolah hingga universitas (Metz, 1995). Tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan esensi dari proses ilmiah kepada siswa dan sekaligus mengajarkan konsep-konsep dan informasi-informasi penting tentang berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan.
Selain itu, banyak pengamat yang telah melakukan penelitian tentang model ini. Penelitian itu kebanyak berfokus pada semua kurikulum yang telah diimplementasikan untuk satu atau lebih, dengan menggukan model-model yang sesuai dengan materi-materi instruksional. Dari hasil penelitian itu, ada dua jenis penemuan yang penting untuk kita perhatikan, yaitu: (1) Guru yang akan menggunakan model-model ini perlu terlibat dalam upaya mengkaji substansi akademik dan model-model ini perlu terlibat dalam upaya mengkaji substansi akademik dan model pengajaran. Selain itu, mereka juga harus berusaha menerapkan pengajaran yang berbasis penelitian. (2) Dimanapun model-model tersebut diterapkan, asalkan model-model ini diimplementasikan dengan baik dan dengan perhatian yang cukup pada kajian materi akademik dan proses pengajaran, hasilnya cukup mengesankan (Bredderman, 1981; El-Nemr, 1979). Melalui model ini, siswa telah belajar tentang proses ilmiah, menguasai konsep pokok, mempunyai informasi dasar tentang ilmu pengetahuan dan mengembangkan pandangan yang positif tentang sains. Secara ringkas dapat digambarkan Instructional and Nurturant Effets dari model pembelajaran scientific inquiry, sebagai berikut:



                Instructional
                Nurturant

Model Penelitian Ilmiah
Pengetahuan Saintifik (Ilmiah)

Proses Penelitian
Komitmen terhadap penelitian Ilmiah
Pemikiran Terbuka; Kemampuan menyeimbangkan alternatif
Jiwa dan ketrampilan Kooperatif
 













Gambar 2.1. Instructional and Nurturant Effects of Scientific Inquiry





Model Pembelajaran Inquiry Training
(Latihan Penelitian)

Model inquiry training dikembangkan oleh Richard Suchman (1962) untuk mengajarkan siswa proses dalam meneliti dan mencari penjelasan tentang fenomena yang jarang terjadi. Model Suchman ini melibatkan siswa dalam versi-versi kecil tentang jenis-jenis prosedur yang digunakan oleh para sarjana untuk mengolah pengetahuan dan menghasilkan prinsip-prinsip. Didasarkan pada konsep metode ilmiah, ia mencoba untuk mengajarkan kepada siswa beberapa keterampilan dan bahasa penelitian ilmiah.
 Suchman mengembangkan modelnya dengan menganalisis metode-metode yang telah digunakan oleh para peneliti kreatif, khususnya penelitian di bidang fisika. Saat dia mengidentifikasi unsur-unsur proses penelitian mereka, ia membentuknya menjadi suatu model pembelajaran yang kemudian kita kenal dengan model inquiry training.
Dalam model inquiry training terdapat tiga prinsip, yaitu: (1) pengetahuan bersifat tentatif, (2) manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah, dan (3) manusia mengembangkan individualitas secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses penelitian secara berkelanjutan, prinsip kedua mengindikasikan pentingkan siswa melakukan eksplorasi, dan yang ketiga (kemandirian) akan bermuara pada pengenalan jati diri dan sikap ilmiah.

1.             ORIENTASI MODEL PENGAJARAN
Tujuan-tujuan dan Asumsi
Model penelitian ini berawal dari sebuah kepercayaan dalam upaya pengembangan para pembelajar yang mandiri; metodenya mensyaratkan artisipasi aktif siswa dalam penelitian ilmiah. Siswa sebenarnya memiliki rasa ingin tahu dan hasrat yang besar untuk tumbuh berkembang; dan latihan penelitian memanfaatkan eksplorasi kegairahan alami mereka, menberikan mereka arahan-arahan khusus sehingga mereka dapat mengeksplorasi  bidang-bidang baru secara efektif. Tujuan umum latihan penelitian adalah membantu siswa mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang mempuni untuk meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka.
Overview Strategi Pengajaran
Mengikuti keyakinan Suchman bahwa individu-individu memiliki motivasi alamiah untuk melakukan penelitian, model latihan penelitian ini dibangun berdasarkan pertentangan-pertentangan intelektual. Siswa dihadapkan pada situasi yang membingungkan dan diminta untuk menelitinya. Segal hal yang misterius, tak terduga, dan tak dikenal merupakan salah satu karakteristik dari peristiwa yang membingungkan tersebut. Oleh karena itu tujuan inti dari pembelajaran ini dalah memberikan siswa pengalaman dalam membangun pengetahuan baru, pertentangan-pertentangan yang dimunculkan seharusnya didasarkan pada gagasan-gagasan yang dapat diteliti.









