Sunday, December 11, 2011

Kedudukan dan Penggunaan Tes dalam BK


I   PENDAHULUAN
Asesmen adalah hal yang sangat penting bagi bimbingan dan konseling. Semua layanan bimbingan konseling mesti berpangkal dari hasil asesmen yang memadai. Data hasil asesmen yang memadai dapat menjadi dasar melakukan bantuan yang tepat dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Tanpa asesmen yang berkualitas tidak akan ada program bimbingan dan konseling komprehensif, berkualitas, dan mampu mencapai tujuan layanan dengan tuntas, baik dalam fungsi kuratif, maupun perseveratif, apalagi fungsi pengembangan (developmental) dan pencegahan (preventif). Jadi asesmen mutlak perlu dalam program bimbingan dan konseling;
Salah satu instrumen dalam kegiatan asesmen adalah tes. Teknik tes diberikan dengan menyelenggarakan program testing untuk mengetahui potensi atau kemampuan klien. Dalam kode etik profesi BK disebutkan bahwa dalam BK terdapat layanan informasi, testing dan riset. Dengan demikian, testing merupakan aspek yang dipandang urgen dan perlu untuk dilakukan dengan dasar pemikiran bahwa hasil testing dapat melengkapi hasil non testing.
II KEDUDUKAN DAN PERAN TES DALAM BK
            Test mendapat tempat sentral dalam layanan bimbingan dan konseling. Menurut  Shertzer & Stone (1981) dan NA PPPK (2008) ada beberapa komponen layanan program bimbingan di mana di dalam komponen tersebut, tes mempunyai tempat yang sentral dan penting, yaitu:
a.   Layanan Dasar Bimbingan
Layanan dasar merupakan proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya.
Komponen yang terdapat dalam layanan dasar antara lain bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir. Pelaksanaan layanan dasar ini sangat memerlukan instrumen asessmen sebagai pijakan dalam memberikan bimbingan.  Contohnya, dalam bimbingan kelompok yang bertujuan untuk merespon kebutuhan dan minat peserta didik, konselor memerlukan data pendukung, misalnya berupa hasil tes prestasi belajar dari sekelompok siswa yang akan dibimbing. Hasil tes prestasi belajar membantu menunjukkan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa berkaitan dengan belajar. Dengan demikian tes dapat dikatakan berperan sebgai alat untuk membantu konselor memahami siswanya dengan lebih baik dan menyeluruh sehingga siswa yang dibimbing dapat memahami dirinya sendiri dan bisa mengambil keputusan secara tepat (J Cronbach: 1949).
b.   Layanan Responsif
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan. Komponen kegiatan yang terdapat dalam layanan responsif antara lain: konseling individual dan kelompok; layanan referral; kolaborasi dengan guru atau wali kelas; kolaborasi dengan orang tua; kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah, layanan konsultasi; bimbingan teman sebaya; konferensi kasus; dan kunjungan rumah.
Secara umum, keseluruhan layanan yang terdapat dalam layanan responsif memerlukan bantuan instrumen baik tes maupun non tes dalam penyelenggaraannya. Penggunaan instrumen tes bertujuan untuk membantu konselor memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap siswa yang dibantu dari sisi psikologisnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tes berperan dalam proses penyelesaian masalah psikologis siswa.
Selain berperan dalam penyelesaian masalah psikologis siswa, dalam kegiatan layanan responsif khususnya kegiatan layanan konseling individual dan kelompok, tes memiliki peran sebagai data tambahan dalam proses konseling. Dalam buku Using Tests In Counseling (Goldman: 1971) dijelaskan bahwa perencanaan, seleksi, administrasi dan skor tes digunakan konselor dalam menyelenggarakan proses konseling. Testing dilakukan untuk memperoleh data secara obyektif. Di sekolah, sebagian besar tes digunakan untuk memberikan tanda adanya hubungan konseling, menjawab pertanyaan, menyediakan informasi dan mencapai tujuan pemberian testing. Oleh karena itu testing merupakan bagian yang integral dalam proses konseling.
c.    Layanan Perencanaan Individual
Dalam layanan perencanaan individual, konselor membantu peserta menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh yaitu menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan atau aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karier. Melalui kegiatan penilaian diri ini, peserta didik akan memiliki pemahaman, penerimaan dan pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif sehingga siswa bisa merencanakan sesuatu berbasis kekuatan atau potensi diri yang dimilikinya. Dengan demikian, kedudukan tes dalam kegiatan perencanaan individual adalah memberikan informasi dalam mengambil keputusan.   
d.   Dukungan Sistem
Dukungan sistem adalah kegiatan manajemen yang bertujuan untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan professional; konsultasi dengan guru dan segenap komponen sekolah, staf ahli/penasihat,  hubungan orang tua dan masyarakat luas; manajemen program, penelitian dan pengembangan (Ellis, 1990).
Kegiatan utama layanan dasar bimbingan, responsif, perencanaan individual, dan dukungan sistem dalam implementasinya didukung oleh beberapa jenis layanan bimbingan dan konseling. Dari berbagai layanan pendukung ada beberapa layanan yang menempatkan tes sebagai salah satu instrumennya antara lain:

1)      Layanan Informasi
Layanan informasi diselenggarakan dalam rangka memberikan pengetahuan kepada siswa terkait dengan bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karir. Informasi yang dapat diberikan oleh konselor meliputi strategi pengembangan kepribadian, keterampilan pengembangan kemampuan intrapersonal dan interpersonal, kesempatan pendidikan, vokasional, strategi belajar, pengambilan keputusan yang tepat dan bimbingan lain yang terkait.
Dalam memberikan layanan informasi, konselor dapat menghimpun data hasil tes maupun nontes. Kedua data ini bersifat saling mendukung dan saling melengkapi. Siginifikansi skor tes akan lebih baik apabila dikombinasikan dengan hasil wawancara, studi kasus dan metode lainnya. Fakta menunjukkan bahwa tes membantu dalam pemahaman individu dan pengambilan keputusan (Cronbach, 1949). Berkaitan dengan tes, maka hasil tes dapat digunakan oleh konselor sebagai salah satu media dalam layanan informasi sehingga siswa dapat mengetahui potensi dirinya, konselor dapat membantu siswa untuk mempersiapkan diri dan masa depannya.
Layanan informasi dapat diberikan secara langsung maupun tidak langsung. Informasi dapat diperoleh konselor dari buku, internet, mendatangkan narasumber, atau informasi yang diperoleh dari stakeholder. Layanan inforamsi dapat diberikan melalui kegiatan bimbingan baik individual maupun kelompok (bimbingan, konseling, seminar, lokakarya dan pemberian brosur/leaflet).
2)      Layanan Konseling
Layanan konseling diberikan untuk memfasilitasi pemahaman diri dan perkembangan konseli melalui hubungan individual maupun kelompok. Fokus utama konseling cenderung pada perkembangan pribadi dan pembuatan keputusan berdasarkan pemahaman diri dan pengetahuan lingkungan. Dalam penyelenggaraan layanan konseling, konselor memerlukan data pendukung, baik tes maupun nontes. Data-data ini dihimpun untuk memberikan informasi yang komprehensif pada konseli (siswa).
3)      Layanan Konsultasi
Konsultasi dirancang untuk memberikan bantuan teknis kepada guru, administrator dan orang tua dalam rangka memberikan layanan secara efektif dan memperbaiki kinerja sekolah. Konsultasi dapat dilakukan dengan meminta narasumber dari ahli terkait seperti ahli medis, bengkel kerja, ahli hukum dalam penyelenggaraan Career Day. Narasumber yang diundang diharapkan dapat memberikan informasi kepada orang tua dan siswa tentang potensi siswa. Informasi yang disampaikan itu berbasis data, baik tes maupun non-tes.
4)      Layanan Penempatan
Layanan penempatan adalah suatu kegiatan bimbingan yang dilakukan untuk membantu individu atau kelompok yang mengalami mismatch (ketidaksesuaian antara potensi dengan usaha pengembangan), dan penempatan individu pada lingkungan yang sesuai bagi dirinya serta pemberian kesempatan kepada individu untuk berkembang secara optimal.
Penempatan ini dilakukan dengan menyesuaikan siswa sesuai kondisi dan kemampuan seperti kelompok belajar, kegiatan ekstrakurikuler, penjurusan, pemilihan karir dan pengambilan keputusan. Data hasil tes berupa intelegensi, bakat dan minat kemudian diintepretasikan dan dapat digunakan untuk membantu siswa memilih dan mengambil keputusan tentang masa depannya. Sedangkan data nontes seperti hasil wawancara dan observasi dapat digabungkan dan dikomplementerkan dalam rangka mengarahkan siswa dalam mengambil keputusan. Fakta menunjukkan bahwa tes membantu dalam pemahaman individu dan pengambilan keputusan (J Cronbach: 1949).
Menurut Munandir (1988) informasi yang dibutuhkan konseli antara lain bimbingan dan konseling vokasional. Salah satu penggunaan tes dalam konseling vokasional adalah membantu individu memperoleh kesuksesan karir. Tes data memberikan jawaban tentang jabatan-jabatan yang tersedia, identifikasi alternatif jabatan, seleksi jabatan, perkembangan persiapan jabatan dan penempatan (placement).
Anne Anastasia dan Susan Urbina (1971) menyatakan bahwa testing digunakan dalam bimbingan pendidikan dan jabatan seta dipakai untuk merencanakan segala aspek dalam kehidupan individu. Perkembangan individu ini menekankan pada penggunaan tes untuk meningkatkan pemahaman diri dan pengembangan personal. Dalam kerangka kerja ini, skor tes menjadi bagian informasi yang diberikan pada individu dalam proses pengambilan keputusan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kedudukan tes dalam layanan penempatan adalah memberikan informasi dalam mengambil keputusan.  Peran tes dalam kegiatan penjurusan ini serupa juga dalam hal kegiatan penyaluran. Konselor di sekolah membantu siswa dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan bakat dan minat. Selain penyaluran dalam kegiatan ekstrakurikuler juga dilakukan pelayanan penyaluran dalam bidang pemilihan sekolah lanjutan yang sesuai dengan kemampuan anak. Semua kegiatan di atas menguatkan peran tes sebagai pemberi informasi dalam proses pengambilan keputusan.
