I PENDAHULUAN
Asesmen adalah hal yang sangat
penting bagi bimbingan dan konseling. Semua layanan bimbingan konseling mesti
berpangkal dari hasil asesmen yang memadai. Data hasil asesmen yang memadai
dapat menjadi dasar melakukan bantuan yang tepat dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan. Tanpa asesmen yang berkualitas tidak akan ada program bimbingan dan
konseling komprehensif, berkualitas, dan mampu mencapai tujuan layanan dengan
tuntas, baik dalam fungsi kuratif, maupun perseveratif, apalagi fungsi
pengembangan (developmental) dan
pencegahan (preventif). Jadi
asesmen mutlak perlu dalam program bimbingan dan konseling;
Salah
satu instrumen dalam kegiatan asesmen adalah tes.
Teknik tes diberikan dengan menyelenggarakan program testing untuk mengetahui
potensi atau kemampuan klien. Dalam kode etik profesi BK disebutkan bahwa dalam
BK terdapat layanan informasi, testing dan riset. Dengan demikian, testing
merupakan aspek yang dipandang urgen dan perlu untuk dilakukan dengan dasar
pemikiran bahwa hasil testing dapat melengkapi hasil non testing.
II
KEDUDUKAN DAN PERAN TES DALAM BK
Test mendapat
tempat sentral dalam layanan bimbingan dan konseling. Menurut Shertzer & Stone (1981) dan NA PPPK
(2008) ada beberapa komponen layanan program bimbingan di mana di dalam
komponen tersebut, tes mempunyai tempat yang sentral dan penting, yaitu:
a. Layanan Dasar Bimbingan
Layanan dasar merupakan proses pemberian bantuan
kepada seluruh konseli melalui penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal
atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan
perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan yang
diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam
menjalani kehidupannya.
Komponen yang terdapat dalam layanan dasar antara
lain bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir. Pelaksanaan layanan dasar
ini sangat memerlukan instrumen asessmen sebagai pijakan dalam memberikan
bimbingan. Contohnya, dalam bimbingan
kelompok yang bertujuan untuk merespon kebutuhan dan minat peserta didik, konselor
memerlukan data pendukung, misalnya berupa hasil tes prestasi belajar dari
sekelompok siswa yang akan dibimbing. Hasil tes prestasi belajar membantu
menunjukkan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa berkaitan dengan
belajar. Dengan demikian tes dapat dikatakan berperan sebgai alat untuk
membantu konselor memahami siswanya dengan lebih baik dan menyeluruh sehingga
siswa yang dibimbing dapat memahami dirinya sendiri dan bisa mengambil
keputusan secara tepat (J Cronbach: 1949).
b.
Layanan Responsif
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan
kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan
pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan
gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan. Komponen kegiatan
yang terdapat dalam layanan responsif antara lain: konseling individual dan
kelompok; layanan referral; kolaborasi dengan guru atau wali kelas; kolaborasi
dengan orang tua; kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah,
layanan konsultasi; bimbingan teman sebaya; konferensi kasus; dan kunjungan
rumah.
Secara umum, keseluruhan layanan yang terdapat dalam
layanan responsif memerlukan bantuan instrumen baik tes maupun non tes dalam
penyelenggaraannya. Penggunaan instrumen tes bertujuan untuk membantu konselor
memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap siswa yang dibantu dari sisi
psikologisnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tes berperan dalam proses
penyelesaian masalah psikologis siswa.
Selain berperan dalam penyelesaian masalah
psikologis siswa, dalam kegiatan layanan responsif khususnya kegiatan layanan
konseling individual dan kelompok, tes memiliki peran sebagai data tambahan
dalam proses konseling. Dalam buku Using Tests In Counseling (Goldman:
1971) dijelaskan bahwa perencanaan, seleksi, administrasi dan skor tes
digunakan konselor dalam menyelenggarakan proses konseling. Testing dilakukan
untuk memperoleh data secara obyektif. Di sekolah, sebagian besar tes digunakan
untuk memberikan tanda adanya hubungan konseling, menjawab pertanyaan,
menyediakan informasi dan mencapai tujuan pemberian testing. Oleh karena itu
testing merupakan bagian yang integral dalam proses konseling.
c.
