BAB I
PENDAHULUAN
Ekspektasi kinerja lulusan program pendidikan profesional termasuk lulusan Program Pendidikan Profesional Konselor Pra-jabatan, lazim diejawantahkan dalam bingkai profesionalisasi. Dengan kata lain, profesionalisasi suatu bidang layanan ahli termasuk layanan ahli di bidang bimbingan dan konseling menandakan adanya (a) pengakuan dari masyarakat dan pemerintah bahwa kegiatannya merupakan layanan unik yang (b) didasarkan atas keahlian yang perlu dipelajari secara sistematis dan bersungguh-sungguh serta memakan waktu yang cukup panjang, sehingga (c) pengampunya diberikan penghargaan yang layak, dan (d) untuk melindungi kemaslahatan pemakai layanan, otoritas publik dan organisasi profesi, dengan dibantu oleh masyarakat khususnya pemakai layanan, wajib menjaga agar hanya pengampu layanan ahli yang kompeten yang mengedepankan kemaslahatan pemakai layanan, yang diizinkan menyelenggarakan layanan ahli kepada masyarakat.
Pada gilirannya ini berarti bahwa, secara konseptual terapan layanan ahli termasuk layanan ahli bimbingan dan konseling itu selalu merupakan pengejawantahan seni yang berpijak pada landasan akademik yang kokoh (Gage, 1978). Penggunaan kerangka pikir seni yang berbasis penguasaan akademik yang kokoh atau seni yang berbasis saintifik ini penting digarisbawahi karena dalam penyelenggaraan layanan ahli di setiap bidang perbantuan atau pemfasilitasian (the helping professions). Seorang pengampu layanan ahli, tidak terkecuali konselor, selalu berpikir dan bertindak dalam bingkai filosofik yang khas yang dibangunnya sendiri dengan mengintegrasikan apa yang diketahui dari hasil penelitian dan pendapat ahli dalam kawasaan keahliannya itu dengan apa yang dikehendaki oleh dirinya yang bisa sejalan akan tetapi juga bisa tidak sejalan dengan yang dikehendaki oleh masyarakat (pilihan nilai). Bingkai filosofik ini akan membentuk suatu wawasan atau worldview yang selalu mewarnai cara seorang konselor melihat dirinya, melihat tugasnya, melihat konseli yang hendak dilayaninya, pendeknya cara seorang konselor melihat dunianya (Corey, 2001). Dengan kata lain, dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pengampu layanan ahli itu seorang konselor selalu mempersandingkan caranya merasa, berpikir dan bertindak dengan pemahamannya tentang cara konseli yang hendak dilayaninya itu merasa, berpikir dan bertindak karena, setiap perjumpaan konseling pada dasarnya merupakan suatu perjumpaan budaya antara budaya konselor dengan budaya konseli (lihat kembali Hogan-Garcia, 2003; Smardon, 2005; Wulf, C. 1998). Ini berarti bahwa, seorang konselor profesional tidak akan menyarankan kepada konseli yang tengah dilayaninya itu, rujukan dan proses penataan diri yang tidak akan anut, seandainya saran yang serupa ditujukan kepada dirinya (lihat kembali Corey, 2001). Dalam kaitan ini, sampai dengan batas tertentu, berhubung dengan kesamaannya sebagai penyelenggara layanan ahli di bidang perbantuan atau pemfasilitasian sebagaimana telah dikemukakan, pembentukan wawasan yang digambarkan di atas itu terlihat kesejalanannya dengan pembentukan wawasan di bidang layanan ahli keguruan.
Penyelenggaraan layanan ahli keguruan juga membutuhkan topangan saintifik yang solid yang digunakan untuk membangun wawasan kependidikan guru (the scientific basis of the art of teaching (Gage, 1978; Raka Joni, 1983) yang memayungi ketangkasan mereaksi secara kontekstual (mind competence, Nelson-Jones, 2001) yang selalu diejawantahkan dalam unjuk kerja dalam menggelar pembelajaran yang mendidik yang ditampilkan oleh tiap guru yang profesional. Akan tetapi disamping kesamaannya itu, juga terdapat ciri khas dari tiap tahapan kontekstual tiap bidang layanan ahli tersebut sehingga, meskipun sebagai kemampuan, sosoknya sama yaitu mengedepankan kemaslahatan pengguna layanan, akan tetapi berbeda dari segi rujukan normatif yang digunakan sehingga bersifat khas untuk tiap konteks layanan ahli.