5)      Layanan Appraisal dan Tindak Lanjut
Layanan appraisal dirancang untuk mengumpulkan, menganalisa dan menggunakan data obyektif tentang sejauh mana siswa berhasil memahami diri dan mencapai tugas-tugas perkembangannya. Layanan ini sekaligus secara tidak langsung dapat berfungsi untuk menilai keberhasilan program bimbingan secara keseluruhan. Dari hasil penilaian ini selanjutnya dianalisis dan kemudian merencanakan tindak lanjut bimbingan.
Untuk tujuan tersebut, data merupakan alat atau media informasi yang perlu digali untuk memperoleh gambaran tentang siswa, baik yang sifatnya internal (potensi siswa, kepribadian, minat, bakat) maupun eksternal (kondisi lingkungan di rumah, dan di luar sekolah). Melalui data atau informasi tentang siswa tersebut, konselor dan guru diharapkan dapat lebih memahami siswa dan membantu siswa dalam mencapai tugas perkembangannya.
Data atau informasi tentang siswa diperoleh melalui pengumpulan data. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan teknik, baik tes maupun nontes. Dalam penyelenggaraan teknik tes, konselor perlu bekerjasama dengan lembaga/biro psikologi. Dari hasil tes tersebut, psikolog membuat suatu interpretasi yang kemudian akan disampaikan kepada konselor. Selanjutnya tugas konselor adalah menginformasikan kepada konseli atau orang tua dan menggunakan data atau hasil tes tersebut untuk kepentingan yang terkait dengan kebutuhan siswa. Tes yang pada umumnya digunakan di sekolah seperti tes intelegensi, kepribadian, bakat, dan minat. Sedangkan tes yang bisa digunakan oleh konselor tanpa harus dengan bantuan psikolog antara lain tes prestasi belajar.
Penyelenggaraan pengumpulan data teknik nontes dapat dilakukan dengan observasi, wawancara, dokumentasi dan sosiometri. Data hasil nontes antara lain transkrip wawancara, catatan observasi, dokumen foto dan data serta data sosiometri. Melalui hasil data-data baik tes maupun nontes diharapkan membantu siswa untuk menerima, memahami dan mengoptimalkan potensi diri.
III  PENGGUNAAN TES DALAM BK
A.    Pemilihan Tes  Berdasarkan Kriteria
Untuk melaksanakan  tes dalam bimbingan konseling hal penting yang harus dilakukan adalah memilih atau menyeleksi alat tes yang harus digunakan untuk keprluan tertentu, salah  satu hal penting adalah kriteria tes. Ada pun kriteria tes yang baik yakni;
1.      Norma usia
Dalam tes usia sangat berpengaruh terhadap kondiisi testi, oleh karena itu norma usia merupakan kriteria penting. Norma usia dapat mempresentasikan performa tes individu-individu yang dikelompokkan dan dinormakan berdasarkan usia kronologisnya.
2.      Validitas
Suatu tes layak digunakan apabila memenuhi kriteria valid, baik dalam konstruksi atau penyusunan maupun dari segi isi. Validitas konstruk menyoroti ketepatan teori atau konsep yang melandasi instrument tes tertentu, sedangkan validitas isi mencakup hal-hal yang hendak diketahui melalui tes tersebur harus terwakili didalam isi dari suatu tes tertentu.    
3.      Reliabilitas
Reliabilitas tes memampukam konselor atau pengguna lainnya menentukan taraf di mana bisa melakukan prediksi secara konsisten.
4.      Praktikalitas 
Dalam pelaksanaan tes, kriteria penting lainnya adalah  suatu tes tertentu harus  praktis dalam penggunaan, dalam penskoran, dan dalam menginterpretasikannya. Kepraktisan lain yang harus di pertimbangkan adalah dari segi biaya dan waktu yang di perlukan.
B.     Tujuan Tes Dalam BK
Untuk keperluan bimbingan konseling, konnselor harus memiliki sejumlah informasi yang berkaitan dan akurasi mengenai individu dan juga kondisi serta situasi yang ada bahkan informasi lain yang berasal dari orang lain diluar indiividu. Oleh karena itu tes dilakukan guna memperoleh informasi atau data yang penting dan akurat. Dalam pelaksanaan tes ada dua kategori tujuan, yakni;
(1)   Tes untuk keperluan non-konseling (noncounseling uses of test) yang mencakup (a) seleksi calon untuk penempatan pada lembaga/instiusi, (b) penempatan individu pada institusi, (c) penyesuaian institusi dilakukan guna menemukan kebutuhan dan karakteristik individu tertentu, dan (d) melakukan pengembangan dan revisi institusi untuk menemukan kebutuhan dan karakteristik siswa atau karyawan/pekerja  pada umumnya.
(2)   Penggunaan tes untuk konseling (counseling uses of test) artinya setelah tes dilakukan, informasi yang telah diperoleh dapat ditindak lanjut untuk keperluan konseling. Super (1957b) dan Bordin (1955) berpendapat bahwa informasi tersebut dapat digunakan dalam Tiga kategori, (a) diagnosis informasi prakonseling (precounseling diagnostic information), (b) informasi untuk proses konseling (information for the counseling itself), dan (c) informasi untuk perencanaan dan tindakan setelah konseling (information for postcounseling plans and action).