Layanan Perencanaan Individual
Dalam layanan perencanaan individual, konselor
membantu peserta menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya berdasarkan data
atau informasi yang diperoleh yaitu menyangkut pencapaian tugas-tugas
perkembangan atau aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karier. Melalui
kegiatan penilaian diri ini, peserta didik akan memiliki pemahaman, penerimaan
dan pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif sehingga siswa bisa
merencanakan sesuatu berbasis kekuatan atau potensi diri yang dimilikinya. Dengan
demikian, kedudukan tes dalam kegiatan perencanaan individual adalah memberikan
informasi dalam mengambil keputusan.
d.
Dukungan
Sistem
Dukungan sistem adalah kegiatan
manajemen yang bertujuan untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan
program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan professional;
konsultasi dengan guru dan segenap komponen sekolah, staf ahli/penasihat, hubungan orang tua dan masyarakat luas;
manajemen program, penelitian dan pengembangan (Ellis, 1990).
Kegiatan utama layanan dasar
bimbingan, responsif, perencanaan individual, dan dukungan sistem dalam
implementasinya didukung oleh beberapa jenis layanan bimbingan dan konseling.
Dari berbagai layanan pendukung ada beberapa layanan yang menempatkan tes
sebagai salah satu instrumennya antara lain:
1) Layanan Informasi
Layanan
informasi diselenggarakan dalam rangka memberikan pengetahuan kepada siswa
terkait dengan bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karir. Informasi yang
dapat diberikan oleh konselor meliputi strategi pengembangan kepribadian,
keterampilan pengembangan kemampuan intrapersonal dan interpersonal, kesempatan
pendidikan, vokasional, strategi belajar, pengambilan keputusan yang tepat dan
bimbingan lain yang terkait.
Dalam
memberikan layanan informasi, konselor dapat menghimpun data hasil tes maupun
nontes. Kedua data ini bersifat saling mendukung dan saling melengkapi.
Siginifikansi skor tes akan lebih baik apabila dikombinasikan dengan hasil
wawancara, studi kasus dan metode lainnya. Fakta menunjukkan bahwa tes membantu
dalam pemahaman individu dan pengambilan keputusan (Cronbach, 1949). Berkaitan
dengan tes, maka hasil tes dapat digunakan oleh konselor sebagai salah satu
media dalam layanan informasi sehingga siswa dapat mengetahui potensi dirinya,
konselor dapat membantu siswa untuk mempersiapkan diri dan masa depannya.
Layanan
informasi dapat diberikan secara langsung maupun tidak langsung. Informasi
dapat diperoleh konselor dari buku, internet, mendatangkan narasumber, atau
informasi yang diperoleh dari stakeholder. Layanan inforamsi dapat diberikan
melalui kegiatan bimbingan baik individual maupun kelompok (bimbingan,
konseling, seminar, lokakarya dan pemberian brosur/leaflet).
2) Layanan Konseling
Layanan
konseling diberikan untuk memfasilitasi pemahaman diri dan perkembangan konseli
melalui hubungan individual maupun kelompok. Fokus utama konseling cenderung
pada perkembangan pribadi dan pembuatan keputusan berdasarkan pemahaman diri
dan pengetahuan lingkungan. Dalam penyelenggaraan layanan konseling, konselor
memerlukan data pendukung, baik tes maupun nontes. Data-data ini dihimpun untuk
memberikan informasi yang komprehensif pada konseli (siswa).
3) Layanan Konsultasi
Konsultasi
dirancang untuk memberikan bantuan teknis kepada guru, administrator dan orang
tua dalam rangka memberikan layanan secara efektif dan memperbaiki kinerja
sekolah. Konsultasi dapat dilakukan dengan meminta narasumber dari ahli terkait
seperti ahli medis, bengkel kerja, ahli hukum dalam penyelenggaraan Career
Day. Narasumber yang diundang diharapkan dapat memberikan informasi kepada
orang tua dan siswa tentang potensi siswa. Informasi yang disampaikan itu
berbasis data, baik tes maupun non-tes.
4) Layanan Penempatan
Layanan
penempatan adalah suatu kegiatan bimbingan yang dilakukan untuk membantu
individu atau kelompok yang mengalami mismatch (ketidaksesuaian antara potensi
dengan usaha pengembangan), dan penempatan individu pada lingkungan yang sesuai
bagi dirinya serta pemberian kesempatan kepada individu untuk berkembang secara
optimal.