BAB II
ISI
1. DEFINISI EKSPEKTASI KINERJA
Secara Etimologis, kata ekspektasi berasal dari kata “expectation” dalam bahasa Inggris yang berarti harapan/pengharapan. Berdasarkan wikipedi.com, ekspektasi adalah “what is considered the most likely to happen. An expectation, which is a belief that is centred on the future, may or may not be realistic. A less advantageous result gives rise to the emotion of disappointment. If something happens that is not at all expected it is a surprise. An expectation about the behavior or performance of another person, expressed to that person, may have the nature of a strong request, or an order.” Dengan kata lain, ekspektasi adalah apa yang dianggap paling mungkin terjadi, yang merupakan kepercayaan yang berpusat pada masa depan, realistis atau mungkin tidak realistis tentang perilaku atau kinerja seseorang yang sifatnya tuntutan, atau suatu perintah.
Pada pengertian ekspektasi di atas terdapat kata “kinerja”. Oleh karena itu, kinerja menurut, John Whitmore (1997 : 104) merupakan “pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, suatu perbuatan, suatu prestasi, dan Faustino Cardosa Gomes dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 9) mengemukakan definisi kinerja sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas.
2. EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR TIDAK SAMA DENGAN GURU
Dalam kaitan dengan ekspektasi kinerja konselor yang tidak sama dengan kinerja guru, yang keduanya merupakan pendidik yang diperjelas dengan pengertian pendidik berdasarkan dalam Pasal 1 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003, yang menyatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Terkait dengan penjelasan diatas maka, SK Mendikbud No. 25/O/1995 yang merujuk kepada SK Menpan No. 84/1993 menegaskan adanya empat jenis guru, yaitu:
1. Guru kelas adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar seluruh mata pelajaran di kelas tertentu di TK, SD, SDLB dan SLB tingkat dasar, kecuali mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan serta agama.
2. Guru mata pelajaran adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar pada satu mata pelajaran tertentu di sekolah.
3. Guru praktik adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar pada kegiatan praktek di sekolah kejuruan atau balai latihan pendidikan teknik.
4. Guru pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik.
Sebutan guru pembimbing ini diganti dengan “guru bimbingan dan konseling atau konselor” yang terdapat di dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru, dan diperkuat dengan Permendiknas No. 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
Berdasarkan uraian di atas maka, penulis dapat membuat perbedaan antara ekspektasi kinerja Konselor dan Ekspektasi Kinerja Guru pada umumnya yang terdapat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1
Perbedaan Ekspektasi Kinerja Konselor dengan Ekspektasi Kinerja Guru
SUMBER | EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR | EKSPEKTASI KINERJA GURU |
ABKIN, Krisis Identitas Profesi Konselor | Tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan bimbingan dan koseling yang memandirikan. | Menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan Pembelajaran yang mendidik. |
SK MENPAN NO. 84/1993. TENTANG JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDITNYA | Menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya. | Menyusun program pengajaran, menyajikan program pengajaran, evaluasi belajar serta menyusun program perbaikan dan pengayaan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawab |
PASAL 1 KEPUTUSAN BERSAMA MENDIKBUD DAN BAKN NOMOR 0433/P/1993 NOMOR 25 TAHUN 1993 TENTANG JUKLAK JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDITNYA | Penyusunan program bimbingan dan konseling adalah membuat rencana pelayanan bimbingan dan koseling dalam bidang pembiayaan pribadi/bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan kerier. Pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah melakukan fungsi pelayanan pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliharaan dan perbaikan dan pengembangan dalam bidang bimbingan pribadi/bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karier. Evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah menilai keberhasilan layanan bimbingan dan konseling dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier. Analisis hasil evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah menelaah hasil evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling yang mencakup layanan, orientasi, penempatan dan penyaluran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok dan bimbingan pembelajaran, serta kegiatan pendukungnya. Tindak lanjut pelaksanaan bimbingan dan konseling adalah kegiatan menindak lanjuti hasil analisis evaluasi tentang layanan orientasi, penempatan, dan penyaluran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok dan bimbingan pembelajaran serta kegiatan pendukungnya. | Penyusunan