Gambar 2.2. Overview Strategi Pengajaran Inquiry
2.             MODEL PENGAJARAN
v   Syntax (Struktur Pengajaran)
Joyce & Weil (1980) mengemukakan pembelajaran model inquiry training memiliki lima tahapan, yaitu:
1)             Mengonfrontasikan Siswa Dengan Situasi Yang Membingungkan:
Tahap ini mengharuskan guru untuk menyajikan situasi permasalahan dan menjelaskan prosedur-prosedur penelitian pada siswa (objek-objek dan prosedur pertanyaan Ya/Tidak). Rumusan tentang perbedaan-perbedaan, seperti masalah strip dengan logam, juga mengharuskan guru untuk memiliki pengetahuan atau pemikiran yang memadai meskipun strateginya dapat didasarkan pada masalah-masalah sederhana.
Untuk mendapatkan peristiwa yang unik, guru harus mengerti sifat atau ciri-cirinya. Sifat umum suatu peristiwa unik dan membingungkan dapat dijadikan sumber masalah dalam penelitian adalah bahwa peristiwa tersebut harus bertentangan dengan perasaan/gagasan/pengertian/pengalaman kebanyakan siswa tentantg suatu realitas. Dalam hal ini, tidak setiap situasi membingungkan dapat dijadikan peristiwa yang berbeda. Idealnya, aktivitas pembelajaran dengan model ini seharusnya tidak berkembang melampaui format “20 pertanyaan”.

2)             Pengumpulan Data - Verifikasi:
Siswa mengajukan serangkaian pertanyaan apa saja yang dimungkinkan guru dapat menjawab dengan kata ya atau tidak. Verifikasi merupakan proses dimana siswa mengumpulkan informasi tentang suatu peristiwa yang mereka lihat atau alami.

3)             Pengumpulan Data - Eksperimentasi:
Siswa mulai melaksanakan serangkaian ujicoba pada situasi permasalahan. Siswa memperkenalkan elemen-elemen baru ke dalam situasi permasalahan untuk mengetahui mungkinkah terjadi hal lain ketika data penelitian mereka ujicoba dengan cara yang berbeda. Walaupun verifikasi dan eksperimentasi digambarkan sebagai tahap yang terpisah dari model ini, pemikiran siswa dan jenis pertanyaan yang mereka utarakan biasanya bergantian dan bergiliran antara dua tahap pengumpulan tersebut.
Eksperimentasi memiliki dua fungsi: eksplorasi dan pengujian langsung (direct testing). Eksplorasi - mengubah sesuatu untuk melihat apa yang akan terjadi – tidak semestinya dibimbing oleh sebuah teori dan hipotesis, tapi bagaimana eksperimentasi tersebut dilaksanakan untuk menawarkan gagasan-gagasan baru pada suatu teori. Sedangkan direct testing terjadi ketika siswa menguji coba suatu teori atau hipotesis. Proses konversi hipotesis ke dalam ujicoba tidak mudah dan membutuhkan banyak praktik. Untuk meneliti suatu teori, kita perlu mengajukan banyak pertanyaan verifikasi dan ekperimentasi. Oleh karena itu salah satu tugas sebagai guru adalah berusaha mengendalikan siswa kapan pun mereka berasumsi bahwa sebuah variabel tidak dapat dibuktikan meskipun kita tahu sebenarnya variabel tersebut bisa dibuktikan.
Tugas berikutnya dari seorang guru adalah memperluas peneltian siswa dengan cara mengembangkan jenis informasi yang mereka peroleh. Selama verifikasi, mereka mungkin mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang objek, sifat/ karakteristik, kondisi dan kejadian. Pertanyaan tentang objek dimaksudkan untuk menentukan sifat atau identitas objek. (Apakah pisau terbuat dari besi baja? Apakah yang mencair selalu air?) Pertanyaan tentang peristiwa berusaha untuk memverifikasi terjadinya atau sifat suatu tindakan. (Apakah pisau bisa bengkok dalam beberapa detik?). Pertanyaan tentang kondisi berhubungan dengan situasi objek atau sistem pada waktu tertentu. (Saat pisau itu bengkok, apakah ia memiliki temperatur yang lebih panas dari pada temperatur di ruangan ini? Apakah warna akan berubah ketika cairan ditambal?) Pertanyaan tentang sifat/karakteristik bertujuan untuk memverfikasi perilaku objek di bawah kondisi-kondisi tertentu sebagai cara memperoleh informasi baru untuk membantu membangun suatu teori. (Apakah tembaga selalu bengkok ketika ia dipanaskan?) Oleh karena siswa cenderung tidak memverifikasi seluruh aspek dari suatu masalah, guru bisa tahu jelas informasi apa yang dibutuhkan dan mulai mengubah pola pertanyaan.