Penempatan
ini dilakukan dengan menyesuaikan siswa sesuai kondisi dan kemampuan seperti
kelompok belajar, kegiatan ekstrakurikuler, penjurusan, pemilihan karir dan
pengambilan keputusan. Data hasil tes berupa intelegensi, bakat dan minat
kemudian diintepretasikan dan dapat digunakan untuk membantu siswa memilih dan
mengambil keputusan tentang masa depannya. Sedangkan data nontes seperti hasil
wawancara dan observasi dapat digabungkan dan dikomplementerkan dalam rangka
mengarahkan siswa dalam mengambil keputusan. Fakta menunjukkan bahwa tes
membantu dalam pemahaman individu dan pengambilan keputusan (J Cronbach: 1949).
Menurut
Munandir (1988) informasi yang dibutuhkan konseli antara lain bimbingan dan
konseling vokasional. Salah satu penggunaan tes dalam konseling vokasional
adalah membantu individu memperoleh kesuksesan karir. Tes data memberikan
jawaban tentang jabatan-jabatan yang tersedia, identifikasi alternatif jabatan,
seleksi jabatan, perkembangan persiapan jabatan dan penempatan (placement).
Anne
Anastasia dan Susan Urbina (1971) menyatakan bahwa testing digunakan dalam
bimbingan pendidikan dan jabatan seta dipakai untuk merencanakan segala aspek
dalam kehidupan individu. Perkembangan individu ini menekankan pada penggunaan
tes untuk meningkatkan pemahaman diri dan pengembangan personal. Dalam kerangka
kerja ini, skor tes menjadi bagian informasi yang diberikan pada individu dalam
proses pengambilan keputusan.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kedudukan tes dalam layanan penempatan
adalah memberikan informasi dalam mengambil keputusan. Peran tes dalam kegiatan penjurusan ini
serupa juga dalam hal kegiatan penyaluran. Konselor di sekolah membantu siswa
dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan bakat dan minat.
Selain penyaluran dalam kegiatan ekstrakurikuler juga dilakukan pelayanan
penyaluran dalam bidang pemilihan sekolah lanjutan yang sesuai dengan kemampuan
anak. Semua kegiatan di atas menguatkan peran tes sebagai pemberi informasi
dalam proses pengambilan keputusan.
5) Layanan Appraisal dan Tindak Lanjut
Layanan appraisal dirancang untuk mengumpulkan,
menganalisa dan menggunakan data obyektif tentang sejauh mana siswa berhasil memahami
diri dan mencapai tugas-tugas perkembangannya. Layanan ini sekaligus secara
tidak langsung dapat berfungsi untuk menilai keberhasilan program bimbingan
secara keseluruhan. Dari hasil penilaian ini selanjutnya dianalisis dan kemudian
merencanakan tindak lanjut bimbingan.
Untuk tujuan tersebut, data merupakan alat atau
media informasi yang perlu digali untuk memperoleh gambaran tentang siswa, baik
yang sifatnya internal (potensi siswa, kepribadian, minat, bakat) maupun
eksternal (kondisi lingkungan di rumah, dan di luar sekolah). Melalui data atau
informasi tentang siswa tersebut, konselor dan guru diharapkan dapat lebih memahami
siswa dan membantu siswa dalam mencapai tugas perkembangannya.
Data atau informasi tentang siswa diperoleh melalui
pengumpulan data. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan teknik,
baik tes maupun nontes. Dalam penyelenggaraan teknik tes, konselor perlu
bekerjasama dengan lembaga/biro psikologi. Dari hasil tes tersebut, psikolog
membuat suatu interpretasi yang kemudian akan disampaikan kepada konselor.
Selanjutnya tugas konselor adalah menginformasikan kepada konseli atau orang
tua dan menggunakan data atau hasil tes tersebut untuk kepentingan yang terkait
dengan kebutuhan siswa. Tes yang pada umumnya digunakan di sekolah seperti tes
intelegensi, kepribadian, bakat, dan minat. Sedangkan tes yang bisa digunakan
oleh konselor tanpa harus dengan bantuan psikolog antara lain tes prestasi
belajar.
Penyelenggaraan pengumpulan data teknik nontes dapat
dilakukan dengan observasi, wawancara, dokumentasi dan sosiometri. Data hasil
nontes antara lain transkrip wawancara, catatan observasi, dokumen foto dan
data serta data sosiometri. Melalui hasil data-data baik tes maupun nontes
diharapkan membantu siswa untuk menerima, memahami dan mengoptimalkan potensi
diri.