C.    Jenis-Jenis Tes
Setelah diketahui bahwa tes yang hendak digunakan merupakan tes standar maka dalam bimbingan konseling ada beberapa instrument atau alat tes yang dapat di gunakan untuk kepentingan penyelenggaraan program bimbingan dan konseling. jensi-jensi tersebut antara lain adalah :
1.      Tes Kecerdasan
Tes kecerdasan digunakan untuk mengukur kemampuan akademik, kemampuan mental dan kemampuan kecerdasan, yang paling populer dari tes ini adalah digunakan untuk mengukur IQ  atau sering dikenal dengan nama tes kecerdasan Stanford-Binet, sesuai dengan  nama perancang yakni Alfred Binet pada tahun 1900-an.   Selain itu ada pun tes lain yang bisa digunakan yakni skala Wechsler yang dirancang oleh David Wechsler. Skala Wecshler  dirancang berbdasarkan perbedaan usia antara lain Wechsler  Preschool and Primary Scale of Intelligence III (WPPSI-III) dirancang khusus untuk anak-anak usia 2 Tahun 6 Bulan  sampai 7 Tahun 3 Bulan. Wichsler Intelligence Scale for Cildren-Fourt Edition (WISC-IV) dirancang untuk anak-anak  usia 6 Tahu sampai remaja usia 16 tahun dan Wechsler  Adult Intelligence Scale-Third Edition (WAIS-III) dirancang untuk remaja usia 16 tahun hingga manula usia 89 Tahun
2.      Tes Bakat
Tes bakat banyak digunakan oleh para  konselor dan tenaga professional lainnya untuk mengidentifikasi (a) kemampuan potensial yang tidak disadari individu, (b) mendukung pengembangan kemampuan istimewa atau potensial individu tertentu, (c) menyediakan informasi untuk membantu individu membuat keputusan pendidikan dan  karir atau alternative pilihan yang ada (d) membantu memprediksi tingkat sukses akademis atau pekerjaan yang bisa di antisipasi individu dan (e)  berguna bagi mengelompokkan individu dengan  bakat serupa bagi tujuan perkembangan kepribadian dan pendidikan. Tes bakat dapat dilakukan untuk mengungkapkan antara lain bakat Khusus, tes bakat umum, tes bakat unik tes bakat skolastik dan lainnya.
3.      Inventiori Minat
Inventori minat dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa pada setiap individu ada perbedaan dalam minat baik secara umum maupun minat pekerjaan tertentu. Karena itu  inventori minat dirancang untuk menilai minat-minat pribadi dan mengaitkan minat-minat tersebut dengan wilya kerja yang lain.
4.      Tes Kepribadian
Anastasi dan Urbina, 1997 berpendapat bahwa tes kepribadian merupakan instrument untuk mengukur karakteristik emosi, motivasi, hubungan antar pribadi dan sikap, sesuatu yang dibedakan dari bakat atau ketrampilan. Tes kepribadaian yang standard an popular digunakan antara lain  Indikator Tipe Kepribadian Myers-Briggs (MBTI), Jadwal Preferensi Pribadi Edwards (EPPS)  dan Inventori Multifase Minesota (MMPI).
5.    Tes Prestasi
Tes prestasi belajar berhubungan dengan tingkat pengetahuan, keterampilan atau pencapaian dalam suatu bidang sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi prestasi anak-anak, mengelompokkan siswa menurut tingkat pengetahuannya dan memberikan informasi pada orang tua tentang kelemahan dan kelebihan bidang akademik anaknya.
D.    Dasar Interpretasi Tes