4)             Siswa Mengelola Informasi Yang Mereka Dapatkan Selama Pengumpulan Data Dan Mencoba Menjelaskan Ketidak Sesuaian Dan Perbedaan:
Guru meminta siswa mengolah data dan merumuskan suatu penjelasan. Beberapa siswa mungkin memiliki kesulitan dalam membuat lompatan intelektual (the intellectual leap) antara memahami informasi yang telah mereka kumpulkan dengan membangun penjelasan yang jelas mengenai informasi itu. Mereka mungkin memberikan penjelasan yang tidak sesuai, meninggalkan rincian-rincian yang sebenarnya esensial. Terkadang beberapa teori atau penjelasan bisa didasarkan pada data yang sama. Dalam beberapa kasus, kondisi ini acap kali berguna untuk meminta siswa mengutarakan penjelasan mereka sehingga jangkauan hipotesis-hipotesis yang mungkin ada bisa menjadi lebih jelas. Begitu pula dengan mengelompokan teori-teori tersebut, siswa dapat lebih mudah memberikan penjelasan yang seluruhnya bisa situasi permasalahan.

5)             Menganalisis Proses Penelitian Untuk Memperoleh Prosedur Yang Lebih Efektif:
Siswa diminta untuk menganalisis pola dari penelitian yang dilakukan. Mereka menentukan pertanyaan yang lebih efektif, cara bertanya yang produktif dan informasi yang mereka dibutuhkan dan tidak mereka peroleh. Tahap ini penting seandainya kita ingin membuat proses penelitian sebagai suatu kesadaran dan mulai mencoba untuk mengembangkannya secara sistematis. Untuk lebih lebih jelas tentang struktur pengajaran pada model latihan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini.



Tabel. 2.2
Struktur Pengajaran (Syntax) Model Latihan Penelitian

Tahap satu:
Menghadapkan pada masalah
Tahap dua:
Pengumpulan data – verifikasi
-          Menjelaskan prosedur-prosedur penelitian
-          Menjelaskan perbedaan-perbedaan
-          Memverfikasi hakikat objek dan kondisinya.
-          Memverifikasi peristiwa dari keadaan permasalahan
Tahap tiga:
Pengumpulan data – Eksperimentasi
Tahap empat:
Mengolah, memformulasi suatu penjelasan
-          Memisahkan variabel yang relevan.
-          Menghipotesiskan (serta menguji) hubungan kausal.
-          Memformulasikan aturan dan penjelasan
Tahap lima:
Analisis proses penelitian
-          Menganalisis strategi penelitian dan mengembangkan yang paling efektif

Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam model inquiry training adalah pengajuan pertanyaan yang jelas dan lugas, menyediakan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki pertanyaan, menunjukkan butir-butir yang kurang sahih, menyediakan bimbingan tentang teori yang digunakan, menyediakan suasana kebebasan intelektual, menyediakan dorongan dan dukungan atas interaksi, hasil eksplorasi, formulasi, dan generalisasi siswa. Penerapan pembelajaran model ini memerlukan materi yang mampu membangkitkan proses intelektual dan yang menantang siswa untuk melakukan penelitian.