program pengajaran atau praktek adalah perencanaan kegiatan belajar mengajar yang meliputi perencanaan tahunan perencanaan catur wulan, dan perencanaan yang dituangkan dalam bentuk persiapan mengajar atau persiapan praktik. Penyajian program pengajaran atau praktek adalah pelaksanaan kegiatan belajar mengajar atau kegiatan praktek berdasarkan rencana yang tertuang dalam persiapan mengajar atau persiapan praktek. Evaluasi belajar atau praktek adalah penilaian proses dan hasil belajar dalam rangka memperoleh informasi proses dan hasil belajar. Analisis hasil evaluasi belajar atau praktek adalah kegiatan mengolah dan menafsirkan informasi proses dan hasil belajar untuk mengetahui tingkat keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Penyusunan dan pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan adalah upaya yang dilakukan guru untuk memperbaiki sebagian atau seluruh kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik yang belum mencapai tingkat penguasaan yang ditetapkan dan bagi peserta didik yang sudah mencapai tingkat penguasaan yang ditetapkan, diberi kesempatan untuk mendalami materi pengajaran tertentu. |
ABKIN, Alur Pikir Pendidikan Profesional Konselor Dan Layanan Bimbingan Dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. | Melayani konseli normal dan sehat, menggunakan rujukan “layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan”, sesuai dengan tuntutan realisasi diri (self realization) konseli melalui fasilitasi perkembangan kapasitasnya secara maksimal (capacity development). Meliputi kondisi pribadi klien misalnya penyesuaian diri, sikap, dan kebiasaan belajar, informasi dan pilihan karier, dsb | Menggunakan mata pelajaran sebagai konteks terapan layanannya, menggunakan rujukan normatif “pembelajaran yang mendidik” yang terfokus pada layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhan peserta didik dalam proses pembudayaan sepanjang hayat dalam suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dialogis, dan dinamis menuju pencapaian tujuan utuh pendidikan. Meliputi memberikan mata pelajaran bidang studi seperti mata pelajaran IPA, kimia, dll. |
Ditjen PMPTK, 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akdemik). Jakarta | Ukuran keberhasilan: Ø Kemandirian dalam kehidupan Ø Lebih bersifat kualitatif yang unsur-unsurnya saling terkait ipsatif (karakter individu) Pendekatan Umum adalah pengenalan diri dan lingkungan oleh Konseli dalam rangka pengatasan masalah pribadi, sosial, belajar dan karier. Perencanaan tindak intervensi: Kebutuhan pengembangan diri ditetapkan dalam proses transaksional konseli yang difasilitasi konselor. | Ukuran keberhasilan: Ø Pencapaian Standar Kompetensi Lulusan Ø Lebih bersifat kuantitatif Pendekatan umum yang digunakan adalah pemanfaatan Instructional Effects & Nurturant Effects melalui pembelajaran. Perencanaan tindak intervensi: Kebutuhan belajar ditetapkan dulu untuk ditawarkan pada peserta didik. |
3. EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR DIKAITKAN DENGAN JENJANG PENDIDIKAN
Perbedaan rentang usia peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya kebutuhan pelayanan bimbingan dan konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang pendidikan. Batas ragam kebutuhan antara jenjang yang satu dengan jenjang yang lainnya tidak terbedakan sangat tajam. Dengan kata lain, batas perbedaan antar jenjang tersebut lebih merupakan suatu wilayah. Di pihak lain, perbedaan yang lebih signifikan, juga tampak pada sisi lain pengaturan birokratik, seperti misalnya di Taman Kanak-kanak sebagian besar tugas konselor ditangani langsung oleh guru kelas taman kanak-kanak. Sedangkan di jenjang sekolah dasar, meskipun memang ada permasalahan yang memerlukan penanganan oleh konselor, namun cakupan pelayanannya belum menjustifikasi untuk ditempatkannya konselor di setiap sekolah dasar, sebagaimana yang diperlukan di jenjang sekolah menengah. Berikut ini digambarkan secara umum perbedaan ciri khas ekspektasi kinerja konselor di tiap jenjang pendidikan.
a. Jenjang Taman Kanak-kanak (TK)
Di jenjang Taman Kanak-kanak di tanah air tidak ditemukan posisi struktural bagi konselor. Pada jenjang ini fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan developmental. Secara pragmatik, komponen kurikulum pelaksanaan dalam bimbingan konseling yang perlu dikembangkan oleh konselor jenjang Taman Kanak-kanak membutuhkan alokasi waktu yang lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya, pada jenjang Taman Kanak-kanak komponen perencanaan individual student planning (yang terdiri dari : pelayanan appraisal, advicement transition planning) dan pelayanan responsive services, (yang berupa pelayanan konseling dan konsultasi) memerlukan alokasi waktu yang lebih kecil. Kegiatan konselor di jenjang Taman Kanak-kanak dalam komponen responsive services, dilaksanakan terutama untuk memberikan layanan konsultasi kepada guru dan orang tua dalam mengatasi perilaku-perilaku mengganggu (disruptive) siswa Taman Kanak-kanak.