Interpretasi dilakukan terhadap hasil tes yang merupakan data tentang karakteristik individu yang telah mengikuti tes tertentu. Data yang telah diperoleh dianalisis selanjutnya diinterpretasi guna pengambilan keputusan tindakan yang tepat. Dalam melakukan interpretasi tersebut yang menjadi hal penting adalah pemahaman terhadap fungsi teori dan teknik interpretasi yang memadai. Dari beberapa buku menyebutkan bahwa interpretasi dapat dilakukan dalam empat tipe,  yakni deskriptif, genetik, prediktif, dan evaluatif.
E.     Kaitan Tes dengan Statistik
Dalam penggunaan tes baik oleh konselor dan juga tenaga professional lainnya sangat dibutuhkan kontribusi statistik dalam menginterpretasikan hasil tes atau penilaian. Pemahaman mendasar tentang statistik  dan psikologi memampukan konselor untuk (a) mendeskripsikan  karakteristik individu atau kelompok dibandingkan kelompok atau populasi lain, (b) memprediksi kemungkinan sukses atau gagalnya performa ke depan berdasarkan perilaku saat ini atau masa lalu  yang di tes, dan (c) menyimpulkan karakteristik suatu populasi dari sampel populasi tersebut. Oleh karena itu pengatahuan tentang statistik merupakan salah satu syarat bagi konselor atau pengguna tes.
IV  KODE ETIK PENGGUNAAN TES DALAM BK
Dalam buku Using Tests In Counseling (Goldman; 1971) diuraikan bahwa konselor sekolah perlu: a) menyesuaikan data untuk memprediksi potensi klien; b) melengkapi data non-tes dengan data tes; c) menginterpretasi data untuk membantu klien dalam proses pengambilan keputusan. Tuntutan seperti ini tetap harus merujuk pada kode etik yang ditetapkan sehingga malpraktik bisa dihindarkan.
Dalam keadaan dan maksud pengetesan apapun, berlaku kode etik testing yang harus dipatuhi tester. Beberapa kode etik yang wajib diperhatikan oleh konselor (ABKIN):
1.    Pemilihan Tes
a.       Klien hendaknya terlibat dalam proses pemilihan tes, supaya tidak ada unsur pemaksaan dalam pemberian tes oleh koselor.
b.      Alasan para klien untuk menginginkan tes, maupun pengalaman masa lalu dengan tes, hendaknya dieksplorasi.
c.       Konselor wajib memberikan orientasi yang tepat kepada klien dan orang tua mengenai alasan digunakannya tes disamping arti dan kegunaannya. Seorang klien harus disadarkan bahwa tes hanya alat dan alat yang tidak sempurna. Sebagai cara untuk mencapai tujuan, tes tidak dapat memberi “jawaban”, tes hanya memberi informasi tambahan yang dapat digali dalam konseling dan digunakan dalam menghadapi keputusan tertentu.
d.      Konselor seharusnya menjelaskan tujuan tes dan menunjukkan keterbatasan tes. Peranan ini berarti bahwa konselor mempunyai pemahaman yang baik mengenai apa tes itu dan mengapa dia mengambilnya. Hal lain yang perlu dipahami konselor adalah faktor kultural, gender, etnik, ekonomi yang dapat mempengaruhi skor tes.
e.       Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat atau ciri kepribadian subyek untuk kepentingan layanan.
f.       Penggunaan suatu jenis tes wajib mengikuti secara ketat pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes tersebut.