v   Social System (Sistem Sosial)
Suchman ingin menciptakan social system yang bersifat kooperatif dan ketat. Meskipun model pembelajaran inquiry training dapat disusun dengan baik, dengan social system yang dikontrol penuh oleh guru, lingkungan intelektual haruslah tetap terbuka bagi semua gagasan yang relevan; guru dan siswa berpartisipasi secara sederajat di mana akan ada banyak gagasan yang nanti bisa saling didiskusikan bersama. Selain itu, guru harus mendorong siswa untuk mengambil inisiatif untuk mulai mengawali, memprakarsai, dan menjalankan penelitian sebisa mungkin. Saat siswa belajar prinsip-prinsip penelitian, struktur pengajaran dapat diperluas hingga pada penggunaan materi-materi sumber, dialog, dengan siswa lain, eksperimentasi, dan diskusi dengan guru.
Setelah satu periode praktik dalam sesi latihan penelitian yang dikontrol oleh guru, siswa dapat praktik dalam sesi latihan penelitian yang dikontrol oleh mereka sendiri. Suatu peristiwa yang merangsang keingintahuan mulai bisa dirancang dalam kelas, dan siswa menelitinya sendiri atau dalam bentuk kelompok, bergiliran antara sesi penelitian yang berjalan terus menerus dengan sesi pengumpulan data berdasarkan materi-materi sumber. Dengan cara ini, siswa dapat bergerak mundur dan maju antara sesi penelitian dengan kajian yang dilakukannya secara mandiri. Penggunaan model latihan penelitian dengan kajian yang dilakukannya secara mandiri. Penggunaan model latihan penelitian seperti ini khususnya cocok pada suasana kelas yang terbuka, dimana peran guru adalah mengendalikan dan memantau pengajaran saja.
Dalam tahap-tahap awal penelitian, peran guru adalah memilih (atau membangun) situasi permasalahan, menengahi penelitian menurut prosedur-prosedur peneltian, merespons penjajakan penelitian siswa dengan informasi yang penting, membantu para peneliti pemula untuk fokus dalam penelitian mereka, dan memfasilitasi diskusi atara siswa tentang permasalahan tersebut.

v   Principles of Reaction (Peran atau Tugas Guru)
Tugas penting dari seorang guru berada selama tahap kedua hingga ketiga. Selama tahap kedua, tugas guru adalah membantu siswa untuk meneliti, bukan melakukan penelitian untuk mereka. Jika guru ditanyai pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan kata ya atau tidak, dia harus meminta siswa untuk menusun kembali pertanyaan mereka agar mereka bisa melanjutkan upayanya untuk mengumpulkan data dan menghubungkannya dengan situasi permasalahan. Jika perlu , guru bisa menjaga pergerakan penelitan dengan membuat informasi baru yang tersedia pada kelompok dan memfokuskan diri pada peristiwa-peristiwa permasalahan tertentu atau dengan mengajukan pertanyaan. Selama tahap terakhir, tugas guru adalah menjaga penelitian untuk tetap diarahkan pada proses penyelidikan itu sendiri. Secara ringkas principles of reaction dari model pembelajaran inquiry training sebagai berikut:
1.      Membuat pertanyaan yang diutarakan kepada siswa sehingga mereka dapat menjawabnya dengan ya atau tidak, dan hal-hal yang tidak memerlukan bantuan guru.
2.      Menanyakan kepada siswa untuk mengatakan dengan cara lain pertanyaan-pertanyaan yang kurang valid.
3.      Keluarkan poin-poin yang tidak valid-contohnya.
4.      Mencoba untuk menyediakan suasana berpikir yang bebas dengan tidak menilai teori siswa.
5.      Mendorong siswa untuk membuat pernyataan yang baik tentang teori dan meberikan dukungan untuk membuat perumusan
6.      Memotivasi interaksi antara siswa dengan siswa.
