III PENGGUNAAN TES DALAM BK
A. Pemilihan Tes Berdasarkan Kriteria
Untuk
melaksanakan tes dalam bimbingan
konseling hal penting yang harus dilakukan adalah memilih atau menyeleksi alat
tes yang harus digunakan untuk keprluan tertentu, salah satu hal penting adalah kriteria tes. Ada pun
kriteria tes yang baik yakni;
1.
Norma usia
Dalam tes usia sangat berpengaruh
terhadap kondiisi testi, oleh karena itu norma usia merupakan kriteria penting.
Norma usia dapat mempresentasikan performa tes individu-individu yang
dikelompokkan dan dinormakan berdasarkan usia kronologisnya.
2.
Validitas
Suatu tes layak digunakan apabila
memenuhi kriteria valid, baik dalam konstruksi atau penyusunan maupun dari segi
isi. Validitas konstruk menyoroti ketepatan teori atau konsep yang melandasi
instrument tes tertentu, sedangkan validitas isi mencakup hal-hal yang hendak
diketahui melalui tes tersebur harus terwakili didalam isi dari suatu tes
tertentu.
3.
Reliabilitas
Reliabilitas tes memampukam konselor
atau pengguna lainnya menentukan taraf di mana bisa melakukan prediksi secara
konsisten.
4.
Praktikalitas
Dalam pelaksanaan tes, kriteria
penting lainnya adalah suatu tes
tertentu harus praktis dalam penggunaan,
dalam penskoran, dan dalam menginterpretasikannya. Kepraktisan lain yang harus
di pertimbangkan adalah dari segi biaya dan waktu yang di perlukan.
B.
Tujuan
Tes Dalam BK
Untuk keperluan
bimbingan konseling, konnselor harus memiliki sejumlah informasi yang berkaitan
dan akurasi mengenai individu dan juga kondisi serta situasi yang ada bahkan
informasi lain yang berasal dari orang lain diluar indiividu. Oleh karena itu
tes dilakukan guna memperoleh informasi atau data yang penting dan akurat.
Dalam pelaksanaan tes ada dua kategori tujuan, yakni;
(1)
Tes untuk keperluan non-konseling (noncounseling uses of test) yang
mencakup (a) seleksi calon untuk penempatan pada lembaga/instiusi, (b)
penempatan individu pada institusi, (c) penyesuaian institusi dilakukan guna
menemukan kebutuhan dan karakteristik individu tertentu, dan (d) melakukan
pengembangan dan revisi institusi untuk menemukan kebutuhan dan karakteristik
siswa atau karyawan/pekerja pada
umumnya.
(2)
Penggunaan tes untuk konseling (counseling uses of test) artinya setelah
tes dilakukan, informasi yang telah diperoleh dapat ditindak lanjut untuk
keperluan konseling. Super (1957b) dan Bordin (1955) berpendapat bahwa
informasi tersebut dapat digunakan dalam Tiga kategori, (a) diagnosis informasi
prakonseling (precounseling diagnostic
information), (b) informasi untuk proses konseling (information for the counseling itself), dan (c) informasi untuk
perencanaan dan tindakan setelah konseling (information
for postcounseling plans and action).
C.
Jenis-Jenis
Tes
Setelah
diketahui bahwa tes yang hendak digunakan merupakan tes standar maka dalam
bimbingan konseling ada beberapa instrument atau alat tes yang dapat di gunakan
untuk kepentingan penyelenggaraan program bimbingan dan konseling. jensi-jensi
tersebut antara lain adalah :
1.
Tes Kecerdasan
Tes kecerdasan digunakan untuk
mengukur kemampuan akademik, kemampuan mental dan kemampuan kecerdasan, yang
paling populer dari tes ini adalah digunakan untuk mengukur IQ atau sering dikenal dengan nama tes kecerdasan
Stanford-Binet, sesuai dengan nama
perancang yakni Alfred Binet pada tahun 1900-an. Selain itu ada pun tes lain yang bisa
digunakan yakni skala Wechsler yang dirancang oleh David Wechsler. Skala
Wecshler dirancang berbdasarkan
perbedaan usia antara lain Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence
III (WPPSI-III) dirancang khusus untuk anak-anak usia 2 Tahun 6 Bulan sampai 7 Tahun 3 Bulan. Wichsler Intelligence Scale for Cildren-Fourt Edition (WISC-IV)
dirancang untuk anak-anak usia 6 Tahu
sampai remaja usia 16 tahun dan Wechsler Adult Intelligence Scale-Third Edition
(WAIS-III) dirancang untuk remaja usia 16 tahun hingga manula usia 89 Tahun
2.