2.      Wewenang Pemberian Tes
Testing hanya bisa diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor yang berwenang adalah konselor yang telah menempuh pendidikan sertifikasi tes dalam bimbingan dan konseling. Dalam memberikan tes, konselor harus sadar bahwa hasil tes bukan hanya skor yang seharusnya diberikan kepada klien, tetapi dan terlebih maknanya yang harus digali dalam menafsirkan hasil. Konselor seharusnya bersifat netral, menahan diri dari memberi penilaian sebanyak mungkin dan membiarkan klien merumuskan makna dan kesimpulan mereka sendiri.
3.      Penggunaan Hasil Tes
a.       Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari sumber lain. Dalam hal ini data hasil testing wajib diperlakukan setara dengan data dan informasi lain tentang klien.
b.      Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien.
V  PENUTUP
Seluruh uraian di atas menggambarkan bahwa tes mempunyai peran sentral dalam layanan BK. Tes membantu konselor memahami siswa secara utuh dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Meskipun demikian, tes hendaknya dipahami sebagai sarana pendukung saja dan bukan merupakan suatu hal yang mutlak. Oleh karena itu, dalam penggunaan tes, konselor wajib mematuhi kode etik yang ada sehingga tidak melakukan malpraktik yang merugikan martabat testee dan merusak citra profesi konselor. 


DAFTAR RUJUKAN

ABKIN, 2005. Standard Kompetensi Konselor Indonesia.

Anastasi, A. Psychological Testing. 5th Ed. New York: Macmillian Publishing Co., Inc.

Anastasia, A. dan Susana Urbina. 1971. Tes Psikologi. Diterj. oleh R. H. Imam. Ed. ke-7. Jakarta: PT Macanan Jaya Cemerlang.

Cronbach, J Lee. 1949. Essentials of Psychological Testing. Third Edition. USA. Harper & Row Publisher.

Depdiknas. 2008. Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesi Konselor. Jakarta: Depdiknas.

Ellis, T.I. 1990. The Missouri Comprehensive Guidance Model. Columbia: The Educational Resources Information Center.

Goldman, Leo. 1971. Using Test in Counseling. 2nd ed. New York: Meredith Corporation.

Munandir. 1988. Konseling dan Pekerjaan Konselor. Malang: IKIP Malang.

Shertzer, Bruce and Shelley C. Stone. 1981. Fundamentals of Guidance.4th ed.  Boston:  Houghton Mifflin Company.

No comments:

Post a Comment