Gambar 2.3  Principles of Reaction Between Teacher and Student

v   Support System (Sistem Pendukung)
Model ini memerlukan dukungan yang optimal, yakni: (1) seperangkat bahan/materi yang mengonfrontasi, (2) seorang guru yang memahami proses intelektual dan strategi penelitian, (3) materi-materi sumber yang menopang suatu permasalahan.

3.             APPLICATION (PENERAPAN)
Walaupun latihan penelitian pada awalnya dikembangkan untuk ilmu alam, prosedur-prosedurnya dapat pula digunakan dalam semua bidang; semua topik yang dapat dirumuskan menjadi situasi yang membingungkan (puzzling situation) dapat menjadi calon data untuk latihan penelitian ini. dalam kesusastraan, misteri pembunuhan dan cerita-cerita atau plot-plot fiksi sains dapat menjadi situasi yang benar-benar membingungkan. Artikel-artikel koran tentang situasi-situasi yang aneh atau mustahil dapat digunakan untuk membangun peristiwa-peristiwa yang merangsang. Ilmu sosial juga menekan bergaman kemungkinan untuk latihan penelitian ini.
Penciptaan situasi yang membingungkan merupakan tugas yang sangat penting karena ia mentransformasi isi kurikulum ke dalam masalah-masalah untuk dieksplorasi. Namun, jika suatu materi pelajaran ternyata tidak menyediakan suatu peristiwa yang cocok untuk dijadikan situasi permasalahan, kami menyarankan agar guru membuat pernyataan permasalahan (problem statement) bagi siswa dan lembar fakta/bukti bagi diri mereka sendiri. Pernyataan masalah ini harus menggambarkan adanya suatu kejadian yang berbeda, yang lain, atau yang tidak biasa, sekaligus menyediakan informasi yang dapat didiskusikan dengan dan oleh siswa. Sedangkan lembar fakta/bukti memberikan informasi lebih lanjut pada guru tentang masalah tersebut, dan guru menggambarkannya untuk merespons pertanyaan siswa.

Penyesuaian Tingkat Umur.
Latihan pelatihan dapat diterapkan pada siswa di seluruh tingkatan umur, tetapi setiap kelompok umur mensyaratkan adanya penyesuaian. Bagi siswa yang masih sangat muda, hal yang paling baik adalah menjaga isi kesederhanaan masalah – boleh jadi dengan lebih menekankan pada penemuan dari pada prinsip sebab-akibat. Kami menyarankan agar guru memperkenalkan dan menekankan setiap elemen penelitian secara terpisah. Pertama kali, para guru dapat mengemukakan seluruh pertanyaan Ya atau Tidak. Kemudian, guru dapat meminta siswa untuk mengubah pertanyaan teori mereka menjadi eksperimentasi.

Penyesuaian lingkungan pembelajaran.
Seperti model-model lain, khususnya model pengajaran memproses informasi, latihan penelitian dapat dilakukan dalam setting yang diajarkan oleh guru atau dapat dimasukkan de dalam lingkungan-lingkungan yang diajarkan secara mandiri dan berpusat pada pembelajaran. Kejadian-kejadian aneh/luar biasa dapat dikembangkan melalui media cetak, film atau audio dan kartu tugas yang nantinya dapat mengarahkan siswa untuk memberikan tanggapan mereka, berdasarkan model yang telah dikembangkan.

4.             INSTRUCTIONAL AND NURTURANT EFFECTS (DAMPAK INSTRUKSIONAL DAN PENGIRING)
Model ini menawarkan strategi penelitian, nilai-nilai dan sikap yang penting pada ranah penelitian, yang meliputi:
-                 Ketrampilan mengelola (mengobservasi, mengumpulan, dan mengorganisir data; mengidentifikasi dan mengontrol variable-variable; merumuskan dan menguji hipotesis dan penjelasan; menarik kesimpulan.
-                 Pembelajaran aktif dan mandiri
-                 Pengungkapan Verbal
-                 Toleransi pada ambiguitas; ketekunan
-                 Pemikiran logis
-                 Sikap bahwa semua pengetahuan bersifat tentatif.
Hasil pembelajaran utama dari latihan penelitian adalah proses-proses yang melibatkan – aktivitas observasi, mengumpulkan data dan mengolah data, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, membuat dan menguji hipotesis, merumuskan penjelasan dan menggambarkan kesimpulan.
Format dari model ini menawarkan pembelajaran aktif dan otonom, utamanya saat siswa merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan menguji gagasan-gagasan. Model ini meningkatkan keberanian siswa dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, tetapi diharapkan jenis resiko ini menjadi sifat kedua siswa. Mereka juga akan menjadi lebih terampil dalam ekspresi verbal seperti dalam mendengarkan pendapat orang lain dan mengigat apa yang telah diutarakan. Secara ringkas dapat digambarkan Instructional and Nurturant Effets dari model pembelajaran inquiry training, sebagai berikut:






                Insturksional
                Nurturant
Model Latihan Penelitian
Ketrampilan Proses Keilmuan
Strategi penelitian kreatif
Semangat kreatifitas
Kemandirian dan Otonomi dalam pembelajaran
Toleransi pada Ambiguitas (Ketidaktentuan)
Sifat pengetahuan yang tentatif
 













Gambar 2.4  Instructional and Nurturant Effects of Inquiry Training









BAB III
EVIDENCE BASE

Model pembelajarn scientific inquiry dan inquiry training saat diterapkan dalam proses pelajaran di sekolah, berpotensi untuk menimbulkan hambatan-hambatan  atau masalah sebagai berikut:
1.             Kemungkinan sebagian siswa tidak berperan serta aktif dalam metode inquiry ini sehingga justru menghambat jalannya pengajaran melalui metode ini.
2.             Tingkat kedewasaan siswa kurang mencukupi untuk metode inquiry ini. Tuntutan peran terlalu tinggi sehingga siswa tidak mampu menjalankan peran ini dengan baik.
3.             Persiapan dan penjelasan yang kurang dari guru bisa membuat metode inquiry ini terhambat. Siswa harus diberi penjelasan yang cukup sebelum acara dimulai. Guru harus membantu persiapan sematang mungkin supaya proses pembelajaran bisa berjalan dengan lancar.
4.             Adanya keengganan siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam metode inquiry ini. Siswa seringkali tidak bersedia untuk ikut serta dalam metode inquiry ini yang telah dirancang, walaupun guru menganggap siswa tersebut mampu berperan serta.
5.             Kurang kompetennya guru dalam merancang dan mengendalikan metode inquiry ini dapat menyebabkan terhambatnya proses pembelajaran.




BAB IV
SOLUTION

Secara umum, inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan-kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, meng-evaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan mengko-munikasikan hasilnya. (Depdikbud, 1997; NRC, 2000). Chiapeta & Adams (2004) menyatakan bahwa pemahaman mengenai peranan materi dan proses sains dapat membantu guru menerapkan pembelajaran yang bermula dari pertanyaan atau masalah dengan lebih baik.
Dalam rangka mengimplementasikan inkuiri di kelas, Etheredge & Rudinsky (2003) memberikan model sederhana dari suatu kegiatan inkuiri yang umumnya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a.              Guru berusaha menggali minat dan latar belakang pengetahuan awal siswa dan merancang kegiatan dengan menggunakan variabel tunggal serta menerapkan konsep-konsep sains yang akan dipelajari
b.             Guru membantu siswa merumuskan pertanyaan, merancang dan melaksanakan kegiatan inkuiri, dan
c.              Guru membantu siswa menilai proses dan hasil pembelajaran yang dilakukannya. Agar proses inkuiri dapat berlangsung secara maksimal dan produknya menjadi bermakna bagi guru maupun siswa, maka penerapan inkuiri sebaiknya diawali dari masalah-masalah sederhana, kemudian dikembangkan secara bertahap ke arah permasalahan yang lebih kompleks (Joyce, et al , 2000; Bonnstetter, 2000).