Tes Bakat
Tes bakat banyak digunakan oleh
para konselor dan tenaga professional
lainnya untuk mengidentifikasi (a) kemampuan potensial yang tidak disadari
individu, (b) mendukung pengembangan kemampuan istimewa atau potensial individu
tertentu, (c) menyediakan informasi untuk membantu individu membuat keputusan
pendidikan dan karir atau alternative pilihan
yang ada (d) membantu memprediksi tingkat sukses akademis atau pekerjaan yang
bisa di antisipasi individu dan (e)
berguna bagi mengelompokkan individu dengan bakat serupa bagi tujuan perkembangan
kepribadian dan pendidikan. Tes bakat dapat dilakukan untuk mengungkapkan
antara lain bakat Khusus, tes bakat umum, tes bakat unik tes bakat skolastik
dan lainnya.
3.
Inventiori Minat
Inventori minat dikembangkan
berdasarkan asumsi bahwa pada setiap individu ada perbedaan dalam minat baik
secara umum maupun minat pekerjaan tertentu. Karena itu inventori minat dirancang untuk menilai
minat-minat pribadi dan mengaitkan minat-minat tersebut dengan wilya kerja yang
lain.
4.
Tes Kepribadian
Anastasi dan Urbina, 1997
berpendapat bahwa tes kepribadian merupakan instrument untuk mengukur
karakteristik emosi, motivasi, hubungan antar pribadi dan sikap, sesuatu yang
dibedakan dari bakat atau ketrampilan. Tes kepribadaian yang standard an
popular digunakan antara lain Indikator
Tipe Kepribadian Myers-Briggs (MBTI), Jadwal Preferensi Pribadi Edwards
(EPPS) dan Inventori Multifase Minesota
(MMPI).
5. Tes
Prestasi
Tes
prestasi belajar berhubungan dengan tingkat pengetahuan, keterampilan atau
pencapaian dalam suatu bidang sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
prestasi anak-anak, mengelompokkan siswa menurut tingkat pengetahuannya dan
memberikan informasi pada orang tua tentang kelemahan dan kelebihan bidang
akademik anaknya.
D.
Dasar
Interpretasi Tes
Interpretasi
dilakukan terhadap hasil tes yang merupakan data tentang karakteristik individu
yang telah mengikuti tes tertentu. Data yang telah diperoleh dianalisis
selanjutnya diinterpretasi guna pengambilan keputusan tindakan yang tepat.
Dalam melakukan interpretasi tersebut yang menjadi hal penting adalah pemahaman
terhadap fungsi teori dan teknik interpretasi yang memadai. Dari beberapa buku
menyebutkan bahwa interpretasi dapat dilakukan dalam empat tipe, yakni deskriptif, genetik, prediktif, dan
evaluatif.
E.
Kaitan
Tes dengan Statistik
Dalam penggunaan
tes baik oleh konselor dan juga tenaga professional lainnya sangat dibutuhkan
kontribusi statistik dalam menginterpretasikan hasil tes atau penilaian.
Pemahaman mendasar tentang statistik dan
psikologi memampukan konselor untuk (a) mendeskripsikan karakteristik individu atau kelompok
dibandingkan kelompok atau populasi lain, (b) memprediksi kemungkinan sukses
atau gagalnya performa ke depan berdasarkan perilaku saat ini atau masa
lalu yang di tes, dan (c) menyimpulkan
karakteristik suatu populasi dari sampel populasi tersebut. Oleh karena itu
pengatahuan tentang statistik merupakan salah satu syarat bagi konselor atau pengguna
tes.
IV KODE ETIK PENGGUNAAN TES DALAM BK
Dalam buku Using Tests In Counseling (Goldman;
1971) diuraikan bahwa konselor sekolah perlu: a) menyesuaikan data untuk
memprediksi potensi klien; b) melengkapi data non-tes dengan data tes; c)
menginterpretasi data untuk membantu klien dalam proses pengambilan keputusan.
Tuntutan seperti ini tetap harus merujuk pada kode etik yang ditetapkan sehingga
malpraktik bisa dihindarkan.
Dalam
keadaan dan maksud pengetesan apapun, berlaku kode etik testing yang harus
dipatuhi tester. Beberapa kode etik yang wajib diperhatikan oleh konselor
(ABKIN):
1.
Pemilihan
Tes
a.
Klien hendaknya terlibat dalam proses
pemilihan tes, supaya tidak ada unsur pemaksaan dalam pemberian tes oleh
koselor.
b.
Alasan para klien untuk menginginkan
tes, maupun pengalaman masa lalu dengan tes, hendaknya dieksplorasi.
c.
Konselor wajib memberikan orientasi yang
tepat kepada klien dan orang tua mengenai alasan digunakannya tes disamping
arti dan kegunaannya. Seorang klien harus disadarkan bahwa tes hanya alat dan
alat yang tidak sempurna. Sebagai cara untuk mencapai tujuan, tes tidak dapat
memberi “jawaban”, tes hanya memberi informasi tambahan yang dapat digali dalam
konseling dan digunakan dalam menghadapi keputusan tertentu.
d.
Konselor seharusnya menjelaskan tujuan
tes dan menunjukkan keterbatasan tes. Peranan ini berarti bahwa konselor
mempunyai pemahaman yang baik mengenai apa tes itu dan mengapa dia
mengambilnya. Hal lain yang
perlu dipahami konselor adalah faktor kultural, gender, etnik, ekonomi yang
dapat mempengaruhi skor tes.
e.
Testing dilakukan bila diperlukan data
yang lebih luas tentang sifat atau ciri kepribadian subyek untuk kepentingan
layanan.
f.
Penggunaan suatu jenis tes wajib
mengikuti secara ketat pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes tersebut.
2. Wewenang Pemberian Tes
Testing
hanya bisa diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan
hasilnya. Konselor yang berwenang adalah konselor yang telah menempuh
pendidikan sertifikasi tes dalam bimbingan dan konseling. Dalam memberikan tes,
konselor harus sadar bahwa hasil tes bukan hanya skor yang seharusnya diberikan
kepada klien, tetapi dan terlebih maknanya yang harus digali dalam menafsirkan
hasil. Konselor seharusnya bersifat netral, menahan diri dari memberi penilaian
sebanyak mungkin dan membiarkan klien merumuskan makna dan kesimpulan mereka
sendiri.
3. Penggunaan Hasil Tes
a.
Data hasil testing wajib diintegrasikan
dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari sumber
lain. Dalam hal ini data hasil testing wajib
diperlakukan setara dengan data dan informasi lain tentang klien.
b.
Hasil testing hanya dapat diberitahukan
kepada pihak lain sejauh ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien.
V PENUTUP
Seluruh uraian di atas menggambarkan bahwa tes
mempunyai peran sentral dalam layanan BK. Tes membantu konselor memahami siswa
secara utuh dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Meskipun demikian, tes
hendaknya dipahami sebagai sarana pendukung saja dan bukan merupakan suatu hal
yang mutlak. Oleh karena itu, dalam penggunaan tes, konselor wajib mematuhi
kode etik yang ada sehingga tidak melakukan malpraktik yang merugikan martabat
testee dan merusak citra profesi konselor.
DAFTAR RUJUKAN
ABKIN, 2005. Standard Kompetensi Konselor
Indonesia.
Anastasi, A. Psychological Testing. 5th Ed. New York:
Macmillian Publishing Co., Inc.
Anastasia,
A. dan Susana Urbina. 1971. Tes Psikologi. Diterj. oleh R. H. Imam. Ed. ke-7. Jakarta: PT Macanan Jaya Cemerlang.
Cronbach,
J Lee. 1949. Essentials of Psychological Testing. Third Edition.
USA. Harper & Row Publisher.
Depdiknas.
2008. Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesi Konselor. Jakarta: Depdiknas.
Ellis,
T.I. 1990. The Missouri Comprehensive
Guidance Model. Columbia: The Educational Resources Information Center.
Goldman,
Leo. 1971. Using
Test in Counseling. 2nd
ed. New York: Meredith Corporation.
Munandir. 1988. Konseling dan Pekerjaan Konselor. Malang: IKIP Malang.
Shertzer,
Bruce and Shelley C. Stone. 1981. Fundamentals
of Guidance.4th
ed. Boston: Houghton Mifflin Company.
No comments:
Post a Comment