b. Jenjang Sekolah Dasar (SD)
Sampai saat ini, di jenjang Sekolah Dasar-pun juga tidak ditemukan posisi struktural untuk konselor. Namun demikian sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik usia sekolah dasar, kebutuhan akan pelayanannya bukannya tidak ada meskipun tentu saja berbeda dari ekspektasi kinerja konselor di jenjang sekolah menengah dan jenjang perguruan tinggi. Dengan kata lain, konselor juga dapat berperan serta secara produktif di jenjang sekolah dasar, bukan dengan memposisikan diri sebagai fasilitator pengembangan diri peserta didik yang tidak jelas posisinya, melainkan dengan memposisikan diri sebagai Konselor Kunjung yang membantu guru sekolah dasar mengatasi perilaku menganggu (disruptive behavior), antara lain dengan pendekatan direct behavioral consultation. Setiap gugus sekolah dasar diangkat 2 (dua) atau 3 (tiga) konselor untuk memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
Di Amerika, Konselor sekolah pada SD menyediakan layanan individu, kelompok kecil, dan layanan kelas bimbingan kepada siswa. Konselor mengamati anak-anak selama kegiatan kelas dan bermain. Konselor berunding dengan para guru dan orang tua untuk mengevaluasi kekuatan anak-anak, masalah, atau kebutuhan khusus yang mereka perlukan. Dalam hubungannya dengan guru dan administrator, Konselor memastikan bahwa kurikulum akademik sesuai dengan kebutuhan perkembangan siswa.
c. Jenjang Sekolah Menengah (SMP dan SMA)
Secara hukum, posisi konselor (penyelenggara profesi pelayanan bimbingan dan konseling) di tingkat sekolah menengah telah ada sejak tahun 1975, yaitu sejak diberlakukannya kurikulum bimbingan dan konseling. Dalam sistem pendidikan Indonesia, konselor di sekolah menengah mendapat peran dan posisi/ tempat yang jelas. Peran konselor, sebagai salah satu komponen student support services, adalah men-suport perkembangan aspek-aspek pribadi, sosial, karier, dan akademik peserta didik, melalui pengembangan program bimbingan dan konseling pembantuan kepada peserta didik dalam individual student planning, pemberian pelayanan responsive, dan pengembangan system support. Pada jenjang ini, konselor menjalankan semua fungsi bimbingan dan konseling. Setiap sekolah menengah idealnya diangkat konselor dengan perbandingan 1 : 100.
d. Jenjang Perguruan Tinggi
Meskipun secara struktural posisi konselor Perguruan Tinggi belum tercantum dalam sistem pendidikan di tanah air, namun bimbingan dan konseling dalam rangka men-support perkembangan personal, sosial akademik, dan karier mahasiswa dibutuhkan. Sama dengan konselor pada jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum pelayanan dasar bimbingan dan konseling, individual student planning, responsive services, serta system support. Namun, alokasi waktu konselor perguruan tinggi lebih banyak pada pemberian bantuan individual student career planning dan penyelenggaraan responsive services. Setiap perguruan tinggi menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling melalui suatu unit yang ditetapkan pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan. Ekspektasi kinerja konselor dikaitkan dengan jenjang pendidikan formal dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1
Ekspektasi Kinerja Konselor Dikaitkan Dengan Jenjang Pendidikan Formal
Konselor sekolah di semua tingkat membantu siswa untuk memahami dan menangani masalah-masalah sosial, perilaku, dan pribadi. Ini konselor menekankan pencegahan dan pengembangan untuk meningkatkan pertumbuhan pribadi, sosial, dan akademis siswa serta untuk melengkapi siswa dengan kecakapan hidup yang diperlukan untuk menangani masalah. Konselor menyediakan layanan khusus, termasuk program pencegahan alkohol dan obat-obatan dan resolusi konflik. Konselor juga mencoba untuk mengidentifikasi kasus-kasus kekerasan rumah tangga dan masalah keluarga lainnya yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa.