Oleh karena itu, kompetensi guru dalam merancang dan mengendalikan metode inquiry ini harus ditingkatkan melaui pelatihan dan diklat. Singkatnya paradigma pembelajaran melalui inkuiri harus dikembangkan secara bertahap dan berlangsung terus menerus. Memang inkuiri bukanlah satu-satunya strategi yang dapat memberikan jawaban terhadap seluruh permasalahan pendidikan sains khususnya Biologi, akan tetapi penerapan inkuiri secara terintegrasi dengan strategi lain dapat memberikan kontribusi positif terhadap proses reformasi pembelajaran Biologi yang sangat perlu dilakukan. Ada tiga tingkatan inkuiri yang perlu diperhatikan dan dikuasai oleh guru/pengajar baik variasi bentuk keterlibatan siswa dan intensistas keterlibatan siswa, yaitu:
1.             Inkuiri Tingkat Pertama
Inkuiri tingkat pertama merupakan kegiatan inkuiri di mana masalah dikemukakan oleh guru atau bersumber dari buku teks kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut di bawah bimbingan yang intensif dari guru. Inkuiri tipe ini, tergolong kategori inkuiri terbimbing (guided Inquiry) menurut kriteria Bonnstetter, (2000); Marten-Hansen, (2002), dan Oliver-Hoyo, et al (2004). Sedangkan Orlich, et al (1998) menyebutnya sebagai pembelajaran penemuan (discovery learning) karena siswa dibimbing secara hati-hati untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapkan kepadanya.
Dalam inkuiri terbimbing kegiatan belajar harus dikelola dengan baik oleh guru dan luaran pembelajaran sudah dapat diprediksikan sejak awal. Inkuiri jenis ini cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran mengenai konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang mendasar dalam bidang ilmu tertentu. Orlich, et al (1998) menyatakan ada beberapa karakteristik dari inkuiri terbimbing yang perlu diperhatikan yaitu: (1) siswa mengembangkan kemampuan berpikir melalui observasi spesifik hingga membuat inferensi atau generalisasi, (2) sasarannya adalah mempelajari proses mengamati kejadian atau obyek kemudian menyusun generalisasi yang sesuai, (3) guru mengontrol bagian tertentu dari pembelajaran misalnya kejadian, data, materi dan berperan sebagai pemimpin kelas, (4) tiap-tiap siswa berusaha untuk membangun pola yang bermakna berdasarkan hasil observasi di dalam kelas, (5) kelas diharapkan berfungsi sebagai laboratorium pembelajaran, (6) biasanya sejumlah generalisasi tertentu akan diperoleh dari siswa, (7) guru memotivasi semua siswa untuk mengkomunikasikan hasil generalisasinya sehingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh siswa dalam kelas.
2.              Inkuiri Bebas
Inkuiri tingkat kedua dan ketiga menurut Callahan et al , (1992) dan Bonnstetter, (2000) dapat dikategorikan sebagai inkuiri bebas (unguided Inquiry) menurut definisi Orlich, et al (1998). Dalam inkuiri bebas, siswa difasilitasi untuk dapat mengidentifikasi masalah dan merancang proses penyelidikan. Siswa dimotivasi untuk mengemukakan gagasannya dan merancang cara untuk menguji gagasan tersebut. Untuk itu siswa diberi motivasi untuk melatih keterampilan berpikir kritis seperti mencari informasi, menganalisis argumen dan data, membangun dan mensintesis ide-ide baru, memanfaatkan ide-ide awalnya untuk memecahkan masalah serta menggeneralisasikan data. Guru berperan dalam mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan tentatif yang menjadikan kegiatan belajar lebih menyerupai kegiatan penelitian seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli. Beberapa karakteristik yang menandai kegiatan inkuiri bebas ialah: (1) siswa mengembangkan kemampuannya dalam melakukan observasi khusus untuk membuat inferensi, (2) sasaran belajar adalah proses pengamatan kejadian, obyek dan data yang kemudian mengarahkan pada perangkat generalisasi yang sesuai, (3) guru hanya mengontrol ketersediaan materi dan menyarankan materi inisiasi, (4) dari materi yang tersedia siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tanpa bimbingan guru, (5) ketersediaan materi di dalam kelas menjadi penting agar kelas dapat berfungsi sebagai laboratorium, (6) kebermaknaan didapatkan oleh siswa melalui observasi dan inferensi serta melalui interaksi dengan siswa lain, (7) guru tidak membatasi generalisasi yang dibuat oleh siswa, dan (8) guru mendorong siswa untuk mengkomunikasikan generalisasi yang dibuat sehingga dapat bermanfaat bagi semua siswa dalam kelas.
Kedua hal di atas bertujuan untuk mendorong siswa sehingga berperan serta aktif dalam metode inquiry. Hal ini pun perlu disesuaikan dengan umur siswa pada tingkatan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, atau Perguruan Tinggi karena keterampilan inkuiri berkembang atas dasar kemampuan siswa dalam menemukan dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ilmiah dan dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya. Schamel & Ayres, (1992) mengemukakan bahwa mengajarkan siswa untuk bertanya sangat bermanfaat bagi perkembangannya sebagai saintis karena bertanya dan memformulasikan pertanyaan dapat mengembangkan kemampuan memberi penjelasan yang dapat diuji kebenarannya dan merupakan bagian penting dari berpikir ilmiah. Marbach-Ad & Classen (2001) menemukan bahwa dengan melatih pebelajar membuat pertanyaan atas dasar kriteria-kriteria yang disusun oleh pengajar dapat meningkatkan kemampuan inkuiri pebelajar. Oleh karena itu, pada tahap awal inkuiri guru harus melatih siswa untuk mampu merumuskan pertanyaan dengan baik. Hal ini berkaitan dengan kemampuan dasar siswa SMA yang umumnya masih sulit mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat ilmiah dan memerlukan penyelidikan jawaban (Buttemer & Windschitl, 2000). Dalam proses pembelajaran melalui kegiatan inkuiri siswa perlu dimotivasi untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan inkuiri atau keterampilan proses sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan sikap ilmiah seperti menghargai gagasan orang lain, terbuka terhadap gagasan baru, berpikir kritis, jujur dan kreatif (Prayitno, 2004).