Konselor berinteraksi dengan siswa secara individu, dalam kelompok kecil, atau sebagai seluruh kelas. Mereka berkonsultasi dan bekerja sama dengan orang tua, guru, administrator sekolah, psikolog sekolah, profesional medis, dan pekerja sosial untuk mengembangkan dan menerapkan strategi untuk membantu siswa berhasil.
4. EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR TIDAK SAMA DENGAN HELPING PROFESSION YANG LAIN.
a. Psikiater
Psikiater adalah seorang dokter yang menerima pelatihan tambahan dalam bidang psikologi dan kesehatan mental. Seorang psikiater menyelesaikan sekolah kedokteran serta tambahan empat tahun pendidikan. Psikiater dilatih untuk mendiagnosa kondisi psikologis dengan menggunakan berbagai tes psikologi dan mengobati pasien dari segala usia. Psikiater menggunakan obat-obatan (dapat memberikan resep obat) dan menggunakan terapi untuk merawat dan menangani pasien.
b. Psikolog
Seorang psikolog adalah seorang profesional yang memiliki gelar PhD (di Amerika). Seorang psikolog telah menyelesaikan antara 6 sampai 8 tahun pendidikan, magang yang tersupervisi selama satu tahun, serta lulus ujian profesional. Biasanya, seorang psikolog telah menyelesaikan pendidikannya di salah satu bidang spesialisasi: psikologi klinis, psikologi konseling, neuropsikologi, atau psikologi pendidikan. Walaupun psikolog dilatih untuk menangani semua orang dengan kondisi gangguan psikologis, mereka diwajibkan untuk menangani pasien/klien hanya pada bidang di mana merupakan spesialisasi mereka. Psikolog secara formal dapat mendiagnosis kondisi psikologis pasien dengan menggunakan tes psikologi serta menggunakan teknik terapi untuk menyembuhkan kondisi klien/pasien, namun mereka tidak dapat memberikan resep obat.
c. Pekerja Sosial
Seorang pekerja sosial adalah seorang profesional yang memiliki pendidikan setingkat Magister di bidang pekerjaan sosial (2 tahun di sekolah pascasarjana). Para pekerja sosial menawarkan layanan terapi, tetapi mereka tidak mendiagnosa kondisi psikologis atau memberikan resep obat.
d. Konselor
Konselor adalah seorang profesional yang menawarkan jasa terapi. konselor Kebanyakan memiliki gelar master (misalnya, psikologi, konseling, dan pendidikan) serta kursus tambahan di bidang yang menjadi spesialisasi mereka (misalnya, kecanduan, perkawinan, sekolah, rehabilitasi, karier, dll). Konselor dapat menyediakan layanan terapi, tetapi mereka tidak dapat mendiagnosa kondisi psikologis, khususnya dapat melakukan diagnosa psikologis awal dari klien atau konseli yang dilayani berupa mendiagnosa kesulitan belajar, kemampuan akademik, minat, bakat, dll. Namun konselor tidak dapat menggunakan tes psikologi yang berbentuk “tes proyektif” dalam mendiagnosa kondisi psikologis klien atau konseli yang dilayani, dan juga konselor tidak dapat memberikan resep obat.
Kualifikasi akademik konselor dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Konselor adalah:
1) Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling, yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan (S.Pd) bidang Bimbingan dan Konseling
2) Berpendidikan profesi konselor. yang berorientasi pada pengalaman dan kemampuan praktik lapangan, dan tamatannya memperoleh sertifikat profesi bimbingan dan konseling dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons.
e. Psikoterapis
Psikoterapis adalah seorang profesional yang menawarkan jasa terapi. Psikoterapis kebanyakan memiliki gelar master (misalnya, psikologi, konseling, dan pendidikan) serta kursus tambahan di bidang spesialisasi mereka (misalnya, terapi kognitif-behavior). Psikoterapis dapat menyediakan layanan terapi, tetapi mereka tidak dapat mendiagnosa kondisi psikologis atau memberikan resep obat. Perbedaan ekspektasi kinerja konselor tidak sama dengan helping profession yang lain dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bahwa ini:
Tabel. 2.2
Perbedaan Ekspektasi Kinerja Konselor Tidak Sama Dengan
Helping Profession Yang Lain
HELPING PROSESSION | Memberikan Resep Obat | Mendiagnosa Kondisi Psikologis | Menyediakan layanan terapi |
PSIKIATER | √ | √ | √ |
PSIKOLOG | X | √ | √ |
PEKERJA SOSIAL | X | X | √ |
KONSELOR | X | Tes Proyektif (X ) | √ |
PSIKOTERAPIS | X | X | √ |
5. EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR SEKOLAH TIDAK SAMA DENGAN KONSELOR YANG LAIN
Konselor dirancang untuk memberikan berbagai konseling, rehabilitasi, dan layanan pendukung. Tugas mereka sangat bervariasi, tergantung pada kekhususnya. Konselor sering dihadapkan dengan anak-anak, remaja, dewasa, atau keluarga yang bermasalah, seperti gangguan kesehatan mental dan kebutuhan kecanduan, kecacatan dan pekerjaan, masalah sekolah atau konseling karir kebutuhan, dan trauma. Konselor harus mengenali isu-isu dalam rangka untuk menyediakan klien mereka dengan konseling yang tepat.
a. Konselor Sekolah
Konselor sekolah memberikan layanan individu dan kelompok meliputi karir, konseling pribadi, sosial dan pendidikan. Konselor Sekolah membantu para pelajar dari semua tingkatan, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Konselor Sekolah membantu siswa mengevaluasi kemampuan mereka, minat, bakat, dan kepribadian untuk mengembangkan bidang akademis dan karir secara realistis.
b. Konselor Karir
Konselor Karir, juga disebut konselor kerja, biasanya memberikan konseling karir di luar lingkungan sekolah. Fokus utama mereka adalah membantu individu dalam mengambil keputusan karir. konselor Kejuruan mengeksplorasi dan mengevaluasi pendidikan klien, pelatihan, riwayat pekerjaan, minat, keterampilan, dan sifat-sifat kepribadian. Mereka mungkin menggunakan tes bakat untuk membantu klien membuat keputusan karir. Mereka juga bekerja dengan individu-individu untuk mengembangkan pekerjaan-pencarian mereka keterampilan dan membantu klien dalam menemukan dan melamar pekerjaan. Selain itu, konselor karir memberikan dukungan kepada orang yang mengalami kehilangan pekerjaan, stres pekerjaan, atau masalah karir lainnya transisi.
c. Konselor Rehabilitasi
Konselor rehabilitasi membantu menangani orang dengan cacat fisik maupun emosional yang dibawa sejak dari lahir, sakit atau penyakit, kecelakaan, atau penyebab lainnya. Mereka mengevaluasi kekuatan dan keterbatasan individu, memberikan konseling pribadi, menawarkan dukungan manajemen kasus, dan mengatur perawatan medis, pelatihan, dan penempatan kerja. Konselor rehabilitasi mewawancarai baik individu penyandang cacat dan keluarga mereka, mengevaluasi hasil akademis dan laporan medis, dan mengkonsultasikan dengan dokter, psikolog, dan ahli terapi fisik, dan okupasi untuk menentukan kemampuan dan keterampilan individu. Konselor rehabilitasi mengembangkan program rehabilitasi individu dengan berunding dengan klien. Program-program ini sering termasuk pelatihan untuk membantu individu mengembangkan keterampilan kerja, menjadi bekerja, dan memberikan kesempatan untuk terintegrasi dalam masyarakat.Rehabilitasi konselor dilatih untuk mengenali dan untuk membantu mengurangi hambatan lingkungan dan sikap. bantuan tersebut dapat mencakup penyediaan pendidikan, dan layanan advokasi untuk individu, keluarga, dan lain-lain dalam masyarakat. konselor Rehabilitasi bekerja ke arah peningkatan kapasitas seseorang untuk hidup mandiri dengan memfasilitasi dan berkoordinasi dengan penyedia layanan lainnya.
d. Konselor Kesehatan Mental
Konselor kesehatan mental bekerja dengan individu, keluarga, dan kelompok untuk mengobati gangguan mental dan emosional dan untuk meningkatkan kesehatan mental. Mereka dilatih dalam berbagai teknik terapi yang digunakan untuk menangani masalah-masalah seperti depresi, kecanduan, kecemasan, dan penyalahgunaan zat, impuls, bunuh diri, stres, trauma, rendah diri, dan kesedihan.Mereka juga membantu dengan masalah pekerjaan dan karir, keputusan pendidikan, masalah kesehatan mental dan emosional, dan masalah hubungan interpersonal. Selain itu, mereka mungkin terlibat dalam penjangkauan masyarakat, advokasi, dan kegiatan mediasi. Beberapa mengkhususkan diri dalam memberikan pelayanan kesehatan mental bagi orang tua. konselor kesehatan mental sering bekerja sama dengan spesialis kesehatan mental lainnya, seperti psikiater, psikolog, pekerja sosial klinis, perawat psikiatri, dan konselor sekolah.
e. Konselor Penyalahgunaan Zat Dan Gangguan Perilaku
Konselor penyalahgunaan zat dan gangguan perilaku membantu orang yang memiliki masalah dengan alkohol, narkoba, perjudian, dan gangguan makan. Konselor membantu mereka untuk mengidentifikasi perilaku dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kecanduan mereka. Konseling dapat dilakukan secara individual, namun sering dilakukan dalam pengaturan kelompok dan dapat meliputi konseling krisis, konseling harian atau mingguan, atau drop-in mendukung konseling. Konselor dilatih untuk membantu dalam mengembangkan program-program pemulihan pribadi yang membantu untuk membentuk perilaku sehat dan memberikan strategi penanggulangan. Seringkali, konselor ini juga akan bekerja dengan anggota keluarga yang dipengaruhi oleh kecanduan orang yang mereka cintai. Beberapa konselor melakukan program penjangkauan dan masyarakat yang bertujuan untuk mencegah kecanduan dan mendidik masyarakat. Konselor harus dapat mengenali bagaimana kecanduan mempengaruhi seluruh orang dan orang di sekitar dia.
f. Konselor Perkawinan Dan Keluarga.
Dalam melakukan konseling perkawinan dan keluarga, konselor mengubah persepsi dan perilaku, meningkatkan komunikasi dan pengertian antara anggota keluarga, dan membantu untuk mencegah krisis keluarga. Konselor bekerja dengan individu, keluarga, pasangan, dan kelompok. Konselor perkawinan dan keluarga fokusnya adalah pada melihat dan memahami gejala klien dalam interaksi lingkungan yang ada. Konselor juga dapat membuat rujukan kepada psikiatri, melakukan penelitian, melatih beberapa ketrampilan dan melatih hubungan interpersonal.
BAB III
KESIMPULAN
Ekspektasi kinerja konselor tidak sama dengan kinerja guru, walaupun keduanya merupakan pendidik yang terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003. Perbedaan yang paling krusial adalah dimana Konselor tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan bimbingan dan koseling yang memandirikan, sedangkan Guru menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan Pembelajaran yang mendidik.
Ekspektasi kinerja konselor juga dibedakan atas jenjang pendidikan yang dilayani pada pendidikan formal, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, sampai pada Perguruan Tinggi yang masing-masing memiliki kebutuhannya tersendiri. Ekspektasi kinerja konselor juga dapat dibedakan dengan helping profession yang lain seperti: psikiater, psikolog, pekerja sosial, dan psikoterapis yang masing-masing mempunyai ekspetkasi kinerja yang berbeda.
Namun demikian konselor pun terbagi atas berbagai macam jenis konselor, yaitu konselor sekolah, konselor kejuruan, konselor rehabilitasi, konselor kesehatan mental, konselor penyalahgunaan zat dan gangguan perilaku serta konselor perkawinan dan keluarga.
REFERENSI
Anxiety Disorders Association of Ontario. 2010. Helping Professionals. (http://www.anxietydisordersontario.ca/professionals.html#2f), Online (diakses September 2010)
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Bandung: ABKIN.
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Bandung: ABKIN.
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2008. Krisis Identitas Profesi Bimbingan dan Konseling. Bandung: ABKIN.
Bureau of Labor Statistics. 2010. Occupational Outlook Handbook. (http://www.bls.gov/oco/ocos067.htm), Online (diakses September 2010)
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akdemik). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Dengan Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 0433/P/1993 Nomor 25 Tahun 1993 Pasal 1. Tentang Juklak Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya. Jakarta
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. 1993. Surat Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 84/1993. Tentang Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya. Jakarta: Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan. 1995. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan No. 25. Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Menteri Pendidikan Nasional. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Prayitno. 2008. Mengatasi Krisis Identitas Profesi Konselor. Padang: Tidak diterbitkan.
Rizki. 2009. Jenis-jenis Tes Psikologi. (http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/jenis-jenis-test-psikologi), Online (diakses Oktober 2010)
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
No comments:
Post a Comment