KESIMPULAN

Model pembelajaran yang berlandaskan paradigma konstruktivistik sangat banyak, diantaranya adalah model scientific inquiry and inquiry training. Joyce & Weil (1980) mengemukakan model pembelajaran memiliki lima unsur dasar, yaitu: (1) syntax, (2) social system, (3) principles of reaction, (4) support system, (5) aplication, (6) instructional and nurturant effects.
Model pembelajaran scientific inquiry adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam suatu masalah dengan cara menghadapkan siswa dengan area penelitian, membantu siswa mengidentifikasi konsep dan metodologi pemecahan masalah pada area penelitian, dan mengajak siswa untuk merancang cara untuk mengatasi masalah tersebut.
Model inquiry training dikembangkan oleh Richard Suchman (1962) untuk mengajarkan siswa proses penyelidikan dan mencari penjelasan tentang fenomena yang jarang terjadi. Berdasar pada konsep metode ilmiah, ia mencoba untuk mengajarkan kepada siswa beberapa keterampilan penelitian. Dalam model inquiry training terdapat tiga prinsip, yaitu: (1) pengetahuan bersifat tentatif, (2) manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah, dan (3) manusia mengembangkan individualitas secara mandiri




DAFTAR PUSTAKA

Abied. (2010). Pembelajaran inkuiri. Online (http://meetabied.wordpress.com/2010/03/20/pembelajaran-inkuiri/) diakses November 2010.
Admin. (2010). Strategi pembelajarn iquiry. Online (http://gurupembaharu.com/home/?p=9074) diakses November 2010.
Hida. (2010). Aplikasi metode pembelajaran inquiry terbimbing. Online (http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2066380-aplikasi-metode-pembelajaran-inquiry-terbimbing/) diakses November 2010.
Hijrah Ferdiansyah. (2010). Penerapan metode pengajaran inquiry dalam pembelajaran sain di sekolah dasar. Online (http://syaifulhijrah.blogspot.com/2010/06/penerapan-metode-mengajar-inquiry-dalam_12.html) diakses November 2010.
Ibramim Muslimin. (2010). Model Pengajaran inkuiri. Online (http://fisika21.wordpress.com/2010/07/09/model-pembelajaran-inkuiri/) diakses November 2010.
Joyce, Bruce & Marsha Weil. (1996). Models of Teaching. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Wjanto. (2008). Metode pembelajaran inquiry. Online (http://gurupkn.wordpress.com/2008/08/16/metode-pembelajaran-inquiry/) diakses November 2010.

2 comments: